Penulis: Risma Dona
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, tato berarti gambar atau lukisan pada bagian atau anggota tubuh. Tato hampir kita temukan di berbagai tempat sesuai dengan fungsi adat yang berlaku, seperti mentawai. Tato Mentawai merupakan bagian dari tradisi dan budaya yang berlaku sebagai penanda profesi yang dipegangnya seperti ahli pemanah, ahli pengobatan, pangkat dan lain sebagainya. Artinya tato berfungsi sebagai simbol, tanda pengenal, atau hiasan berupa suatu sistem penandaan atau sistem tanda-tanda visual, antara lain melalui simbol yang merupakan gambaran prinsip hidup.
Bagi sebagian orang, motif yang digunakan syarat dengan simbol dan makna yang diartikulasikan oleh masyarakat pengguna tato itu sendiri. Namun tato saat ini terjadi pergesseran nilai dan menjadi gaya hidup yang ngetren di kalangan anak-anak muda saat ini. Tato saat ini lebih cenderung tentang para pecinta seni keindahan yang ditorehkan pada tubuhnya. Tato mengandung makna yang dapat ditangkap oleh penikmat lukisan rajah tubuh. Begitulah ritme perjalanan tato. Namun tato Mentawai memiliki keunikan tersendiri, dan telah menghiasi kehidupan masyarakat Mentawai itu sendiri.
Orang Mentawai, pada prinsipnya tinggal tersebar dengan jarak yang tidak beraturan disepanjang tepian sungai di daerah pedalaman. Mereka terkelompok dalam organisasi sosial yang disebut uma, yang biasanya terdiri dari beberapa keluarga inti. Organisasi sosial dalam bentuk uma ini lebih bersifat egaliter tanpa hirarki politik atau kepemimpinan yang teroganisir, sehingga pengambilan keputusan politik cenderung lebih bersifat kolektif.
Menurut Adi Rosa (2011), pakar/ahli yang banyak melakukan penelitian tentang tato Mentawai menjelaskan bahwa tato masyarakat adat Mentawai berfungsi sebagai alat komunikasi bagi kelompok suku adat, melalui tergambar (visual) pada tubuh masyarakat adat Mentawai. Alat komunikasi bahasa rupa terwujud melalui unsur-unsur gambar-bahasa rupa, motif tato tradisional, sebagai symbol, tanda kenal dan hiasan. Tato masyarakat adat Mentawai ditemui pada budaya tato di wilayah Austronesia dan Polynesia, pada wilayah Cina, Laos (Indocina), Jepang, Rapa Nui (Kepulauan Easter), Hawaii, Kepulauan Marquesas dan Maori (New Zealand). Tato merupakan identifikasi dengan bahasa rupa sebagai wahana komunikasi melalui ragam motif-gambar.
Tato sebagai simbol jati diri suku, menjelaskan dari mana seseorang berasal. Tato sebagai tanda kenal privasi, menunjukkan tanda kenal kepiawaian masing-masing wilayah kekuasaan suku terdapat perbedaan dalam bentuk motif tato. Tato sebagai tanda kenal pribadi (privasi), menyiratkan kemahiran atau kepiawaian seorang (murourou) pemburu sejati mudah dikenali melalui mtif-motif tato binatang. Tato masyarakat adat Mentawai memiliki fungsi sebagai simbol dan tanda kenal motif tato yang dianggap baku. Tetapi masih tersisa ruang gerak bagi kebebasan privasi kreatif, bilamana tato berfungsi sebagai hiasan. Umumnya manusia adalah mahluk pesolek, tidak terkecuali masyarakat adat Mentawai yang memanfaatkan sejumlah motif tato sebagai hiasan tubuhnya. Tato masyarakat adat dengan sejumlah ragam motif memiliki makna, syarat dengan ajaran kearifan lokal. Karena itu masing-masing motif tato, memberi arahan sebagai pandangan dan pedoman hidup bagi masyarat pengguna. Motif-motif tato masyarakat adat, sekaligus sebagai bagian dari ajaran keyakinan dari kepercayaan Sabulungan Mentawai.
Lebih lanjut Ady Rosa (2011) menjelaskan bahwa tato tidak saja sebagai pakaian abadi, juga sebagai suluh (obor) penerang dalam perjalanan abadi menuju surgawi. Tato masyarakat adat, diyakini sebagai pedoman hidupnya yang sudah melembaga dalam institusi tradisional-masyarakat adat, lahir atas dasar konvensi. Tato melalui ragam motif, merupakan “buku pintar” berisi tentang ajaran berisi kebenaran, kebaikan, dan pendidikan rasa. Motif-motif tato masyarakat adat, merupakan bahasa rupa sebagai wahana komunikasi yang berisi tentang: (a) eksistensi masyarakat adat, sebagai penanda asal usul seseorang berasal, (b) status sosial seseorang sebagai dukun, pemburu, dan pengayau, (c) tanda kenal batas-batas wilayah, (d) feminim dan maskulin, dan (d) kepiawaian seseorang. Keberagaman pada gambar tato setiap pengguna tato, diyakini tato itu sendiri memiliki pesan tersendiri. Pesan yang dibuat untuk dapat menjadi bahan pengingat dirinya atau pun orang lain. Pesan yang dengan sengaja dibuat melalui ukiran gambar tato pada tubuh penggunanya, sangat memiliki esensi dalam menyampaikan sesuatu atau makna simbolik personal dan komunal.
Kekinian, budaya tato masyarakat adat di Indonesia, sudah terpinggirkan dengan berbagai permasalahan, diantaranya: (a) dianggap oleh masyarakat sebagai tanda kenal kriminal, (b) identitas geng, dan (c) penggemar dan pengguna tato masyarakat adat Mentawai dengan motif-motif tato yang memiliki muatan kearifan lokal, sampai saat ini masih berjalan, terutama nilai-nilai estetik motif tato Mentawai kekinian. Tato sekarang menjadi bagian dari gaya hidup urban sub culture dan trend. Banyak studio tato dari kelas bawah sampai kelas atas, dari puluhan ribu rupiah sampai jutaan rupiah. Dari kalangan biasa sampai kalangan artis dan ibu rumahtangga, semuanya ingin di tato karena satu hal yaitu membuat dekorasi tubuh.
Akhirnya, untuk memahami tato tersebut maka kita harus melihat tato sebagai bagian dari persoalan budaya yang melingkupinya [Penulis adalah peneliti di Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat].
Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Bendang pada Minggu, 12 Mei 2019