Mati Samuik dek Manisan, Jatuah Kabau dek Lalang Mudo

0
1124

Penulis: Undri

Berhati-hati dan jangan cepat sekali percaya akan bujukan mulut manis dan budi bahasa yang baik. Lekas percaya kepada segala sesuatu yang hanya dilihat lahirnya belaka- fisiknya- sebab bisa saja kenyataannya tak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Terkadang sulit membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, siapa yang tulus dan siapa yang menipu. Terperdaya akan hal ini kita bisa jadi korban nantinya –mati samuik dek manisan, jatuah kabau dek lalang mudo (mati semut karena manisan, jatuh kerbau karena rumput muda).

Semut suka sekali dengan gula atau manisan. Dimana ada gula, ada manisan maka dengan cepatnya semut akan berkumpul pula disana. Akibat terperdaya oleh manisnya gula dan nikmatnya madu. Berkejar-kejar pula semut tersebut. Semut ada yang terpeleset masuk ke dalam genangan manisan hingga akhirnya terperangkap dan mati.  Demikian pula halnya kerbau yang suka sekali dengan rumput muda. Bila melihat rumput muda atau lalang  maka kerbau itu memakannya sampai sekenyang-kenyangnya. Bahkan lalang yang tumbuh ditepi tebingpun asal muda akan diusahakan untuk dapat dimakannya sekenyang-kenyang perutnya. Oleh karena badan kerbau itu cukup berat maka runtuhlah tebing dan jatuhlah ia ke dalam jurang.

Sebuah nasehat bagi kita untuk mengendalikan hawa nafsu. Bila kita terlalu memperturutkan hawa nafsu maka kita bisa terjerumus karenanya. Kadang membuat kita sulit membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, siapa yang tulus dan siapa yang menipu. Irama hidup yang harus menjadi pilihan bagi kita.

Sebab hawa nafsu adalah sebuah  perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang manusia yang perlu dikendalikan; berkaitan secara langsung dengan pemikiran atau fantasi seseorang. Hawa nafsu merupakan kekuatan psikologis yang kuat yang menyebabkan suatu hasrat atau keinginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi pemenuhan emosi tersebut.

Terkadang sebagian orang menganggap hawa nafsu sebagai “syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia,” yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang bahkan kehancuran.

Bagaimana kita memahami tentang hawa nafsu tersebut. Secara dasarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan lainnya. Namun karena hambatan  nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan.

Kita sadari usaha untuk mengendalikan nafsu ini bukan perkerjaan yang mudah. Karakter nafsu yang tak tampak dan kerapkali membawa efek kenikmatan yang amat besar  menjadikannya sebagai musuh paling sulit untuk diperangi. Rasulullah SAW sendiri mengistilahkan ikhtiar pengendalian nafsu ini dengan “jihad”, yakni jihâdun nafsi. Bahkan diibaratkan nafsu itu sebagai hewan beringas dan nakal. Untuk menjinakkannya, menjadikan hewan itu lapar dan payah merupakan pilihan strategi yang efektif. Selama proses penundukkan itu, nafsu mesti disibukkan dengan hal-hal positif agar semakin jinak dan tidak buas bagi seseorang dalam kehidupan ini.

Memposisikan perihal kehati-hatian kepada bujukan mulut yang manis dan budi bahasa yang baik itu seseorang nampaknya penting bagi kita. Jangan terperdaya kepada bentuk seseorang namun jauh lebih dari itu, yakni hati yang suci penting untuk dimaknai.  Terkecoh kita bila bentuk fisik saja yang kita pahami.  Sejalan dengan itu dalam petitih Minangkabau dijelaskan  gadang bungkuih indak barisi, gadang suok indak manganyang-besar bungkus tidak berisi, besar suap tidak mengenyang. Merupakan nasehat atau anjuran agar jangan lekas percaya kepada segala sesuatu yang hanya dilihat lahirnya belaka, sebab bisa saja kenyataannya tak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Untuk itu mari kita mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu, berjalan di jalur-jalur yang benar saja. Jika hal tersebut kita ikuti maka kita akan selamat dan terhindar dari korbannya dari hawa nafsu yang tidak terkendali tersebut.

Jadi –mati samuik dek manisan, jatuah kabau dek lalang mudo (mati semut karena manisan, jatuh kerbau karena rumput muda) merupakan sebuah nasehat bagi kita supaya  kita agar tidak terperdaya oleh mulut manis, penuh janji-jani tapi tidak ditepati. Sebuah keharusan yang harus kita pahami dan laksanakan bila kita tidak ingin jadi orang yang merugi dikemudian hari nantinya. Mudah-mudahan. [Penulis adalah peneliti Balai pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat]

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Kurenah