Beranda blog Halaman 42

Jejak Tradisi Daerah 2015: Harmoni dalam Keanekaragaman Budaya

0

Bupati beserta rombongan dan Ketua panitia Jetrada/Foto:Reza
Bupati beserta rombongan dan Ketua panitia Jetrada/Foto:Reza
Muko-muko (BPNB Padang). Pada tahun 2015 BPNB Padang menyelenggarakan kegiatan Jejak Tradisi Daerah di Kabupaten Muko-muko. Kegiatan yang dilaksanakan tanggal 18 – 20 Mei 2015 dan dibuka langsung oleh Bupati Muko-muko Bapak Ichwan Yunus ini diikuti oleh sekitar 100 orang peserta dari 19 SMA dati tiga wilayah kerja BPNB Padang. Selain itu, kegiatan ini juga turut dihadiri oleh seluruh SKPD Kabupaten Muko-muko, perwakilan DPRD, Asisten dan Staf Ahli Bupati, BMA, Korwas Pendidikan Kab. Muko-muko.

Secara resmi pembukaan berlangsung tanggal 18 Mei pukul 14.00 wib di aula BAPPEDA Kab. Muko-muko. Pada kesempatan itu bupati menyatakan sangat mengapresiasi kegiatan tersebut sebagai salah satu bentuk mempertahankan jati diri masyarakat yang berbudaya. Beliau menegaskan bahwa Kabupaten Muko-muko akan terus bergerak maju tanpa harus meninggalkan jati diri sebagai masyarakat berbudaya. Beliau juga menginstruksikan kepada semua SKPD agar ikut mensukseskan kegiatan Jetrada tersebut.

Peserta Jetrada/Foto:Reza
Peserta Jetrada/Foto:Reza
Menurut ketua panitia Hasanadi, SS, Jetrada 2015 ini bertujuan untuk menanamkan pentingnya belajar langsung di tengah fenomena sosial budaya masyarakat suku bangsa kepada siswa, selain membangun silaturahmi dalam suasana perbedaan budaya. Inilah mengapa Jetrada tahun ini mengangkat ‘harmoni dalam keanekaragaman budaya’.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini menampilkan beberapa rangkaian acara seperti atraksi kesenian yang ditampilkan di aula hotel Madyara, kegiatan observasi di perkampungan nelayan yang berlokasi di kelurahan Koto Jaya. Kelurahan ini merupakan sentral produksi ikan asin di Kab. Muko-muko. Objek observasi dalam kegiatan observasi adalah Benteng Anna yang berada di gerbang memasuki perkampungan nelayan. Acara terakhir adalah diskusi hasil observasi di aula Bappeda Kab. Muko-muko.

Peserta menerima pembekalan/Foto: Reza
Peserta menerima pembekalan/Foto: Reza
Acara penutupan dihadiri oleh asisten III Bupati Kab. Muko-muko, Kepala Dinas Pendidikan dan Perkantoran sekaligus pengumuman peserta terbaik yang akan mewakili BPNB Padang pada Jejak Tradisi Nasional di Surabaya pada Bulan Agustus 2015 dan grup kesenian terbaik. Sebagai peserta terbaik antara lain Iwa Salji Ebi Satria dari SMA N 2 Muko-muko (terbaik I), Nugiarta Pratama dari SMA N 1 Pagar Alam (terbaik II), Kartika dari SMA N 7 Muko-muko (terbaik III), Ranti Tricia Putri dari SMA Pembangunan Laboratorium UNP Padang (terbaik IV). Sementara untuk grup kesenian terbaik adalah SMA N 1 Pagar Alam (terbaik I), SMA N 1 Putri Hijau (terbaik II), SMA Pembangunan Laboratorium UNP Padang (terbaik III).
Tari piring/Foto:Reza
Tari piring/Foto:Reza
Melihat antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan ini, maka harapannya perlu di masa depan melaksanakan kegiatan Jejak Tradisi Daerah dengan waktu yang lebih banyak serta melibatkan lebih banyak sekolah. Tentu saja hal ini akan membutuhkan anggaran yang lebih besar dan membutuhkan dukungan Pemda yang lebih pro aktif.
Randai/Foto: Reza
Randai/Foto: Reza

– Marbun –

Menemukenali Keanekaragaman Budaya Melalui Jejak Tradisi Daerah

0

Ketua pelaksana Jetrada, Hasanadi, SS
Ketua pelaksana Jetrada, Hasanadi, SS
Padang. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Padang, dalam usaha melestarikan dan mengembangkan kebudayaan akan menyelenggarakan kegiatan Jejak Tradisi Daerah (JETRADA) tahun 2015 dengan tema: “Menemukenali keanekaragaman budaya masyarakat Provinsi Bengkulu”. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 18 – 20 Mei 2015 di Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu, dengan melibatkan peserta siswa SLTA sederajat sekitar 90 orang siswa yang berasal dari tiga wilayah kerja yakni Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Kegiatan ini dimaksudkan sebagai media belajar bagi para peserta kegiatan, terutama dalam rangka menemukenali berbagai keunikan yang mengemuka dari aspek-aspek kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Provinsi Bengkulu. Peserta kegiatan Jejak Tradisi Daerah akan berkunjung serta terlibat secara aktif dan reaktif (belajar : mengamati, bersilaturahmi, menulis dan berdiskusi) dengan berbagai kegiatan kebudayaan yang berlangsung di lokasi kegiatan sesuai tema kegiatan yang dipilih. Para peserta kegiatan Jejak Tradisi Daerah juga akan ikut berpartisipasi dalam upaya memperkenalkan kekhasan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat daerah mereka masing-masing, baik melalui bahasa, pengetahuan, kebiasaan, kesenian dan berbagai bentuk tradisi yang terus dikembangkan oleh daerah-daerah dimaksud.

