Kekinian, apakah nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi masih kita praktikkan dalam kehidupan ini?. Nilai yang diajarkan dalam prinsip silek Minangkabau. Sebuah nilai yang mumpuni tempat kita bergantung.
Bagantuang ka tali nan indak kaputuih, bapagang ka raso nan indak kahilang, jago tali jan putuih, awasi raso jan ilang, basiang sabalun tumbuah, malantai sabalun luluih, lahie silek mancari kawan, batin silek mancari Tuhan-bagantung tali ke tali yang tidak akan putus, berpegang kepada perasaan yang tidak akan hilang, jaga tali jangan putus, awasi rasa agar jangan hilang, menyiang sebelum tumbuh, melantai sebelum lulus/terjerumus, lahirnya silek mencari kawan, bathinnya silek mencari Tuhan.
Ungkapan tersebut bermakna bahwa silek berlandaskan kepada prinsip-prinsip asasi berupa kebenaran, keadilan dan silaturahmi. Prinsip-prinsip itu ibarat tali yang tidak akan putus atau rasa yang tidak akan hilang. Maka, seorang pandeka silek wajib menjaga agar tali itu tidak putus dan rasa tidak hilang. Kemudian pandeka silek tidak boleh kecolongan, oleh karena itu harus melakukan antisipasi sebelum sesuatu petaka terjadi, sebuah sikap antisipatif terhadap berbagai persoalan dalam kehidupan. Kemudian, secara lahiriah silek untuk menjalin silaturahmi atau mencari kawan dan secara bathiniah silek adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Hasanuddin dan kawan-kawan, 2015 :11 ; Rusli, 2008 :22).
Itupula sebabnya secara prinsip awal bagi anak sasian yang dianggap telah memilih keterampilan silek senantiasa dinasehatkan supaya jangan sekali-kali mencari lawan. Apabila mencari lawan dengan mengatasnamakan kelompok sasaran tidaklah diperbolehkan. Hubungan antara satu sasaran dengan sasaran lainnya keharmonisannya harus dijaga.
Baca juga: Silek, mengutamakan elakan dari padaserangan
Kenyataan ditempat latihan membuktikan antara sasaran tidak terdapat suatu persaingan yang tidak dan perihal ini selalu diajarkan dalam silek Minangkabau. Mereka senantiasa saling menunjang untuk tercapainya suatu persaudaraan dan silaturahmi. Seorang anak sasian yang berkunjung kepada sasaran lainnya tidak dibenarkan menyalahkan atau menganggap sasaran orang kurang. Kalau melihat ada kekurangan dari suatu sasaran, maka yang melihat kekurangan itu harus menambah. Demikian pula sebaliknya, kalau yang mengamati itu merasa ada kekurangan pada dirinya, dan pada sasaran yang diamati mempunyai kelebihan, maka ia berani secara terbuka untuk belajar. Hubungan kelompok sasaran dengan masyarakat luas juga harus menjaga keharmonisan. Sebab pandeka silek adalah pagar nagari atau masyarakat. Ia harus mampu melindungi, menjaga keamanan masyarakat (Purna dan kawan-kawan, 1996/1997 : 55-56).
Bukan itu saja, mereka selalu memperingatkan anak sasian agar tidak membuat sengketa dengan seorang pandeka. Malahan, mereka akan menganjurkan anak didiknya agar pergi berguru kepada pandeka yang lain. Dengan cara demikian dapat dihindarkan persengketaannya. Perselisihan antara remaja lazimnya mereka selesaikan sendiri. Jika harus berkelahi, mereka akan pergi ke pemedanan (Navis, 1984 : 266).
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian diatas bahwa persoalan silek berlandaskan kepada prinsip-prinsip asasi berupa kebenaran, keadilan dan silaturahmi tidak terlepas dari bahwa silek sebagaimana diwariskan dan diajarkan pendahulu kita mengandung dua unsur, yaitu unsur kerohanian dan unsur fisik. Unsur kerohanian adalah unsur mental spiritual berupa falsafah yang beirisi ajaran moral yang tidak lain merupakan rohnya silek, disinilah letak prinsip kebenaran yang hakiki tersebut. Unsur fisik adalah unsur keterampilan jasmani yang diwujudkan dalam bentuk gerakan-gerakan serangan, pembelaan dan sebagainya, yang dapat kita umpamakan sebagai tubuh atau jasmani dari silek.
Dapatlah dikatakan bahwa silek sebagai unsur kebudayaan yang ditemukan pada suku bangsa Minangkabau senantiasa di jumpai juga adanya jalinan hubungan antara nilai moral yang hakiki yang mengikat serta ditaati oleh seorang pandeka silek. Mereka harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi tersebut.
Tali yang diikatkan pada nilai-nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi membuat seorang pandeka silek menjadi mumpuni dalam bidangnya, dan ini pula yang membuatnya semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti ungkapan lahienyo mancari kawan, batinnyo mancari tuhan -lahirnya mencari kawan batinnya mencari tuhan. Tali yang tidak akan putus-putus bila kita ikatkan diri kita pada-Nya.
Nilai-nilai kebenaran, keadilan dan silaturahmi dalam silek Minangkabau haruslah menjadi rujukan utama dalam kehidupan kita. Sebuah nilai yang maha besar dan bermakna bila dipraktikkan dalam kehidupan kita. Bersambung…
Penulis: Undri, peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat
Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada Sabtu, 22 September 2018