Mengenal Sultan Alam Bagagar Syah

0
6066
Jpeg

Penulis: Undri*

 

Dalam sejarah Minangkabau, posisi Sultan Alam Bagagar Syah cukup unik selain sebagai keluarga Raja Pagaruyung juga pernah menandatangani surat “penyerahan” beberapa daerah di Minangkabau kepada Belanda-tepatnya tanggal 10 Februari 1821. Peristiwa itupula yang menjadi ganjalan sehingga sampai hari ini belum dilekatkan sebagai pahlawan nasional.

Kendati belum menjadi pahlawan nasional banyak diantara kita yang belum tahu kiprah tokoh ini secara jelas. Tumpuan kejelasan tidak terlepas dari jiwa zamannya (tijdgebundent dan cultuurgebundenheid), yang mencerminkan sikap dan perbuatan serta nilai yang dipancarkannya.

Sultan Alam Bagagar Syah sendiri-nama aslinya sesuai dengan stempel atau cap kerajaan adalah Sultan Tunggal Alam Bagagar Ibnu Khalifatullah – lahir di Pagaruyung Luhak Tanah Datar pada tahun 1789. Tidak diketahui secara pasti tanggal kelahirannya. Ayahnya Yamtuan Sultan Abdul Fatah adalah Raja Alam Pagaruyung dengan gelar Daulat Yang Dipertuan Sultan Alam Muningsyah II dan sekaligus memangku Raja Adat Pagaruyung dengan gelar Daulat Yang Dipertuan Sultan Abdul Jalil I. Sedangkan ibunya Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Janji adalah Yang Dipertuan Gadih Pagaruyung ke XI.

Dalam buku Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah dalam Melawan Penjajah Belanda di Minangkabau pada Abad ke-19 (2016), Penulis sendiri salah seorang yang menulis buku tersebut menjelaskan  tokoh ini menarik untuk diungkapkan karena keterlibatannya dalam berbagai dinamika percaturan gerakan dalam memimpin negeri, menciptakan kestabilan politik, dan akhirnya menentang kedatangan Belanda melalui reaksi, protes, bekerjasama dengan Belanda, dan penolakkan terhadap penjajahan Belanda di Minangkabau.

Berbicara tentang perjuangannya dalam menciptakan kondisi keamanan, mengerakkan masyarakat Minangkabau untuk mengusir Belanda, dan memajukan masyarakat Minangkabau merupakan periode sejarah yang menarik perhatian, karena terjadinya pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama yang sangat hebat di Minangkabau pada awal abad ke-19. Masing-masing kelompok memiliki tujuan dan sasaran tersendiri dalam memajukan masyarakat Minangkabau. Keinginan untuk memajukan agama di satu pihak dan adat serta tradisi pada pihak yang lain. Semangat yang dimiliki oleh Sultan Alam Bagagar Syah, Raja Alam Minangkabau bersama masyarakat tidak ternilai harganya. Melalui kebijakan yang sangat hati-hati dan berisiko tinggi, Sultan Alam Bagagar Syah berhasil melawan pemerintahan Belanda tanpa merusak tradisi adat dan agama.

Bahkan dalam perjuangannya Sultan Alam Bagagar Syah tidak pernah konfrontasi dengan Kaum Agama, apalagi dengan para penghulu atau Kaum Adat. Ia membina hubungan baik dengan semua lapisan atau unsur “Tungku Tigo Sajarangan” atau “Tali Tigo Sapilin” di Alam Minangkabau. Taktik Sultan Alam Bagagar Syah tersebut adalah upaya untuk mengerakkan massa, merebut kekuasaan, mempertahankan, dan mengusir Belanda di Minangkabau.

Goresan akan perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah terjadi ketika pada tanggal 10 Februari 1821, Belanda berhasil memperdaya dan memaksa para penghulu dan para bangsawan di pedalaman Minangkabau supaya menyerahkan beberapa daerah kepada Belanda. Sultan Alam Bagagar Syah sebagai keluarga Raja Pagaruyung yang masih muda menyikapi politik Belanda itu dengan hati-hati bahkan ikut menandatangani surat penyerahan tersebut.

Sikap itu diambilnya dengan tujuan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban, karena kondisi Minangkabau ketika itu sangat tidak aman, dalam perbedaan faham antara Kaum Adat dan Kaum Agama. Namun kedua golongan ini menyadari juga bahwa musuh yang sebenarnya adalah kehadiran penjajah Belanda di Alam Minangkabau, sehingga mereka bersatu untuk mengusir penjajah Belanda.