Menurut ketua pelaksana Hasanadi, SS, tujuan diadakannya Kegiatan Jejak Tradisi Daerah di Provinsi Bengkulu tahun 2015 adalah, Pertama, menemukenali potensi kebudayaan (jejak-jejak tradisi) daerah Provinsi Bengkulu dalam rangka merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal (local genious) masyarakat pemiliknya. Kedua, memperkenalkan potensi kebudayaan (jejak-jejak tradisi) daerah Provinsi Bengkulu kepada generasi muda, terutama dalam rangka menumbuh kembangkan kecintaan serta semangat pelestarian. Ketiga, memotifasi masyarakat daerah Provinsi Bengkulu guna melakukan kegiatan-kegiatan strategis dan berkelanjutan dalam upaya pelestarian kebudayaan (jejak-jejak tradisi) mereka.

Rencananya kegiatan Jejak Tradisi Daerah Provinsi Bengkulu akan dirangkai dalam beberapa kegiatan seperti: Pembuatan karya tulis ilmiah (KTI), penampilan atraksi kesenian, diskusi dan Survey lapangan yang dilakukan oleh peserta sekaligus presentasi laporan hasil survey.

Kegiatan Jejak Tradisi Daerah 2015 merupakan kegiatan positif dan strategis untuk dilakukan, terutama dalam rangka menemukenali, melestarikan serta mewariskan nilai-nilai kearifan lokal (local genious) masyarakat Provinsi Bengkulu yang mengemuka dari berbagai aspek kebudayaan (tradisi) yang dimiliki oleh masyarakat di Provinsi Bengkulu. Jejak-jejak tradisi (kebudayaan) daerah masyarakat Provinsi Bengkulu merupakan bagian dari khasanah budaya Bangsa Indonesia yang sejatinya bertahan-eksis serta tetap mampu berkontribusi dalam mewujudkan kemapanan tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat Provinsi Bengkulu dimasa sekarang. Upaya pengenalan ulang aspek-aspek kebudayaan (jejak-jejak tradisi) dimaksud; melibatkan masyarakat daerah sebagai pewaris aktif dan generasi muda sebagai penerus kejayaan kebudayaan, merupakan proses penting yang mengindikasikan terus berlanjutnya upaya “pembelajaran parsitipatif kebudayaan” pada era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

FGD Inventarisasi Permainan Tradisional Kabupaten Musirawas

0

Kadisbudpar Drs. Jemain bersama ketua tim inventarisasi Yulisman dalam kegiatan FGD
Kadisbudpar Drs. Jemain bersama ketua tim inventarisasi Yulisman dalam kegiatan FGD
Lubuk Linggau, BPNB Padang melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) Inventarisasi Permainan Tradisional Prov. Sumatera Selatan. FGD ini merupakan salah satu metode yang digunakan oleh tim inventarisasi dalam mengumpulkan data sebanyak-banyaknya terkait permainan tradisional di Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Musi Rawas. Kegiatan ini menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat, Mahasiswa, pemangku adat dan perwakilan dari Dinas kebudayaan dan pariwisata, Dinas Pemuda dan Olahraga dan Dinas Pendidikan Kabupaten Musirawas. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 05 Mei 2015 di Hotel Sempurna Kota Lubuk Linggau.

FGD ini dibuka langsung oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Musi Rawas Bapak Drs. Jemain. Pada kesempatan itu, Drs. Jemain menyatakan menyambut baik kegiatan inventarisasi permainan tradisional dan bangga Kabupaten Musi Rawas terpilih sebagai tempat inventarisasi. Beliau juga mendorong semua pihak untuk ke depannya bisa mengangkat permainan tradisional dalam memeriahkan berbagai perayaan-perayaan daerah.

“Kesempatan yang baik ini atas nama pemerintah kabupaten musirawas menyambut baik dan mendukung untuk menggali dan melestarikan permainan-permainan tradisional ini, nanti kita juga mengharapkan untuk dispora untuk merencanakan yang akan datang tidak hanya tarik tambang, senam dumang dan sebagainya tapi permainan tradisional untuk diprogramkan pada hari jadi Kabupaten Musi Rawas” paparnya.

Beliau juga menambahkan bahwa akhir-akhir ini permainan tradisional semakin hilang dengan adanya modernisasi permainan anak-anak akibat perkembangan teknologi. Permainan modern sendiri cenderung mempunyai dampak negative bagi anak-anak zaman sekarang, seperti anak-anak kurang pergerakan, menjadi individualis dan cenderung cuek. Disamping itu, permainan anak-anak kini semakin mendorong anak menjadi anti sosial.

FGD 2Untuk itu perlu menggali kembali nilai-nilai permainan tradisional dan melestarikan permainan menjadi permainan yang disenangi oleh anak-anak kita.

Sementara menurut ketua Tim Pelaksana Inventarisasi Permainan Tradisional Sumatera Selatan Yulisman, SH. Kegiatan FGD ini selain bertujuan untuk mendata dan menggali nilai-nilai, kegiatan ini juga menjadi satu syarat untuk ke depannya bisa mengajukan karya permainan tradisional menjadi warisan budaya nasional dan selanjutnya akan diusulkan menjadi warisan budaya dunia. Sehingga keluaran dari kegiatan inventarisasi ini nantinya terdiri dari laporan hasil inventarisasi, booklet, dan rekaman.

