Beranda blog Halaman 12

Biduak lalu kiambang batauik

0
Undri

Penulis: Undri

Pemilihan Umum sudah usai, kita tidak boleh terpecah karena berbeda dukungan dan pilihan. Perbedaan dukungan dan pilihan dalam sebuah pemilihan sesuatu yang jamak dalam alam demokrasi, namun tujuannya pasti untuk kebaikan bersama. Mari pula kita bersabar atas hasil akhirnya yang akan diumumkan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Jangan pula kita bersiteru dan terjadi perpecahan. Bila berseteru dalam perbedaan pilihan mari kita bersatu kembali saling bahu membahu dalam membangun bangsa ini, mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Ungkapannya biduak lalu, kiambang batauik (biduak lalu, kiambang bertaut).

Biduak lalu kiambang batauik  adalah ungkapan orang Minangkabau yang jamak diserukan untuk merangkul kembali dua orang atau beberapa pihak yang sempat bertikai, berselisih paham atau berbeda pandangan sebelumnya. Biduak lalu kiambang batauik,  frase ini merujuk pada tanaman di atas air yang akan tersibak ketika dilewati perahu atau biduk, tetapi akan menyatu kembali setelah biduk itu lewat. Lekas berbaik atau berkumpul kembali. Seperti perselisihan antara sanak keluarga yang kembali rukun dan damai dalam untaian persatuan dan kesatuan.

Makna terdalamnya adalah bahwa kita bersaudara, usai berbantahan pasti rukun kembali. Kalau berselisih dengan siapapun, walaupun kita menang. Kita tetap kalah yang menang hanya ego dan emosi diri sendiri. Kita tak tahu bahwa yang jatuh adalah citra dan jati diri kita sendiri.

Bila kita menang janganlah berbanga diri berlebihan, sombong dan angkuh. Perlu sifat tawaduk, rendah hati bahwa semua kemenangan yang dicapai merupakan usaha untuk menuju kebaikan. Tidaklah boleh bereforia-berlebihan, sebab kemenangan bukan saja merupakan sebuah keberuntungan namun juga ujian yang maha dahsyat bila kita tidak melaluinya dengan baik. Kemenangan yang ditempuh dengan baik dan penuh kejujuran.

Bukan itu saja bahwa kompetisi dalam memperebutkan kemenangan mestinya dimaknai sebagai persaingan untuk melakukan yang terbaik. Dalam ajaran agama disebutkan dengan seruan berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Tersadari bahwa hakikat dari sebuah kemenangan tidak membutuhkan objek untuk dikalahkan. Meskipun tentu ada pihak yang dianggap lebih unggul dan lebih baik dari yang lain,tapi tidak menjadikan yang kalah diangap sebagai hal yang “jelek,” “rendah,” “tidak berbobot,” dan atribut negatif lainnya. Karena baik yang menang maupun kalah telah sama-sama mengupayakan yang terbaik, bukan yang terjelek. Keduanya selalu berproses untuk arah terbaik pula.

Begitu juga bila kalah, kita harus berlapang dada menerima kekalahan. Tidaklah elok mencari alasan untuk mencari-cari akan kesalahan yang dimiliki bagi yang menang. Kita harus instropeksi dan evaluasi diri, sejauh mana kerja kita berproses yang telah dilakukan. Apakah kerja yang kita lakukan tersebut memang benar-benar baik bagi kebaikan buat bersama atau sebaliknya.

Sebetulnya tidaklah muda untuk menghadapi sebuah kekalahan, namun kita harus memiliki sifat arif dan bijaksana, bahwa semua itu ada hikmahnya, sebuah hikmah yang kadang kala belum pernah dipikirkan oleh manusia. Sebuah kekuatan yang maha dahsyat bila hikmah itu kita sandingkan dengan kekuatan untuk memahami bahwa kita itu harus menerima dengan lapang dada apa yang kita hadapi dimuka bumi ini.

