Jurnal Patrawidya, Volume 15, No. 1, Maret 2014

0
2915
Patrawidya, Vol 15 No. 1 Maret 2014

PW-1-14

Jurnal Patrawidya, Volume 15, No. 1, Maret 2014

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena perkenanNya. Balai Pelestarian Nilai BudayaYogyakarta dapat menerbitkan hasil penelitian yang dikemas dalam jurnal Patrawidya Seri Sejarah dan Budaya Vol. 15 No.1, Maret 2014. Jurnal Patrawidya edisi ini memuat beberapa artikel dalam bidang sejarah dan budaya, hasil penelitian Balai Pelestarian Nilai BudayaYogyakarta, peneliti tamu dan peneliti undangan.

Jurnal Patrawidya tidak mungkin bisa sampai dihadapan para pembaca tanpa kerja sama dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan baik ini Dewan Redaksi Patrawidya dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah meluangkan waktu untuk membaca semua artikel dan memberi pertimbangan terhadap isi artikel. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada editor bahasa Inggris.

Mengawali edisi tahun 2014, Patrawidya menghadirkan delapan artikel dan sebuah resensi buku. Edisi kali ini dibuka dengan tulisan dari Mutiah Amini yang membahas tentang westernisasi pendidikan di dalam keluarga Paku Alam V. Menurut Mutiah Amini proses westernisasi pendidikan di Pakualaman dimulai sejak adanya pendidikan formal dengan sistem Barat yang diperkenalkan oleh pemerintah Kolonial. Paku Alam V merespons pendirian lembaga pendidikan dengan mengirimkan semua putra-putri dan cucunya untuk menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Belanda.

I Wayan Suardana menyumbang sebuah artikel tentang ujud ungkapan estetik seni prasi mengambil lokasi penelitian di Desa Sidemen, Bali. Penelitian I Wayan Suardana menunjukkan bahwa secara konografi karakter tokoh Ramayanan seni Prasi sesuai dengan pakem wayang klasik gaya Kamasan dengan bentuk dekoratif. Seni prasi di Sidemen divisualkan dengan unsur garis dibuat arsiran yang membuat efek gelap terang dan berbeda dengan model klasik yang garisnya dibuat linier.

Christriyati Ariani mengulas tentang arsitektur dan keberadaan lumbung padi di Blora yang dikenal dengan nama jinem. Hasil penelitian Ariani menunjukkan bahwa jinem berbentuk rumah panggung dan selalu berada di sisi kanan rumah induk serta dekat dengan pawon atau dapur. Keberadaan jinem di masyarakat petani Blora semakin langka, hal itu menurut Ariani karena lahan sawah menjadi sempit sehingga hasilnya tidak perlu disimpan dalam jinem. Di samping itu juga karena adanya sistem ijon serta karena adanya alih fungsi jinem. Jinem, pada masa sekarang tidak lagi menjadi tempat penyimpanan hasil pertanian namun telah menjadi barang antik yang banyak diburu para kolektor.

Sebuah artikel tentang Merapi yang Suci dan Pariwisata yang Kotor: Benturan Nilai-Nilai Religi dan Ekonomi yang Memperlemah Potensi Ritual sebagai Mitigasi Bencana di Desa Umbulharjo, ditulis oleh Bambang H. Suta Purwana. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat Lereng Merapi menjadi tidak peka lagi terhadap tanda-tanda alam dan kepekaan batin karena maraknya usaha pariwisata yang bertentangan dengan nilai-nilai sakral dalam konsepsi religi orang Lereng Merapi.

Artikel berikutnya dari Sudrajat yang membahas tentang persepsi petani terhadap nilai-nilai sosial-budaya dan ekonomi lahan sawah dengan mengambil lokasi penelitian di pinggiran Kota Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki persepsi rendah terhadap nilai sosial budaya lahan sawah, namun ersepsi terhadap nilai ekonominya tinggi. Untuk mengetahui hasil selengkapnya ada di dalam artikel.

Usaha kerajinan ukir kayu di Jepara dikupas oleh Sukari. Tulisan itu mengambil lokasi penelitian di Desa Mulyoharjo, Jepara, yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai pengukir kayu. Kegiatan penduduk yang bertumpu pada usaha kerajinan ukir mengalami peningkatan karena faktor lokasi sebagai daerah wisata, dukungan pemerintah dan banyaknya pesanan. Di samping itu juga muncul hambatan berupa sumber daya manusia yang rendah dan juga munculnya persaingan harga.

Sebuah tulisan tentang calung, yakni musik tradisional yang banyak berkembang di daerah Purbalingga, Jawa Tengah, di tulis Th. Ani Larasati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik tradisional calung Purbalingga berawal dari krumpyung, cengklung dan kemudian menjadi calung. Musik calung Purbalingga memiliki fungsi tradisi, hiburan, dan ekspresi diri. Menurut Th. Ani Larasati strategi pelestarian kesenian calung adalah melalui jalur pendidikan formal.

Titi Mumfangati membedah sebuah serat yang berjudul Serat Atmawiyata. Kajian Titi Mumfangati terfokus pada aspek moral dan didaktik. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa aspek moral mencakup tentang kerukunan hidup dalam bermasyarakat khususnya dalam rumah tangga, etika bergaul dan berbicara. Di samping itu juga sikap pasrah terhadap Tuhan dan senantiasa nerima. Aspek didaktik yang ada dalam Serat Atmawiyata yakni tentang ajaran tidak malas bekerja, membina keharmonisan antaranggota keluarga, membina cinta kasih dalam rumah. Ajaran lainnya dapat ditemukan dalam artikel di jurnal ini.

Sebuah resensi buku ditulis oleh Baha’Uddin yang menghadirkan tulisan Peter Carey (2014) berjudul Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1885). Resensi ini menjadi tulisan penutup pada edisi Maret 2014.

Ibarat pepatah “tiada gading yang tak retak”, penerbitan jurnal Patrawidya Seri Sejarah dan Budaya Vol. 15 No. 1, Maret 2014 ini masih ada kekurangannya. Namun begitu kami berharap semoga hasil terbitan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan buku ini. Selamat membaca.

Dewan Redaksi

Selengkapnya download file pdf : Patrawidya Vol. 15 No. 1 Maret 2014