Dalam kesempatan FGD tersebut diketahui sangat banyak permainan-permainan tradisional yang sering dimainkan pada masa lalu yang kemudian punah. Selain perkembangan teknologi yang mendorong anak meninggalkan permainan tersebut karena dianggap kurang menarik, semakin sempitnya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk tempat bermain menjadi satu faktor penyebab hilangnya permainan.

– Marbun –

Inventarisasi Permainan Tradisional Sumatera Selatan dilaksanakan di Kabupaten Musi Rawas

0

Musi Rawas, Kegiatan Inventarisasi Permainan Tradisional Propinsi Sumatera Selatan BPNB Padang dilaksanakan di Kabupaten Musi Rawas. Kegitan ini berlangsung selama 10 hari, dari tanggal 28 April – 8 Mei 2015.

Wawancara tim dengan warga setempat
Wawancara tim dengan warga setempat
Menurut ketua tim inventarisasi, Yulisman, SH pemilihan Kabupaten Musirawas sebagai lokasi pelaksanaan inventarisasi didasarkan pada data awal dari berbagai referensi yang sudah terkumpul bahwa di Kabupaten Musi Rawas masih terdapat beberapa permainan yang asli, berbeda dengan wilayah-wilayah lain dan masih tetap bertahan sampai sekarang.

“Pemilihan Kabupaten Musi Rawas lebih dikarenakan berdasarkan referensi yang telah ada bahwa ada permainan yang benar-benar asli berasal dari daerah ini. Sementara untuk wilayah lain sudah banyak kesamaan dengan daerah-daerah lain di Indonesia”. Demikian pernyataan Yulisman.

Hompimpa
Hompimpa
Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya desa-desa alami di Kabupaten Musi Rawas yang belum begitu tersentuh oleh modernisasi. Artinya masih banyak desa-desa alami yang memungkinkan anak-anak bisa memainkan permainan tanpa diganggu oleh arus perkembangan teknologi serta lokasi yang mendukung permainan tersebut.

Selama pelaksanaan kegiatan inventarisasi ini, beberapa desa dari beberapa kecamatan dikunjungi tim untuk mengumpulkan data-data terkait permainan tradisional. Beberapa desa tersebut diantaranya Desa Tanah Periuk, Desa Lubuk Tua di Kecamatan Muara Kelingi, Desa Muara Beliti Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Tugu Mulyo dan Kecamatan Sumber Harta.

Selain melakukan observasi ke tempat-tempat permainan anak-anak, tim juga melakukan wawancara dengan orang-orang tua yang mungkin pada masa remajanya pernah memainkan permainan tradisional. Selain itu, tim juga mengadakan Fokus Grup Diskusi (FGD) untuk menggali informasi yang lebih mendalam terkait permainan tradisional.

Ada banyak permainan tradisional yang bisa ditemukan di daerah-daerah tersebut, baik permainan tersebut sudah hilang namun masih jelas diingatan orang-orang tua yang berusia 50 tahun ke atas, maupun yang masih sering dimainkan oleh anak-anak di daerah tersebut. beberapa permainan tersebut mempunyai kesamaan dengan permainan-permainan yang ada di wilayah lain di Indonesia seperti ‘Engkling’, ‘Patok lele’, dan lain-lain. Permainan-permainan tersebut hanya berbeda nama saja dengan wilayah lain. Namun, ada juga permainan yang benar-benar berbeda dengan wilayah lain seperti ‘bas-basan’ atau bebas.

Bas Bas an
Bas Bas an
Dengan adanya inventarisasi dan kajian atas nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tersebut, ke depannya permainan tradisional bisa dihidupkan kembali dan dimasyarakatkan.

Selain itu, kegiatan inventarisasi ini adalah sebagai langkah awal dalam mengajukan karya budaya untuk didaftarkan sebagai warisan budaya nasional dan selanjutnya menjadi warisan budaya dunia. Sehingga hasil dari kegiatan inventarisasi ini nantinya akan berupa laporan hasil penelitian, booklet, dan rekaman.

– Marbun –

Kegiatan Inventarisasi Permainan Tradisional Sumatera Selatan Dimulai

0

Ketua Tim Inventarisasi Sumatera Selatan
Ketua Tim Inventarisasi Sumatera Selatan
Lubuk Linggau. Dalam rangka melestarikan karya budaya tradisional, salah satu kegiatan rutin Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Padang adalah melaksanakan inventarisasi karya budaya. Kegiatan inventarisasi ini dimaksudkan untuk mencatat semua karya-karya budaya tradisional seperti kesenian, masakan, lagu, pakaian, permainan dan lain-lain. Karya budaya tersebut tidak hanya yang masih eksis namun juga yang sudah mulai punah. Hal ini selain bermanfaat untuk mengenali kekayaan budaya kita, juga untuk mencegah kepunahan karya budaya serta klaim asing atas karya-karya masyarakat kita. Selayaknyalah kita mulai menghargai karya budaya asli kita.