Bagaimana kita menyikapi hal tersebut apakah Sultan Alam Bagagarsyah pro kepada Belanda dengan menandatangai surat penyerahan tersebut atau sebaliknya. Sebuah peristiwa yang harus dilihat dari perspektif sejarah. Cara kerja ilmu sejarah bertumpu pada pertama heuristic, mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah atau pengumpulan sumber, Kedua, kritik menilai otentik atau tidaknya sesuatu sumber dan seberapa jauh kredibilitas sumber. Ketiga, sistesis dari fakta yang diperoleh melalui kritik sumber atau disebut juga kredibilitas sumber, dan  keempat, penyajian hasilnya dalam bentuk tertulis.

Sebagai sebuah dokumen memang telah dijumpai tentang surat penyerahan tersebut, dan kemudian analisa terhadap surat tersebutpun bermunculan. Seperti dalam buku Rusli Amran Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta : Sinar Harapan, 1986 : 540-626.menjelaskan penyerahan Minangkabau kepada Belanda oleh Sultan Alam Bagagar Syah merupakan sandiwara yang diatur oleh Belanda sendiri karena Belanda memerlukan alasan untuk menguasai Minangkabau dengan mengunakan orang Minangkabau pula.

Kalau kita analisa dan interpretasikan sesuai dengan jiwa zamannya (tijdgebundent dan cultuurgebundenheid) bahwa  sikap yang diambil oleh Sultan Alam Bagagar Syah merupakan bagian dari komponen penting yang berusaha mengusir penjajahan Belanda baik secara langsung maupun tidak langsung, mengangkat derajat kaum atau etnis, dan mengisi kemerdekaan. Bukanlah berarti ia pro Belanda, melainkan suatu taktik untuk mengetahui kekuatan Belanda dan ia lebih leluasa dalam mengkoordinir semua kekuatan yang terdapat dalam masyarakat Minangkabau.

Peranannya dalam melawan Belanda di Minangkabau memberi dampak yang besar bagi masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, dan beberapa daerah lain di sekitarnya, seperti Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, dan Aceh. Wilayah tersebut berhubungan dengan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung. Disamping itu kekuasaan Pagaruyung juga menjangkau beberapa bagian wilayah Nusantara lainnya. Keturunan dari Raja-raja Pagaruyung banyak yang bermukim dan berkembang di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Banten, Brunei Darusallam, Negeri Sembilan Malaysia, dan lain sebagainya.  Ketokohannya telah mencakup wilayah yang sangat luas, sehinga ia dikenal dan dihormati oleh masyarakat lainnya.

Nilai-nilai perjuangan yang telah dilakukan oleh Sultan Alam Bagagar Syah sangat besar artinya bagi Indonesia. Kebesaran namanya telah menjadi pemicu semangat bagi masyarakat dalam membangun negeri ini. Ia adalah raja yang melawan Pemerintah Hindia Belanda. Perjuangannya memberi dampak positif bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai dan semangat kejuangan dalam menjaga keutuhan negara Republik Indonesia. Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah yang mengorbankan harta benda dan jiwanya dapat dijadikan sebagai teladan dalam mengisi kemerdekaan ini, terutama dalam memupuk rasa nasionalisme, kesatuan dan persatuan bangsa, serta rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang merdeka.

Terlepas dari sikap pro dan kontra Sultan Alam Bagagar Syah terhadap Belanda merupakan sifat plus dan minus yang terdapat pada dirinya. Sebagai manusia biasa tentunya ia memiliki kekurangan. Pemikiran yang jernih dan netral diperlukan untuk mendudukan posisinya sebagai tokoh raja di Minangkabau tersebut.

Tidaklah salah rasanya kita pikirkan kembali untuk memperjuangkan tokoh ini menjadi pahlawan nasional kembali nantinya. Walaupun pro dan kontra akan bermunculan bila usaha ini akan kita lakukan. Ini soal biasa dalam masyarakat kita yang penuh nuansa egaliter. Wasssallam.

*Salah seorang penulis Buku Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah dalam melawan penjajah Belanda di Minangkabau pada abad ke-19

Catt: Tulisan ini telah dimuat di Harian Singgalang, pada 9 Juli 2017