Jurnal Jantra, Volume II, No. 4, Desember 2007

0
1603

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenanNya Jantra, Volume II No. 4, Desember 2007 hadir kembali di hadapan para pembaca.

Kiranya tidak dipungkiri lagi bahwa Indonesia sangat kaya dengan produk seni pertunjukan yang tersebar di setiap daerah. Bahkan berbagai seni pertunjukan yang ada merupakan sebuah masterpiece yang adiluhung, dari daerah yang memilikinya, sehingga tidak jarang bahwa seni pertunjukan seringkali menjadi ikon bagi daerah tertentu. Ketika membicarakan seni pertunjukan reog, pasti akan dikaitkan dengan kota Ponorogo; Wayang Wong selalu dipertanyakan apakah gaya Yogyakarta atau Surakarta; Sendratari Ramayana akan selalu teringat kepada Candi Prambanan, Gandrung selalu dikaitkan dengan dara-dara cantik dari Kota Banyuwangi, dan masih banyak lagi. Tanpa disadari seni pertunjukan telah memberi identitas tertentu bagi daerah atau tempat yang “melahirkannya”.

Sejalan dengan hal itu, eksistensi seni pertunjukan tiada berarti, tanpa ada dukungan sektor pariwisata yang berperan “menyuguhkannya” kepada khalayak. Oleh sebab itu, Jantrakali ini yang bertemakan tentang Seni Pertunjukan dan Pariwisata, menjadi suguhan yang menarik untuk dibaca.

Tulisan Ilmi Albiladiyah, Endah Susilantini, Emiliana Sadilah, Siti Munawaroh, Isyanti, serta Hisbaron Muryantoro, menampilkan bagaimana pelaku seni mengekspresikan kepiawaian dalam berolah seni. Walaupun kebanggaan masih terpancar di dirinya, namun keberadaan seni pertunjukan seringkali mengalami dilematis. Di satu sisi, banyak seni pertunjukan mengalami kesulitan dalam proses regenerasi, namun di sisi lain ‘menjamurnya’ desa seni akhir-akhir ini, justru akan mendorong kreativitas masyarakat dalam berolah seni. Tulisan Titi Mumfangati menjelaskan akan hal itu. Semarak dunia pariwisata akhir-akhir ini, ternyata memberikan dukungan yang cukup positif terhadap keberadaan seni pertunjukan, terutama dalam hal wisata budaya. Namun, terkadang kita terlena oleh gegap gempita keberhasilan sektor pariwisata. Akan tetapi, pembangunan kepariwisataan yang tidak terencana kadangkala justru sering ‘mengeksploitasi’ keberadaan seni pertunjukan. Tulisan Ernawati Purwaningsih, Mudjijono, Sukari, Taryati berbicara tentang hal itu. Lalu bagaimana penghargaan yang pantas diberikan kepada seeorang seniman sejati, seperti dalam tulisan Suhatno? Selamat Membaca.

Redaksi Jantra

Selengkapnya download file pdfJantra_Vol._II,_No._4,_Desember_2007