Untuk program tahun anggaran 2015, BPNB Padang memfokuskan kegiatan inventarisasi pada permainan tradisional. Kita mempunyai banyak permainan tradisional yang tumbuh dan berkembang pada masa lalu, namun kini punah seperti tidak berbekas. Selain perkembangan teknologi yang begitu pesat sehingga membuat permainan tradisional semakin ditinggalkan dan beralih ke permainan-permainan modern, misalnya play station, game online dan sebagainya. Pertumbuhan penduduk juga membuat semakin sempitnya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk bermain karena sudah dialihfungsikan menjadi pemukiman. Kepadatan pemukiman membuat tidak ada lagi tempat untuk bermain yang memang membutuhkan tempat yang luas.

Faktanya perubahan permainan anak dari yang tradisional menjadi permainan modern, juga turut mengubah moral dan perilaku anak. Permainan tradisional pada hakekatnya mengandung nilai-nilai pembentuk moral seperti kejujuran, sportifitas, kebersamaan dan sebagainya. Disamping itu, anak-anak yang memainkan permainan tradisional mampu menciptakan kebahagiaan mereka sesama anak secara bersama-sama. Berbeda dengan permainan modern yang cenderung mendorong anak menjadi cuek, individualis dan malah menjadi anti sosial.

Oleh karena itu kegiatan inventarisasi ini begitu penting untuk mengenali kembali permainan tradisional yang dahulu sangat digandrungi oleh masyarakat, bagaimana bentuk permainannya, dan nilai-nilai apa yang terkandung yang patut diteladani dalam permainan tersebut. Selain melakukan pencatatan, kegiatan ini juga bermaksud untuk menggali jenis permainan apa yang masih eksis dan bagaimana strateginya sehingga bisa bertahan sampai sekarang.

Kegiatan inventarisasi ini dilaksanakan di tiga wilayah kerja BPNB Padang yaitu Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Kegiatan pertama dilaksanakan di Sumatera Selatan yang akan dilaksanakan tanggal 28 April – 08 Mei 2015. Tim inventarisasi terdiri dari Yulisman SH (ketua) dengan beranggotakan Hasanadi dan Firdaus. Kegiatan ini nantinya akan menghasilkan Output berupa laporan kegiatan, booklet dan rekaman permainan. Sehingga dalam pelaksanaannya kegiatan inventarisasi dilaksanakan dengan metode wawancara, FGD dan perekaman.

Menurut ketua tim inventarisasi Sumatera Selatan Yulisman, SH, dengan adanya inventarisasi ini maka kekayaan karya-karya budaya khususnya permainan tradisional bisa terdata secara baik, dikenali banyak orang dan lebih penting lagi masyarakat kita mampu meneladani nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tersebut.

Kegiatan inventarisasi ini juga menjadi langkah awal dalam mengusulkan permainan tradisional sebagai warisan budaya nasional maupun warisan budaya dunia ke UNESCO.

– Marbun –

Daftar Kegiatan Penelitian BPNB Padang Tahun 1998 -2013

0

Sebagai upaya mewujudkan visi dan misi Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang, serta tugas dan fungsi BPNB berdasarkan Permendikbud nomor 53 tahun2012, maka berbagai aktifitas rutin telah dilaksanakan BPNB Padang. Bentuk-bentuk aktifitas rutin yang dilakukan antara lain seperti riset/kajian, seminar, dan diskusi; penulisan aspek-aspek tradisi, kepercayaan, perfilman dan kesejarahan; pendokumentasian aspek-aspek tradisi, kepercayaan, kesenian, perfilman dan kesejarahan serta pelayanan masyarakat.

Sejak BPNB Padang berdiri, telah banyak melakukan kegiatan penelitian/kajian di tiga wilayah kerja yaitu Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan, baik berupa kajian kesejarahan maupun kajian budaya. kajian-kajian tersebut dirangkum dalam daftar terlampir di bawah ini.

1. Penelitian di Sumatera Barat (Daftar Penelitian SUMBAR)
2. Penelitian di Bengkulu (Daftar Penelitian BENGKULU)
3. Penelitian di Sumatera Selatan (Daftar Penelitian SUMSEL)

– Marbun –

Diskusi Festival Matrilineal di Nagari Sijunjung Kabupaten Sijunjung

0

20150416_104632-1Sijunjung, Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang menghadiri undangan diskusi yang diadakan wali nagari Sijunjung terkait pelaksanaan Festival Matrilineal yang akan dilaksanakan di nagari Sijunjung. Diskusi diadakan pada kamis 16 April 2015 pukul 10.30 wib. Diskusi ini melibatkan sekitar 60 orang peserta yang juga dihadiri oleh Camat Sijunjung, DanRamil Kec Sijunjung, Walinagari, Perwakilan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sumatera Barat, Dinas Pariwisata Seni Budaya, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sijunjung, ninik mamak nagari sijunjung serta bundo kanduang serta masyarakat setempat.
20150416_100503
Diskusi yang dibuka oleh perwakilan Dinas pariwisata, seni Budaya dan pemuda dan olahraga Sijunjung ini dimaksudkan sebagai persiapan menjelang pelaksanaan Festival Matrilineal di Padang Ranah dan Tanah Bato Nagari Sijunjung Kabupaten Sijunjung. Apa saja yang harus dipersiapkan semua pihak yang berkepentingan dan bagaimana mempersiapkannya. Hal ini berhubung bahwa pagelaran Festival Matrilineal ini merupakan alek gadang (pesta besar) yang harus dipersiapkan dengan matang. Festival Matrilineal yang akan dilaksanakan pada 25 Oktober sampai 1 November 2015.

