Rumah gadang adalah istilah yang digunakan untuk menyebut rumah adat Minangkabau. Rumah gadang memiliki ciri khas bergonjong seperti tanduk kerbau dan sering disebut sebagai rumah pusaka (rumah pusako). Pada umumnya, rumah gadang memanjang dari utara ke selatan, sedangkan bagian depannya ada yang menghadap timur dan barat.
Rumah gadang memliki beberapa tipe yang berbeda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Masyarakat yang mendiami daerah darek memiliki bentuk rumah yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah rantau. Namun secara garis besar, rumah gadang dibagi atas dua kelompok besar yaitu: Pertama, ‘Rumah gadang koto piliang’, mempunyai ciri memiliki anjungan (Baanjuang) dan serambi (Surambi). Anjungan merupakan tempat terhormat di dalam suatu rumah yang posisinya ditinggikan beberapa centimeter dari permukaan lantai bangunan. Kedua, ‘rumah gadang bodi chaniago’, tidak mengenal anjungan dan lantai rumah pada rumah gadang ini adalah rata.
Tipe bangunan rumah gadang berdasarkan gonjong dikelompokkan menjadi delapan yaitu: pertama, ‘rumah gadang bagonjong dua’, biasanya merupakan milik satu keluarga sebagai tempat tinggal. Kedua, ‘Rumah gadang bagonjong empat’, merupakan milik kaum yang menjadi keturunan ninik mamak penyandang gelar sako Datuk panghulu Andiko sebagai tempat melaksanakan acara adat. Ketiga, ‘rumah gadang bagonjong lima’, milik kaum penyandang gelar sako Datuak penghulu Kepala Paruik sebagai tempat tinggal dan acara adat. Keempat, ‘Rumah Gadang bagonjong enam’, milik Datuak Penghulu Kepala Suku, Pegawai adat dan keturunan bangsawan sebagai rumah tinggal dan acara adat. Kelima, ‘Rumah gadang bergonjong delapan’ milik keturunan bangsawan setingkat menteri pembantu raja alam sebagai tempat tinggal dan rumah adat. Keenam, ‘Rumah gadang panjang’, memiliki tangga lebih dari satu. Ketujuh, ‘bangunan istana’ berisi enam gonjong dan dua tambahan gonjong paranginan. Kedelapan, ‘bangunan gadang’ di rantau yang memanjang ke arah belakang.
Rumah gadang memiliki ruang-ruang yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing ruang mempunyai fungsi yang berbeda satu sama lain yaitu: ‘Ruang publik’ yaitu ruang tamu atau ruang bersama. ‘Ruang semi privat’ ruang peralihan yang terdapat di depan kamar tidur dan pada bagian ujung rumah gadang. ‘Ruang privat’ yaitu kamar tidur yang biasanya berjumlah sebanyak anak perempuan dalam rumah. ‘Ruang servis’ yaitu dapur untuk tempat memasak.
Rumah gadang memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi adat dan fungsi keseharian. Fungsi adat yaitu fungsi rumah sebagai tempat untuk melangsungkan acara-acara adat (seperti: turun mandi, khitan, perkawinan, batagak gala dan kematian) dan acara-acara penting lainnya bagi keluarga sesuku pemilik rumah. Fungsi ini disebut juga fungsi temporer. Fungsi keseharian adalah fungsi rumah gadang sebagai tempat tinggal dan melakukan aktivitas sehari-hari.
Di masa yang lalu, setiap rumah gadang dilengkapi dengan lumbung padi (rangkiang). Posisi rangkiang ini biasanya berada di depan atau di samping rumah. Rangkiang adalah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum, yaitu bangunan berbentuk bujur sangkar beratap ijuk. Rangkiang dibagi menjadi tiga jenis yaitu ‘rangkiang sitinjau lauik’, ‘rangkiang sibayau-bayau’, ‘rangkiang sitangguang lapa’, dan ‘rangkiang kaciak’. Masing-masing rangkiang mempunyai fungsi yang berbeda.
Selain rangkiang, rumah gadang juga dilengkapi dengan balairung yaitu bangunan yang digunakan sebagai tempat para penghulu mengadakan rapat tentang urusan pemerintah nagari dan menyidangkan perkara atau pengadilan. Rumah gadang tradisional juga dilengkapi dengan lesung (lasuang) dan alu yang ditempatkan di belakang rumah. Lesung-lesung tersebut terbuat dari batu. Dahulu alat ini digunakan sebagai alat menumbuk padi.
Sumber:
Hasanadi, dkk. Mahakarya Rumah Gadang Minangkabau. 2012. BPSNT Press.
– Marbun –