Kita harus menghilangkan persepsi dalam diri kita masing-masing  tentang persepsi atas kekalahan tersebut. Kita selalu mempersepsikan kalah sebagai suatu momok, memalukan, kerendahan, dan semacamnya. Sedangkan menang adalah kepuasan, tujuan akhir, puncak kejayaan, dan segala macam euforia. Konsekuensinya, semua orang berlomba meraih kemenangan dan tidak siap menerima kekalahan. Namun kita harus menyadari bahwa menang dan kalah merupakan bagian dari esensi kehidupan manusia yang bersifat dinamis dan berjalan silih berganti. Tidak ada kemenangan atau kekalahan yang abadi. Itu pula sebabnya  budaya menerima kekalahan mesti disandingkan dengan budaya menerima kemenangan.

Kedepan,  perlu kita sadari bahwa kalah dan menang adalah merupakan  sebuah pilihan yang harus dihadapi dalam hidup ini, bersikap legawa– siap menang dan siap kalah. Bukankan indah jika saat pengumuman KPU (Komisi Pemilihan Umum) nanti kita melihat para negarawan dan politisi saling berjabat tangan mengucapkan selamat satu sama lain, menjunjung sikap sportivitas dan fair play-belajar dari permainan olahraga. Ketika permainan usai, setiap pemain berjabat tangan, saling sapa dengan penuh keakraban, bahkan bertukar seragam tanda persahabatan. Kita tidak mau perihal kalah dan menang menjadi persengketaan, permusuhan terus menerus dan menghilangkan persatuan diantara kita. Namun sebaliknya kita haruslah menghindari persengketaan, permusuhan dan jalin rasa persatuan dan kesatuan yang hakiki untuk kemjauan bangsa kedepannya- biduak lalu kiambang batauik. Mudah-mudahan. [Penulis adalah peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat]

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Kurenah pada Minggu, 21 April 2019.

Undangan Menulis

0

Jurnal Suluah, media komunikasi kesejarahan, kemasyarakatan, dan kebudayaan diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat. Mulai tahun 2019, jurnal ini telah terbit dalam bentuk elektronik (OJS), terbit dua kali dalam setahun yakni Juni dan November. Kami mengundang peneliti, akademisi, dan profesional untuk mengirimkan hasil penelitian, kajian, dan telaahan diperkuat melalui penggunaan data dan referensi yang kuat dan belum pernah dimuat (dipublish). Artikel akan diedit dan dinilai berdasarkan orisinalitas, sistematika, teknik penelitian, kebaruan, dan kontribusi tulisan. Redaksi hanya menerima semua hasil penelitian sejarah dan budaya. (Redaksi)

Kue Tart, Kuliner Khas Masyarakat Bengkulu

0

Kue tart adalah salah satu kuliner tradisional masyarakat Bengkulu yang saat ini berkembang menjadi sajian bukan hanya untuk upacara adat, tapi juga untuk komersil seperti sebagai oleh-oleh.

Provinsi Bengkulu termasuk salah satu daerah yang memiliki beragam kuliner tradisional. Beberapa diantara kuliner tradisional mereka yakni pendap, kue tart, perut punai dll. Kuliner tersebut ada yang dijadikan sebagai makanan adat, ada juga yang digunakan sebagai camilan.

Seiring perkembangan zaman, ragam kuliner tersebut tidak lagi terbatas pada upacara adat. Bahkan, beberapa makanan yang dulunya dimanfaatkan sebagai makanan adat, kini telah dimanfaatkan secara komersil. Hal ini tampak dari begitu banyaknya makanan tradisional yang diperjualbelikan di toko-toko sebagai oleh-oleh. Perubahan ini secara nyata cukup membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.

Baca juga: Seminar Proposal Kajian Pelestarian Nilai Budaya

Pada masa lalu, kue tart disajikan pada acara-acara adat seperti perkawinan, lebaran dan juga keramaian lainnya. Hingga kini, kue tart tidak hanya disajikan pada acara-acara adat, tapi telah dimanfaatkan sebagai makanan komersil yang diperjual-belikan sebagai oleh-oleh.