Dalam kesempatan itu semua perwakilan menyatakan sangat mengapresiasi dan mendukung sepenuhnya inisiatif BPNB Padang mengadakan kegiatan Festival Matrilineal sekaligus menjadi alat dalam memperkenalkan budaya matrilineal ke penjuru dunia. Lebih khusus lagi masyarakat nagari sijunjung sangat antusias dan akan berupaya keras dalam mewujudkan kesuksesan Festival Matrilineal. Sebagai bentuk antusiasme, masyarakat mengusulkan untuk membentuk panitia lokal sebagai tulang punggung pelaksanaan kegiatan. Tim ini nantinya akan berkoordinasi dengan panitia BPNB Padang terkait perkembangan pekerjaan di lapangan.
20150416_110926
Hal lain yang menjadi pokok bahasan dalam diskusi adalah hal-hal yang harus dipersiapkan dalam menyambut tamu khususnya para peserta dari luar negeri. Disepakati bahwa dalam penyambutan peserta luar negeri sebaiknya apa adanya saja sehingga menunjukkan keaslian budaya matrilineal tersebut. Hanya saja untuk tempat menginap, beberapa fasilitas seperti toilet harus ada, kesediaan air yang cukup, dan paling utama adalah kebersihan pekarangan. Selain itu ternak-ternak yang masih liar juga perlu ditertibkan. Untuk itu, akan segera dibuat peraturan nagari untuk mengatur hal-hal tersebut yang nantinya akan disosialisasikan kepada setiap peduduk melalui ninik mamak dan bundo kanduang. Selain itu, cara berpakaian juga menjadi sorotan dalam diskusi tersebut khususnya para anak-anak. Hal ini untuk menjaga kesan baik bagi para pengunjung nantinya.
20150416_110918
Undri, S.S, M.Si mewakili ketua pelaksana kegiatan Festival Matrilineal dalam kesempatan itu menyatakan bahwa pelaksanaan festival matrilineal bisa sukses jika didukung oleh semua pihak. Maka dalam hal ini perlu untuk membagi tugas sesuai dengan kemampuan. Karena suksesnya sebuah kegiatan adalah adanya soliditas antara masing-masing pihak untuk saling bekerja sama sehingga kegiatan tersebut lebih mudah dikerjakan. Pembagian tugas juga tidak bisa muluk-muluk, tapi sesuai fakta bahwa kita memang bisa melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.

Pada kesempatan itu juga Undri menyampaikan terima kasih banyak kepada masyarakat atas partisipasi dan antusiasme yang ditunjukkan masyarakat nagari sijunjung dan berharap kegiatan festival matrilineal yang telah dirancang bisa berjalan dengan sukses.

– Marbun –

Penonton Baretong di Hari Tarang Pesisir Selatan Membludak

0

Kepala BPNB Padang menyampaikan kata sambutan
Kepala BPNB Padang menyampaikan kata sambutan
Pesisir Selatan. Kegiatan revitalisasi kesenian tradisional ‘Baretong di Hari Tarang’ di Kabupaten Pesisir Selatan diikuti antusias oleh masyarakat setempat. Hal ini ditunjukkan dengan membludaknya penonton yang hadir menyaksikan acara tersebut dari awal sampai penutupan acara.

Kegiatan yang diketuai oleh Bu Dahlia Melsi ini dilaksanakan pada Sabtu, tanggal 11 April 2015 pukul 20.00 wib, dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan.

Salah satu tugas utama yang diemban oleh Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang dalam meningkatkan ketahanan budaya masyarakat adalah meningkatkan pemahaman Stakeholder akan pentingnya pelestarian, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai yang terdapat pada kesenian tradisional demi untuk menghadapi arus globalisasi.

Tari piring
Tari piring
Dalam menjalankan tugas tersebut, BPNB Padang dalam programnya melaksanakan kegiatan rutin yang disebut ‘Baretong di Hari Tarang’. Baretong di Hari Tarang merupakan kegiatan revitalisasi kesenian tradisional Minangkabau di propinsi Sumatera Barat.
Tujuan dari revitalisasi ini adalah berusaha membantu kelompok kesenian tradisional untuk lebih dikenal dan dicintai masyarakat, khususnya generasi muda. Disamping itu kegiatan ini juga dimaksudkan untuk menumbuh kembangkan minat para generasi muda untuk mengetahui, merasakan serta ikut melestarikan kesenian tradisional Minangkabau.

Pertunjukan debus

Pertunjukan debus
Dalam kegiatan ‘Baretong di hari Tarang’ di Kab. Pesisir Selatan ini ditampilkan tiga pertunjukan kesenian tradisional yaitu tari pasambahan dari SMP Negeri 2 Pesisir Selatan, Tari Piring, pertunjukan Debus dari Grup Debus Baringin sakti serta pertunjukan Rabab dari Kabupaten Pesisir Selatan di Propinsi Sumatera Barat.
Pertunjukan Rabab
Pertunjukan Rabab

Tingginya antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan pertunjukan kesenian tradisional diharapkan mampu mendorong instansi-instansi terkait untuk ke depannya dapat mengadakan kegiatan serupa. Hal ini untuk tetap menjaga kelestarian kesenian-kesenian tradisional yang beberapa waktu belakangan ini semakin tererosi oleh derasnya arus globalisasi.

