Mbisu (Laku Diam): Ritual unik Masyarakat dalam bidang pertanian di bagian Barat Kabupaten Cilacap

0
1904

Apa yang kita bayangkan ketika mendengar ritual Laku diam? Pasti kita berimaji bahwa setiap orang yang melakukan laku diam sulit untuk diajak berkomunikasi. Mereka akan terus diam hingga proses ritual berakhir ataupun tujuan yang diinginkan tercapai. Ritual laku diam tidak hanya terdapat pada budaya masyarakat Jawa, tetapi juga dimiliki oleh masyarakat Sunda yang sudah berabad-abad membangun peradaban di Jawa Tengah, tepatnya di bagian Barat Kabupaten Cilacap, khususnya Kecamatan Dayeuhluhur dan sekitarnya. Masyarakat petani di wilayah tersebut masih melakukan ritual laku diam, yang dikenal dengan Mbisu. Ritual tersebut seperti halnya puasa berbicara, namun tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa.
Ritual tersebut merupakan warisan budaya Tatar Sunda yang dilakukan turun-temurun. Masyarakat yang melakukan ritual Mbisu merupakan masyarakat petani yang memenuhi kebutuhan pangan (padi) sendiri. Ritual tersebut berkaitan dengan proses mengolah padi menjadi beras hingga siap untuk dikonsumsi. Padi yang disimpan dalam Leuit maupun goah (lumbung) biasanya disimpan dalam jangka waktu yang lama, hingga menjelang masa panen berikutnya. Masyarakat petani di Kecamatan Dayeuhluhur mengambil padi yang ada dalam leuit seperlunya, dan menumbuk padi menjadi beras dengan cara tradisional (menggunakan lesung). Masyarakat Kecamatan Dayeuhluhur termasuk komunitas Tajakembang melakukan ritual Mbisu dalam menumbuk padi untuk dikonsumsi. Mbisu (ritual yang saat menumbuk padi) merupakan ritual dengan perilaku diam (tanpa mengucap kata, ataupun bahasa tubuh) yang dilaksanakan saat menumbuk padi hingga menjadi nasi yang tanak dan siap dimakan. Ritual ini berkaitan dengan sosok mitologi aki Idek liher dan Nyi Idek liher agar tidak mendengar ucapan warga yang memiliki beras, sehingga terbebas dari kekurangan pangan.
Nama Idek liher sendiri berarti berdiam di rumah orang lain beberapa waktu lamanya. Komunitas Tajakembang khususnya dan sebagian wilayah di Dayeuhluhur percaya bahwa dahulu terdapat sosok berpasangan (Aki dan Nyi Idek liher) yang gemar menyambangi rumah dan berdiam diri di dapur. Sosok tersebut seolah mencari infomasi terkait persediaan pangan pemilik rumah. Jika pemilik rumah berkomunikasi dengan mengeluarkan suara ataupun gerakan yang berlebihan, Aki dan Nyi Idek liher akan mendengar. Jika pelaku ritual mbisu tersebut melanggar, masyarakat percaya bahwa persediaan beras yang terdapat pada leuit ataupun goah akan berkurang ataupun cepat habis. Aki dan Nyi Idek liher merupakan “pencuri” persediaan pangan dan menyebabkan persediaan beras yang terdapat pada leuit ataupun goah berkurang karena mereka mendengar informasi dari percakapan pemilik rumah yang melanggar ritual mbisu. Oleh karena itu, jangan kaget apabila terdapat warga yang tetap diam ketika diajak berkomunikasi. Warga yang masih melakukan ritual tersebut juga percaya bahwa berdiam diri juga meminimalisir dosa yang diperbuat, karena orang yang diam menghindarkan diri dari perilaku membicarakan orang lain.

kontributor: Indra Fibiona