Kue tart dibuat dari bahan dasar tepung terigu, yang oleh masyarakat setempat disebut dengan gendum. Selain tepung, bahan lain yang digunakan sebagai bahan pembuat kue tart adalah kelapa, mentega, gula pasir dan telur. Menurut Sharifa (74), seorang pengrajin kue tart di Kota Bengkulu, tepung terigu dijadikan adonan, santan dan gula dijadikan selai. Adonan dimasukkan ke dalam Loyang dan di atasnya ditaruh selai, lalu dipanggang dalam oven sederhana.

Proses memasak kue tart dilakukan dengan memanggang. Tempat memanggang dibuat dari bahan sederhana. Warga memanfaatkan kaleng bekas yang dibelah dua dengan perbandingan ¾ : ¼. Ukuran ¾ kaleng tersebut dijadikan sebagai wadah pembakaran kue tart, sementara ukuran ¼ kaleng djadikan sebagai penutup wadah dari atas sekaligus sebagai tempat api. Hal ini untuk memastikan kue tartnya masak dengan merata. Kaleng tersebut diletakkan di atas tungku dengan api menyala. Umumnya bahan bakar yang mereka gunakan adalah sabut kelapa.

Kue tart memiliki dua jenis ukuran yakni bay tart, yaitu tart berukuran besar dengan ukuran 15cm x 10 cmx 3 cm dan anak tart, yaitu kue tart yang berukuran kecil sebesar genggaman tangan. Selain ukuran, kue tart juga dibedakan dalam beberapa jenis rasa yakni rasa kelapa, rasa nanas, dan rasa strawberry. (FM)

Kusuik nan Kamanyalasaikan, Karuah nan ka Mampajaniah

0
Undri

Penulis: Undri

Pemimpin yang bagaimana yang harus kita pilih ?. Tentunya,  pemimpin ketika kusut yang akan menyelesaikan, keruh yang akan menjernihkan. Bukan sebaliknya, memperkusut dan memperkeruh sebuah permasalahan. Menyulut amarah banyak orang dan meniadakan kesejukan. Kedudukannya itu ia dituntut mampu membimbing, memperbaiki serta menyelesaikan banyak persoalan dalam masyarakat, mampu menata tata kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik. Pemimpin yang sangat dekat dan mengerti akan nasib rakyatnya.

Pemimpin yang seperti itu kita dapatkan jika fondasi kepemimpinannya dibingkai oleh kekuatan kepercayaan dan kejujuran. Seorang yang muncul tidak begitu saja (instant), namun mengalami suatu proses yang panjang. Sehingga menjadi pemimpin kharismatik bagi generasinya dan generasi berikutnya.

Kekinian kita sadar bahwa demokratisasi telah melahirkan embrio pemimpin yang secara emosional bathiniah tidak terhubung erat dengan rakyatnya atau bawahannya, bingkai kekuasaan yang paling menonjol bukan hubungan emosional bathiniah yang melahirkan pemimpin kharismatik.

Melahirkan pemimpin kharismatik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu proses panjang menuju arah itu. Pondasi kepercayaan, kejujuran dan dekat secara emosional bathiniah dengan rakyat adalah kunci utama untuk membingkainya.  Sejalan dengan itu ada beberapa perihal yang melekat pada pemimpin kharismatik itu sendiri. Pertama, kusuik nan kamanyalasaikan, karuah nan ka mampajaniah (kusut yang akan menyelesaikan, keruh yang akan menjernihkan). Peran orang pandai, intelektual, atau pemimpin yang dibesarkan oleh masyarakatnya. Posisinya ibarat, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, agar dapat menyelesaikan dengan baik permasalahan yang timbul, bukan sebaliknya membuat masalah pula. Kedua, kuek katam karano tumpu, kuek sampieh karano takan-kuat serut karena tumpuan, kuat sendi karena ditekan. Segala sesuatu sangat tergantung pada pemimpin karena tugas pemimpinlah yang harus memimpin tata kehidupan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Ini bisa berjalan bila adanya suatu proses interaksi yang bersifat aktif antara seorang pemimpin dengan anggota masyarakatnya.

