Berawal dari ketertarikan, kemudian ada niat menggali pengetahuan lokal yang ada pada masyarakat Mukomuko. Silvia Devi, salah seorang peneliti muda di Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat mencoba meneliti tentang Teknologi Pembuatan Jokong pada masyarakat nelayan di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.
Jokong, demikian masyarakat Mukomuko menyebutnya tidak hanya sekedar alat transportasi. Bagi mereka Jokong menjadi alat kerja utama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang nota bene bergantung pada laut. Jokong memang hanya perahu sederhana, tapi tanpa Jokong mereka tak bisa melaut. Artinya, sebagai nelayan mereka tidak bisa melanjutkan hidup.
Jokong merupakan sejenis perahu yang secara kasat mata sederhana. Berbahan dasar kayu dan dibuat dengan alat yang juga sangat sederhana. Namun teknologi sederhana tersebut memiliki nilai yang cukup tinggi dalam pembuatannya. Teknologi sederhana yang mereka miliki harus mampu membuat perahu yang bisa bertahan dalam ombak yang besar dalam jangka waktu yang lama.
Keberadaan Jokong di Muko-Muko pada masa kini bisa dikatakan sudah langka. Salah satu penyebabnya adalah semakin langkanya bahan baku. Memang, bahan baku utama Jokong adalah kayu pilihan dari hutan di sekitar Muko-muko. Bahan kayunya harus kuat dan tahan terhadap gempuran ombak besar khas Samudera Hindia serta karang. Ketika izin penebangan pohon semakin diperketat, maka sedikit banyak berpengaruh pada ketersediaan bahan baku pembuatan Jokong.
Bahkan, menurut Silvia Devi ketika melakukan pra penelitian ke lapangan pada 1-4 Maret lalu, keberadaan pembuat Jokong hanya tinggal dua orang saja dari lima orang pada tahun 2016. Kedua orang ini berprofesi sebagai pembuat Jokong sekaligus sebagai pemelihara jokong yang mengalami kerusakan. Selain karena bahan baku, kondisi ini juga diperparah dengan semakin berkurangnya orang yang ahli dalam pembuatan Jokong tersebut.
Melihat keberadaan Jokong tersebut, maka penting untuk menggali kembali nilai-nilai pengetahuan yang terdapat pada pembuatan Jokong oleh masyarakat Mukomuko. Selain untuk mengetahui bagaimana masyarakat mereka belajar dari alam sekitar, untuk mengetahui strategi adaptasi mereka melalui pembuatan Jokong. Nantinya pengetahuan tersebut bisa menjadi rujukan bagi generasi muda dalam menghadapi tantangan di masa mendatang.
Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur yang bermanfaat baik secara akademik maupun secara praktis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pelestarian nilai budaya khususnya budaya pembuatan Jokong pada masyarakat Mukomuko.