– Marbun –

‘Batagak Tonggak Tuo’

0

Oleh:Firdaus Marbun

(Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang)

Dalam masyarakat Minangkabau, batagak tonggak tuo dalam mendirikan rumah gadang memiliki peran dan keistimewaan tersendiri. Faktanya dewasa ini, upacara tersebut tidak lagi bisa kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Upacara batagak tonggak tuo rumah gadang adalah salah satu bentuk upacara dari beberapa rangkaian upacara yang ada dalam pembangunan rumah gadang. Umumnya dalam pembangunan rumah gadang terdapat beberapa rangkaian upacara yang harus dilalui seperti: 1) Mufakat awal yaitu proses musyawarah antar orang-orang sekaum untuk membahas letak, ukuran dan kapan rumah akan dibangun. Hasil musyawarah akan dibawa ke penghulu untuk dibahas dengan penghulu-penghulu yang lain. 2) Maelo Kayu atau menarik kayu, kegiatan mencari bahan yang dibutuhkan dalam pembangunan rumah gadang. 3) Mancetak tonggak tuo, mengelola kayu menjadi tonggak dan merangkai tonggal tuo dengan tiang-tiang penyangga. 4) Batagak Tonggak Tuo, dilakukan setelah kegiatan merangkai tonggak tuo selesai dilakukan dan selanjutnya akan didirikan. 5) Manaikan kudo-kudo, menaikkan kuda-kuda dan 6) Manaiki Rumah, acara terakhir dari upacara batagak rumah. Manaiki rumah diadakan setelah rumah selesai, pada acara ini dilakukan penjamuan dan do’a bersama sebagai tanda terimakasih kepada semua dan doa syukur kepadaTuhan Yang Maha Kuasa.

Prakteknya batagak tonggak tuo merupakan kegiatan awal pembangunan rumah gadang setelah rangkaian pengambilan kayu (maelo kayu) dilakukan. Kegiatan ini merupakan peletakan batu pertama dan penanda dimulainya pembangunan rumah gadang. Hanya saja istilah yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau adalah batagak tonggak tuo. Hal ini berbeda dengan pendirian bangunan-bangunan pada umumnya yang diawali dengan peletakan fondasi. Pada pembangunan rumah gadang, hal yang paling awal dikerjakan adalah kerangka bangunannya, kemudian menyusul fondasi bangunan. Ketika kerangka bangunan selesai dan fondasi telah dibuat, selanjutnya meletakkan tonggak ke atas fondasi yang sudah disiapkan, baru pengerjaan seluruh bangunan dilanjutkan.

Secara filosofis, elemen dalam batagak tonggak tuo yakni tonggak tuo itu sendiri. Tonggak tuo dalam rumah gadang bisa diistilahkan dengan orang yang dituakan dalam masyarakat Minangkabau. Orang yang dituakan yang menjadi tauladan, sokoguru dan panutan dalam berperilaku bagi masyarakatnya. Orang yang dituakan ini tidak harus tua secara usia, namun lebih kepada luas wawasan dan pengalaman hidup yang dimiliki. Orang yang dituakan inipun berperan sebagai penjaga adat dan tradisi, penjaga agama dan mengajarkan arti kehidupan kepada seluruh masyarakat Minangkabau. Dia menjadi guru bagi masyarakat karena keluasan wawasan dan pengetahuannya. Tentu saja, orang yang dituakan tidak bisa berdiri sendirian tanpa dukungan dari masyarakat banyak dan tanpa pengakuan. Seorang tua, harus selalu ada bersama-sama dengan rakyatnya, hidup ditengah-tengah masyarakat dan menjadi tempat bergantung masyarakatnya.

Tonggak tuo adalah satu-satunya tiang yang berdiri tegak lurus dan terletak di bagian tengah rumah gadang. Sementara tiang yang lain yang ada disekelilingnya berdiri agak miring dan berfungsi sebagai penyokong tiang utama. Jika semua ujung tonggak yang miring dan lurus diteruskan ke bawah maka akan bertemu pada satu titik di dalam bumi yang disebut dengan maantak ka pusek bumi. Masing masing tiang akan dihubungkan dengan palanca yang utuh atau tidak bersambung dan lurus. Ini menunjukkan hubungan antara satu tiang dengan tonggak tuo tidak bisa dipisahkan. Tonggak tuo akan berdiri kokoh jika disokong oleh tiang tiang yang lain, sementara tiang tiang-tiang yang lain tidak bisa berdiri tanpa ada tiang utama. Bisa dikatakan tiang utama sebagai tiang penjuru.

Batagak tonggak tuo merupakan upacara yang dirayakan dengan baralek (pesta) besar. diawali dengan ritual doa bersama sebagai bentuk ucapan syukur dan meminta izin kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dimulainya pembangunan. Memohon kepada yang maha kuasa agar proses pembangunan rumah gadang berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti, selalu diridhoi dan selanjutnya masyarakat khususnya pemilik rumah gadang hidup sejahtera dan makmur dalam menempati rumah nantinya.

Upacara ini dilengkapi dengan simbol-simbol yang dipercaya masyarakat Minangkabau mengandung nilai-nilai keselamatan, kemakmuran dan kekuatan. Simbol-simbol yang digunakan sebagai pelengkap ritual ada ayam, tandan buah pisang, mayang pinang dan tunas kelapa. Simbol-simbol ini oleh masyarakat dipercaya melambangkan kekuatan, keselamatan, kesuburan dan kemakmuran. Setelah ritual doa bersama dilakukan, maka secara bersama-sama masyarakat melaksanakan batagak tonggak tuo. Selesai acara batagak tonggak tuo dilaksanakan, acara diakhiri dengan makan bersama seluruh masyarakat yang hadir dalam acara batagak rumah gadang tersebut.