Interaksi yang bersifat aktif tersebut nantinya akan memperlihatkan hubungan yang bersifat harmonis keduanya. Dengan kata lain proses ini secara umum dapat dikatakan sebagai suatu interaksi antara pemimpin dengan pengikut-pengikutnya. Dalam keadaan interaksi ini, pemimpin itu mengemukakan, dan pengikutnya menerima, tentang pengenalan dirinya sebagai pemimpin mereka yang telah ditakdirkan dan tentang pendapatnya mengenai dunia mereka yang sebenarnya .

Pemimpin akan merasakan apa-apa yang dirasakan oleh pengikutnya, begitu juga sebaliknya. Mereka telah merasa satu jiwa, satu tekad dan satu tujuan. Ketika kesemuanya itu terpadu kedalam sebuah kebulatan maka nantinya akan terbentuk suatu kekuatan yang mendukung seorang pemimpin. Akhirnya menjadi seorang yang kharisma dipandang oleh masyarakatnya. Disamping itu adanya sifat penghormatan terhadap seorang pemimpin. Sikap penghormatan diperlukan menginggat bahwa karena dengan penghormatan terhadap pemimpin tersebut justru nantinya akan membuat eksistensinya dalam masyarakat semakin kuat.

Kedua, gunung timbunan kabuik, lurah timbunan aia, bukik timbunan angin (gunung timbunan kabut, lurah timbunan air, bukit timbunan angin). Nasihat untuk para pemimpin agar menyadari bahwa dengan menduduki kedudukannya itu ia dituntut mampu menyelesaikan banyak persoalan dalam masyarakatnya.

Ketiga, manukuak mano nan kurang, mambilai mano nan senteng, manyisik sado nan umpang, mauleh mano nan singkek-menambah mana yang kurang, membilang mana yang lebih, menisik segala yang rumpang, mengulas mana yang pendek. Upaya pemimpin dalam membimbing dan memperbaiki kehidupan rakyatnya. Sehingga seorang pemimpin mempunyai tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi sangat berguna baginya untuk menjadikan dirinya sebagai seorang tokoh kharismatik bagi generasi yang akan datang maupun generasi pada saat ini. Pola tingkah lakunya merupakan pola tingkah laku yang murni bukan terbias dengan berbagai-macam bias apalagi bias-bias politik yang menguntungkan pribadi atau kelompoknya.  Keempat, panjang jan malindih, gadang jan malendo- panjang jangan melindas, besar jangan menyenggol. Jika berkuasa janganlah bersikap semena-mena dengan menekan atau memaksakan kehendak pada yang lebih kecil (bawahan) karena mereka pasti akan kalah. Kelima, tibo di paruik jan dikampihan, tibo dimato indak dipiciangkan, tibo di dado indak dibusuangkan-tiba diperut tak dikempiskan, tiba di mata tak dipejamkan, tiba didada tak dibusungkan. Sikap yang harus dimiliki oleh seseorang pemimpin dalam mengambil keputusan, yang adil, tak membedakan orang per orang, serta bersedia memahami persoalan apa adanya.

Jadi, akhirnya seorang pemimpin memiliki kewajiban hakiki menyelesaikan yang kusut dan menjernihkan yang keruh. Bila itu ada dalam sikap  tingkah laku seorang pemimpin maka penataan kehidupan masyarakat yang dipimpinnya akan kearah yang lebih baik. Mudah-mudahan.[Penulis adalah peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat]

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Kurenah pada Minggu, 31 Maret 2019

