Ulu Ambek, Suntiang dek Niniak Mamak, Pamenan dek Rang Mudo-Mudo (11)

0
2987

Pertunjukan ulu ambek dinyatakan sebagai, suntiang dek niniak mamak, pamenan dek rang mudo-mudo (sunting hiasan oleh ninik mamak dalam nagari, pakaian pamenan oleh anak muda-muda). Maksudnya seni pertunjukan ulu ambek merupakan kepunyaan secara adat oleh kelompok ninik mamak atau penghulu-penghulu dan hiasan sebagai permainan oleh kemenakan atau anak muda-muda.

Menurut Mohd Nefi Imran, Ulu Ambek : Silat dan Tradisi dalam Seni Persembahan Adat Minangkabau (2004) menjelaskan bahwa seni pertunjukan ulu ambek merupakan salah satu seni yang terbesar dalam masyarakat Minangkabau umumnya dan Padang Pariaman khususnya, banyak dijumpai perihal-perihal yang menarik dan unik  didalamnya.  Secara umum masyarakat Minangkabau menyebut pertunjukan berkenaan dengan sebutan luambek. Bahkan ada juga menyebutkannya dengan perkataan bauluambek. Setidaknya ada empat variasi sebutan untuk pertunjukan itu pada masyarakat pemiliknya, yakni alo ambek (berasal dari kata alau (halau) dan ambek (hambat), luambek (berasal dari kata lalu (lewat) dan ambek (hambat), ulue ambek (berasal dari kata ulue (julur) dan ambek (hambat), ulu ambek (berasal dari ulu (hulu) dan ambek (hambat).

Walaupun demikian, semuanya bermakna serangan dan tangkisan. Dengan kata lain, ulu ambek lebih mempertunjukkan keterampilan pertarungan dengan gerakan-gerakan menyerang dan menangkis, tanpa kontak fisik. Gerakan-gerakan dilakukan mengikuti irama musik vokal dampeang yang dilantunkan oleh dua orang tukang dampeang. Pertarungan tersebut dipimpin oleh dua orang  janang yang bertindak sebagai wasit dan diawasi oleh para ninik mamak atau penghulu nagari-nagari yang terlibat. Tempat pertunjukan adalah laga-laga yang berarti tempat berlaga, tempat bertarung, tempat menentukan kalah menang, tempat menyaksikan siapa pemenang dan siapa pecundang.

Baca juga: Silek, bagantuang ka Tali nan indak kaputuih

Dalam ulu ambek terdapat kata buluih, seseorang anak sasian dikatakan buluih atau kalah dalam permainan silek ulu ambek apabila ia tidak dapat menangkis gerakan serangan lawan dengan gerak garik tangkisan yang tepat. Orang-orang yang kalah di dalam pertunjukan ulu ambek dikatakan oleh masyarakat tempatan sudah buluih. Sedangkan yang menang dalam permainan silek ulu ambek hanya mendapat penghormatan dalam masyarakat. Bukan itu saja dimata mamak atau penghulu dipandang tinggi bagi orang yang menang dalam permainan ulu ambek tersebut. Kemenangan ini pula merupakan kebanggaan yang menggembirakan seseorang anak sasian termasuklah kebanggaan di antara rakan-rakan mereka sesama anggota-anggota pasilek. Begitulah uniknya permainan ulu ambek tersebut.

Lebih lanjut lagi Mohd Nefi Imran (2004) menempatkan ulu ambek sebagai seni yang berhubungan erat dengan ajaran sufi (tasawuf). Pertunjukan silek ulu ambek secara fisik merupakan aktivitas garak garik silek dan tarian penyerangan dan penangkisan. Namun, secara simbolis serangan dan tangkisan itu merupakan simbol pemberian dan penerimaan dari seorang guru atau syeikh atau kapalo mudo kepada muridnya. Substansi pemberian dan penerimaan itu adalah pembelajaran budi dan pengetahuan spiritual.

Pertujukan ulu ambek adalah pertunjukan beradat, pertunjukan kesenian sebagai suntiang (mahkota) ninik mamak atau penghulu, oleh karena itu selama pertunjukan berlangsung tidak boleh ada pertunjukan lain pada saat yang sama.

Secara prinsip dalam ulu ambek dimana hubungan peranan mamak dengan kemenakan sangat erat sekali, hal ini sesuai dengan adat Minangkabau itu sendiri. Seorang mamak bertanggungjawab terhadap kemenakannya. Ia lebih banyak bercorak pengawasan, arahan adat istiadat dan memberi panduan terhadap perkembangan budi pekerti kemenakan mereka dalam keluarga atau negeri. Perhubungan-perhubungan ini melibatkan kerjasama yang saling menguntungkan antara mamak dengan kemenakan dalam aktivitas kemasyarakatan harian, seperti mengerjakan rumah, sawah, tanah, berjualan, berdagang dan sebagainya. Sebagai contoh, seorang  mamak yang aktif dalam kelompok masyarakat ulu ambek, akan mengajak kemenakan lelaki mereka menyertai kelompok itu. Seorang mamak menyarankan pula kepada beberapa kemenakan mereka yang lain, untuk ikut berlatih dan aktif dalam kelompok silek tradisional di mana-mana gelanggang perhimpunan silat diadakan, di samping menganjurkan mengikuti aktivitas pertunjukan ulu ambek.

Dalam seni pertunjukan di Minangkabau, peranan seorang penghulu (kecuali tarian Alang Suntiang Panghulu) tidaklah berpengaruh secara adat dalam kelangsungan sebuah pertunjukan silek dan tarian lainnya. Hal ini berbeda dengan seni pertunjukan ulu ambek di Padang Pariaman. Fungsi penghulu dan ninik mamak berpengaruh sekali di dalam menentukan penyelenggaraan pertunjukan. Pengaruh itu, salah satunya dapat menentukan bahwa pertunjukan itu boleh atau tidak dipersembahkan di dalam nagari.

Ulu ambek  dipertunjukkan pada suatu alek nagari. Alek nagari adalah pesta atau semacam festival yang diadakan oleh sebuah nagari otonom yang melibatkan nagarinagari lain sebagai alek atau tamu. Alek nagari diadakan dalam rangka peresmian penobatan penghulu baru atau momentum adat yang penting lainnya.

Sebagai sebuah seni pertunjukan, filosofi yang ada dalam ulu ambek seperti suntiang dek niniak mamak, pamenan dek rang mudo-mudo dapat diperteguh kuatkan dan  dapat dilestarikan kedepannya. Salah-satu upaya kearah tersebut yakni dilaksanakannya alek nagari Kapalo Hilalang, Kabupaten Padang Pariaman mulai dari tanggal 22 September sampai 1 Oktober 2018, salah-satunya yakni akan menampilkan ulu ambek tersebut. Bersambung...

Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada 24 September 2018