Nilai dalam Batagak Tonggak Tuo

Terdapat nilai gotong royong dan kebersamaan pada proses pelaksanaan batagak tonggak tuo rumah gadang. Nilai ini bisa kita temukan baik sebelum upacara dilakukan maupun pada saat acara batagak itu sendiri. Sebelum batagak tonggak tuo rumah gadang dilaksanakan, para warga kaum atau warga nagari akan beramai-ramai mengadakan gotong–royong untuk mencari bahan berupa kayu pohon yang dinilai cocok untuk dijadikan tonggak tuo rumah gadang. Kegiatan pencarian kayu ini memakan waktu lama dan tenaga yang besar. Tonggak tuo ini diambil dari hutan konservasi milik kaum atau hutan ulayat kaum. Pengangkatan kayu yang ditebang kemudian dibawa ke tempat pembangunan harus dilakukan secara bergotong royong. Hal ini mengingat kayu yang digunakan untuk tonggak tuo begitu besar dan panjang, tentu sangat berat. Jadi proses pengangkatan dilakukan bersama-sama. Kalau jaman dulu akan digotong secara bersama. Demikian juga dengan tiang-tiang yang lain semua diangkut dengan cara bergotong royong.

Setelah tonggak atau tiang diperoleh dan dirasa cukup maka pekerjaan berikutnya adalah membuat kerangka tonggak tuo. Membuat kerangka tonggak tuo ini dikerjakan oleh para tukang tuo. Tukang tuo adalah orang-orang yang ahli dan memiliki pengalaman mumpuni dalam membuat rumah gadang. Setelah tonggak tuo selesai dirangkai, pekerjaan selanjutnya adalah batagak tonggak tuo. Inilah acara puncak dalam batagak tonggak tuo rumah gadang. Dalam acara ini akan melibatkan lebih banyak orang, hal ini dikarenakan kerangka tonggak tuo akan jauh lebih berat. Satu hal yang sangat patut untuk diteladani adalah semua orang-orang yang terlibat dalam upacara batagak tonggak tuo adalah relawan yang tanpa dibayar. Hal ini menunjukkan nilai gotong royong dan kebersamaan yang sangat kental di masyarakat.

Kekinian, nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan yang sangat kental dalam pembangunan rumah gadang lama kelamaan semakin terkikis seiring dengan semakin jarangnya pembangunan rumah gadang. Kehidupan modern yang lebih menawarkan dominasi egoisme menjadi sangat merusak moral masyarakat masa kini. Dengan menghidupkan kembali aktifitas budaya seperti batagak tonggak tuo, maka diharapkan nilai-nilai itu bisa tertanam kembali dan bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dalam pembangunan rumah gadang nilai itu bisa diterapkan, tapi juga dalam aktivitas kehidupan yang lebih luas.

‘Kieh Jo Kato’ dan Karakter Masyarakat Minangkabau

0

Oleh: Silvia Devi
(Staf Fungsional di Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang)

Saat ini generasi muda di Minangkabau sudah banyak yang kurang mengerti dengan kieh jo kato. Di keluarga kita saja, menghardik anak sebuah solusi ketika kieh jo kato tidak lagi menjadi senjata ampuh untuk menyelesaikan suatu masalah. Padahal kieh jo kato ini merupakan salah-satu metode dalam mendidik yang bertujuan membentuk karakter orang Minangkabau dengan berdasarkan falsafah alam takambang jadi guru. Kieh adalah cara menyampaikan sesuatu dengan tidak berterus terang atau menggunakan perumpamaan, bisa dengan sindiran yang bersifat pujian maupun cemoohan. Navis (1984) dengan menariknya menjelaskan bahwa kieh juga dikenal dengan istilah sindia, hereanggendeang, dan kato malereang. Penggunaan kieh biasanya menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi sehingga orang yang diajak berkomunikasi tidak merasa direndahkan. Sedangkan kato adalah cara menyampaikan sesuatu dengan berterus terang atau terbuka akan tetapi tetap memperhatikan pemilihan kata-kata yang digunakan.

Sebagai orang Minangkabau, dalam berbahasa sudah seharusnya mengerti akan kieh jo kato seperti ungkapan tau di kieh kato sampai. Di dalam berinteraksi antara sesama dengan melakukan sebuah komunikasi, tentu terdapat adab sopan santun dalam berbahasa agar interaksi tersebut dapat berjalan dengan baik. Jika dalam berinteraksi, komunikasi yang digunakan tidak sopan, maka bisa dibayangkan akan terjadi kesalahpahaman yang bukan tidak mungkin berujung pertumpahan darah. Oleh karena itu sangat perlu diperhatikan dengan siapa kita berkomunikasi, dalam situasi apa dan dengan pemilihan bahasa yang tepat. Hal ini dilakukan agar maksud yang akan disampaikan dalam berkomunikasi dapat tersampaikan dengan baik.

Penggunaan bahasa kieh pada orang Minangkabau sangat tertata rapi dalam ragam bahasa adat. Hal ini terlihat dalam setiap penyelenggaraan prosesi adat baik itu kelahiran, perkawinan, penobatan gala sampai pada prosesi kematian. Penggunakan kieh berlaku di semua daerah di Minangkabau dan dapat dilihat pada petatah petitih, pidato adat atau nasehat yang diungkapkakan dalam setiap rangkaian prosesi tersebut.

