Parangai

0
1726

Penulis: Undri

Parangai-kelakuan atau tingkah laku hari ini bagi yang sudah dewasa tidak terlepas dari apa yang dilakukan masa kecil. Masa kecil terbiasa, dewasa sulit mengubahnya. Kebiasaan jelek misalnya, diwaktu kecil hendaknya cepat diubah sebab kalau sudah terbiasa sangat susah mengubahnya. Perihal ini tak terbantahkan sampai hari ini.  Senada dengan itu muncullah ungkapan ketek taanjo-anjo gadang tabao-bao tuo tarubah tido (masa kecil terbiasa besar terbawa-bawa sudah dewasa sulit mengubahnya).

Balik kelampauan, beragam cara dilakukan dalam bentuk nasehat oleh orang tua mengajari anaknya waktu kecil supaya menjadi anak nan elok, berbudi pekerti yang baik dan berbahasa yang terpuji. Beragam pantanganpun difondasikan hal tersebut, mulai dari makan berdiri, duduk dikapalo janjang, berucap dan berujar tidak pada tempatnya dan sebagainya. Memang secara kasat mata itu bersifat larangan, namun nuansa yang sarat dengan nilai kebaikan, seperti ajaran agama, dan adat istiadat pun mengitarinya.

Kalau kita biarkan saja perangai buruk anak-anak kita nanti sulit untuk merubahnya, terbiasa ia sampai besar. Ungkapan ketek taanjo-anjo gadang tabao-bao tuo tarubah tido muncul akhirnya. Makanya dikatakan kecil teranja-ranja. Anak mulai besar segala kelakukan yang tidak baik tetap terbawa-bawa. Bisa berulang-ulang tingkah laku yang buruk itu walaupun ia sudah menjadi ayah atau  ibu kelak. Bayangkan bila ini terjadi, bisa tercengang yang muda-muda melihat yang tua bertingkah  laku seperti anak muda.

Kondisi hari ini, paling kecil saja kita sebut cara berpakaian sebagian anak gadis kita misalnya banyak ala ceper –serba singkat- diangkat keatas nampak pusat ditarik ke bawah nampak dada. Tak tanggung-tanggung gilanya paha –betis putih dipertontonkan juga. Miris kita melihatnya kondisi seperti ini.

Itu kalau perangai buruk. Kelakukan yang elok seperti itu juga. Kalau sudah terbiasa dengan yang baik-baik dari kecil ketika besar akan terbawa-bawa, tua terubah tidak. Makanya anak diajar sejak kecil. Bahkan memarahi anak mesti pandai-pandai. Kalau terlampau marah, terlampau ajar bisa buruk pula akibatnya. Anak akan bosan kalau kita mengomel siang malam. Ada yang terbaik mengajari anak bujang tanggung dan gadis mulai besar. Anak diajar dengan lunak, dengan kias, dengan contoh, dengan sindir halus. Sebuah pengajaran nilai moral yang terbaik.

Jangan dengan kasar, dengan marah-marah saja, yang tua memberi contoh. Umpamanya menyuruh anak sholat atau puasa. Kita bagi orang tua juga harus sholat dan puasa, jangan menyuruh anak saja namun kita tidak melakukannya-tungkek mambawo rabah namanya.

Waktu yang tepat untuk mengajari anak yakni waktu makan bersama, diajarkan tertip sopan, cara makan, hadap duduk bersama dan lainnya. Jadi jangan dibiasakan anak kita makan tidak serempak atau bersama. Siapa yang datang makan. Datang seorang lagi terus makan. Muncul seorang lagi ambil nasi pula. Seorang makan mancangkuang di sudut, seorang lagi menghenyak dilantai. Kesudahannya teronggok piring kotor, bertengkar akan mencucinya.

Kalau cara begini cara makan tidak ada kesempatan untuk mendidik anak tentang tertip sopan cara makan bersama. Lama-lama sukar merubahnya. Biasanya makan bersama-sama yang tua memberi contoh. Nan tidak elok dipandang mata, waktu pesta atau baralek, makan berdiri sudah biasa pula.

Makan bersama, kita dapat berkumpul dengan anak-anak, makan dan minum bersama. Setelah makan bersama kita bisa berdiskusi dan berbagi cerita, pengalaman hidup kepada anak. Durasi waktu  sekitar limabelas menit dan rutin kita lakukan setiap hari.

Budaya berkumpul dan makan bersama keluarga mulai terkikis. Makan bersama keluarga dirumah adalah momen kebersamaan yang sangat berharga. Meski terdengar sederhana atau sepele, namun kegiatan ini menyimpan pengaruh positif yang bisa membantu menguatkan keharmonisan keluarga. Sebab keluarga memiliki peranan penting dalam membentuk generasi muda, khususnya anak-anak menjadi lebih sehat dan berkualitas di masa depan. Selain itu, apabila dijadikan kebiasaan rutin-sehari-hari anak-anak akan tumbuh sehat karena relasi keluarga yang sehat.

Jadi, kebiasaan-kebiasaan-parangai waktu kecil haruslah ditaburi dengan parangai kebaikan, sebab parangai kecil tersebut akan terbawa waktu remaja dan tidak bisa diubah waktu dewasa.

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Kurenah