Menyambung Hidup dari Anyaman ‘Lapiak’ Pandan

0
2808

Perawakannya kecil, Kurus dan kulit sawo. Di kepalanya terikat sehelai kain kuning untuk menutup kepalanya di saat-saat kerja. Pakaiannya sederhana khas pakaian kerja, selalu begitu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Di tangannya tergenggam sebilah arit. Arit yang akan digunakan untuk mengambil helai demi helai daun pandan di sekitar rumah tinggalnya. Ia sengaja menanam tanaman pandan di sekitar rumahnya untuk mempermudah memenuhi kebutuhan dalam bekerja. Disamping lebih mudah diperoleh, juga mudah di rawat.

Rumahnya sederhana, terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung. Di depan pintunya terdapat anak tangga sekitar tiga tangga. Tangga inilah yang biasa dia lewati untuk keluar masuk rumahnya. Halamannya tidak lebar dan di pinggiran halaman ditanami bunga yang ketika hari panas akan dijadikan sebagai tempat menjemur pandan. Halaman sempit tersebut biasa dijemur pandan yang masih segar dan baru diambil, sedangkan bunga dipinggiran halaman dijadikan tempat menjemur pandan yang sudah layu. Sementara di sebelah tangga rumah terdapat onggokan daun pandan dan tikar. Ada tikar yang setengah jadi, ada juga yang sudah jadi. Di tempat inilah perempuan tersebut sehari-hari melakukan pekerjaannya.

Perempuan tersebut adalah Ibu Nurcahya. Tidak lagi muda, bahkan sudah beranjak pada usia senja. Ya umurnya sudah menginjak 65 tahun. Tapi satu yang tidak bisa hilang, keterampilan tangannya dalam menganyam masih tetap dijaga. Ibu Nurcahya adalah salah satu warga paninggahan yang masih mempertahankan tradisi menganyam pandan untuk dibuat tikar. Saban hari dia menyempatkan waktunya untuk membuat tikar dari beberapa ukuran sesuai pesanan. Ada satu bidang, dua bidang hingga tiga bidang. Selain itu, tikar yang dikerjakannya juga terdiri dari beberapa warna dengan motif yang sederhana.

Pekerjaan ini menurutnya sudah dilakukan selama puluhan tahun. Ia belajar sejak masih anak-anak lalu menerjunkan diri menjadi penganyam setelahnya. Hingga usianya 65 tahun kini, ia tetap bertahan pada pekerjaannya. Kondisi ekonomi yang cukup rentan serta kemampuan fisik yang tidak mampu lagi untuk bertani membuat Ibu Nurcahya enggan untuk pindah profesi.

Sesungguhnya secara ekonomis tikar pandan tidak begitu menguntungkan jika melihat kondisi saat ini. Banyak hal yang mempengaruhi seperti bahan baku yang kurang, pesanan yang sedikit, serta tidak adanya inovasi membuat anyaman pandan semakin tertinggal atau ditinggalkan. Waktu mengerjakan tikar pandan mulai dari pengambilan pandan hingga penyelesaian juga memakan waktu lama, bisa lebih satu minggu. Waktu lebih lama bisa saja terjadi ketika cuaca tidak bersahabat atau sedang musim hujan. Semua hal tersebut sangat mempengaruhi pada untung ruginya tikar pandan.

Proses yang harus dilalui dalam membuat satu tikar pandan antara lain menyiapkan bahan yaitu daun pandan yang lebih tua, tapi masih utuh dan hijau. Lalu duri di bagian tengah dikupas terlebih dahulu, lalu pekerjaan selanjutnya adalah mengambil duri samping sekaligus membelah daun pandan seukuran jari kelingking. Daun pandan yang sudah dibelah-belah kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Jika cuaca cerah maka proses pengeringan bisa sehari tapi jika hujan bisa lebih lama. Setelah dikeringkan, lalu daun pandan tersebut direbus dan dikeringkan kemudian. Setelah kering lalu diluruskan  hingga bisa dianyam dan menjadi sehelai tikar.

Proses ini dilalui Ibu Nurcahya dengan sabar dan telaten. Setelah tikar selesai, lalu dijual sendiri seharga Rp. 80.000,- hingga Rp. 300.000,- per helai tergantung ukurannya. Dari hasil penjualan tersebut, Ibu Nurcahya bisa melanjutkan hidup dengan anak-anaknya.

Di masa sekarang, kondisi anyaman pandan sudah semakin hilang dengan berbagai persoalan yang ada. Ibu Nurcahya berharap permintaan bertambah sehingga tetap bisa membuat dapurnya tetap ngebul. Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung kerajinan ini sehingga selain menemukan pasar yang bisa menampung hasil produksi juga mampu menghasilkan inovasi sehingga masyarakat semakin tertarik membelinya. Berbagai pelatihan dan motivasi dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan keberagaman kerajinan pandan. Dengan demikian mudah-mudahan semakin berkembang dan mampu menopang ekonomi masyarakat Paninggahan.