Oktavianus dan Ike Revita (2013: 130) mengungkapkan bahwa orang Minangkabau yang menggunakan bahasa kiasan (kieh) menggambarkan sebagai masyarakat yang memiliki budaya yang bersifat dinamis, terbuka dan fleksibel. Penggunaan metafora dalam kieh menunjukkan kesantunan yang mampu menjaga harga diri masing-masing pihak agar terhindar dari konflik. Biasanya konflik terjadi berawal dari kesalahpahaman dalam pemakaian bahasa. Oleh karena itu masyarakat Minangkabau dalam berkomunikasi sangat dianjurkan untuk berhati-hati seperti ungkapan bakato siang caliak-caliak, bakato malam danga-dangaan.

Kieh sangat dikenal dalam sastra Minangkabau, dan juga berlaku dalam ruang lingkup kebudayaan Minangkabau secara luas. Hal ini sesuai dengan falsafah yang dianut oleh orang Minangkabau yakni alam takambang jadi guru. Alam menjadi sumber inspirasi dan berperilaku dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Oleh karena itu gambaran alam akan menjadi perumpamaan yang sangat tepat bagi orang Minangkabau yang hidupnya sangat bergantung dengan alam.

Karakter

Karakter seseorang dibentuk semenjak usia dini. Oleh karena itu apabila yang ditanam kebaikan maka akan menuai kebaikan kelak di masa pertumbuhan dan perkembangannya menuju kedewasaan. Thomas Lickona (1991) mengungkapkan bahwa kualitas karakter suatu masyarakat dicirikan dari kualitas karakter generasi mudanya. Hal ini bisa menjadi indikator penting apakah suatu bangsa bisa maju atau tidak. 10 tanda dari karakter generasi muda yang perlu dicemaskan karena akan mendatangkan kehancuran salah satunya yakni penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk.

Penananam karakter yang berkualitas menjadi sangat penting dilakukan sejak usia dini. Terlebih dengan semakin kuatnya arus globalisasi yang sulit untuk dibendung. Tempat pendidikan karakter yang paling pertama dan utama adalah keluarga. Perihal ini berkenaan dengan pentransferan kieh jo kato. Pentransferan kieh jo kato tersebut memiliki metode, begitu juga dengan orang Minangkabau sebagai penganut matrilineal.

Metode kieh jo kato dalam pendidikan masyarakat matrilineal sudah diajarkan nenek moyang masyarakat Minangkabau. Metode ini bertujuan dalam menyampaikan pesan-pesan yang bernilai edukatif dari seorang mamak, ibu dan anggota kerabatnya. Kieh jo kato yang bersumber dari alam menjadi pedoman masyarakat dalam memupuk ketajaman berfikir yang membentuk karakter seseorang. Ungkapan-ungkapan kieh dapat bernilai positif seperti ibaraik ilmu padi, makin barisi makin tunduk (ibarat ilmu padi, makin berisi makin tunduk). Kieh ini mengajarkan agar orang-orang yang tinggi ilmunya tidak menjadi orang yang sombong [Jamna,?].

Kieh yang diajarkan dalam sistem matrilineal orang Minangkabau salah satunya alasan menjadi penting adalah dikarenakan sistem keluarga luas yang dianut. Adanya pola hubungan kekerabatan ipa bisan, anak kemenakan, minantu mintuo, dimana hubungan yang tercipta jika tidak disikapi dengan baik akan mudah menimbulkan konflik. Begitu juga sebaliknya, jika anggota keluarga luas semakin bisa menyikapi dengan ketajaman berfikir dari kesopanan berbahasa dalam menggunakan kieh jo kato maka akan menciptakan hubungan keluarga yang harmonis. Meskipun kieh yang akan disampaikan tujuannya untuk menyindir atau bahkan mencemooh pihak lain, akan tetapi dengan penyampaian menggunakan kieh maka tidak akan secara langsung membuat emosi seseorang tidak terkendali dikarenakan merasa direndahkan. Itulah keistimewaan penggunaan bahasa kieh yang menjadi kebanggaan budi bahasa, terutama orang Minangkabau.

Berbeda halnya dengan metode kato yang menyampaikan pesan atau maksud dengan menggunakan kata-kata secara langsung berterus terang. Aggota keluarga luas juga menerapkan pendidikan karakter dengan keterbukaan atau jujur. Jika ada suatu pesan yang disampaikan maka akan diungkapkan tidak menggunakan kieh. Penggunaan kato harus memperhatikan kepada siapa ditujukan, dimana tempat menyampaikan dan situasi dalam penyampaian kato tersebut. Hal ini dikarenakan akan berdampak langsung kepada pihak yang akan menerima pesan. Meskipun orang Minangkabau sangat menyukai keterbukaan, yang lebih diutamakan adalah kehati-hatian dalam memilih kata-kata yang akan disampaikan. Seperti ungkapan kok mangecek maagak-agak, pikiakan kalau bakato, tapi usah katokan nan tapikia, sabab luko di pisau tampak darah, duo tigo taweh panawa, tapi luko di lidah sulik ubeknyo. Ungkapan itu sangat ditekankan kepada anak kemenakan sebagai jiwa-jiwa yang penuh gejolak yang terkadang dengan sangat emosional dalam mengungkapkan isi hatinya, sehingga kurang memikirkan akibat di belakangnya.

Harapan ke depannya, kieh jo kato menjadi hal yang penting untuk dipelajari, dipahami dan dilaksanakan. Hal ini bertujuan dalam pembentukan karakter seseorang terutama generasi muda menjadi karakter yang berkualitas.