Seminar Proposal Kajian Pelestarian Nilai Budaya

0
Suasana seminar

Padang – Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat mengadakan Seminar Proposal Kajian Pelestarian Nilai Budaya. Seminar ini berlangsung selama dua hari yakni pada Senin-Selasa, 18-19 Maret 2018 di Ruang Rapat BPNB Sumatera Barat. Acara dibuka secara langsung oleh Kepala BPNB Sumatera Barat Drs. Suarman.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari akademisi seperti Drs. Syafrizal Sirin, M.Hum dari Universitas Andalas, Dr. Wirdanengsih, S.Sos, M.Si dari Universitas Negeri Padang dan Prof. Dr. Erwin dari Universitas Andalas serta peserta dari berbagai universitas dan dinas-dinas  yang ada di Kota Padang. Masukan narasumber dijadikan dasar penyempurnaan sistematika dan laporan kajian.

Dalam sambutannya, Suarman menyampaikan bahwa kajian yang dilakukan peneliti BPNB Sumbar sesuai tugas dan fungsi pelestarian yakni policy research. Untuk itu, dalam pelaksanaan kajian diharapkan semua peneliti harus menghasilkan sesuatu sebagai pendukung pemajuan kebudayaan. Suarman juga menambahkkan agar para peneliti melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat untuk lebih suksesnya kegiatan penelitian ini.

Baca juga: Daftar Kajian BPNB Sumbar ta. 2019

Selama dua hari seminar akan membahas 10 judul proposal penelitian dimana seluruhnya dilaksanakan oleh peneliti BPNB Sumatera Barat. Proposal penelitian tersebut terdiri dari aspek budaya dan sejarah di tiga wilayah kerja BPNB Sumatera Barat yakni Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Pada hari pertama membahas empat proposal yakni Dinamika Kehidupan Sosial Budaya Daerah Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat, Batagak Payuang Pada masyarakat Kuranji Kota Padang, Padang Pinggir Kota (Papiko) dan Tari Serasan Seandanan: Tari penyambutan tamu di Kabupaten Ogan Komerin Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan. Seminar hari pertama ini dimoderatori oleh Israr Iskandar, SS, M.Si dengan nara sumber Drs. Syafrizal Sirin, M.Hum.

 Adapun seluruh judul proposal yang akan dibahas dalam seminar antara lain:

  1. Dinamika Kehidupan Sosial Budaya Daerah Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (1980-2010)
  2. Batagak Payuang pada masyarakat Kuranji Kota Padang (1980-2017)
  3. Padang Pinggir Kota (Papiko) dari Kampung menjadi Kelurahan; studi kasus: Nagari Nanggalo (1980-2018)
  4. Tari Serasan Seandanan: Tari Penyambutan Tamu di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan (1989-2018)
  5. Nilai Budaya Masyarakat Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu dalam Sastra Lisan Serambeak
  6. Kearifan Lokal Masyarakat Ogan Ilir Sumatera Selatan dalam Cerita Rakyat Jeliheman
  7. Rumah Kajang Padati di Kota Padang: Konsep Tata Ruang dan Fungsi Sosial
  8. Tradisi Bimbang Babelai pada Suku Bangsa Serawai di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu
  9. Adat Sedulang Setudung di Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
  10. Ritual Batepong pada Suku Bangsa Pekal di Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara.

Pelaksanaan seminar berlangsung dinamis. Berbagai masukan diberikan para peserta untuk lebih memaksimalkan hasil penelitian khususnya berkaitan dengan urgensi penelitian dan kaitan dengan pelestarian budaya.

Kajian ini diharapkan selain mendeskripsikan aspek budaya dan sejarah, juga dapat menghasilkan kebijkan strategis pelestariannya. Jadi kajian pada intinya berisi temuan kebijakan pelestarian budaya maupun sejarah yang dikaji. (FM)

 

NB: Beberapa judul penelitian pada berita sebelumnya telah diubah sesuai kebutuhan peneliti

Daftar Kajian BPNB Sumbar T.A. 2019

0

Padang – Sebagai unit kerja pelestari budaya, Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat memiliki kegiatan Kajian Pelestarian Nilai-Nilai Budaya. Tujuan pengkajian dimaksudkan untuk menggali nilai-nilai dalam karya budaya atau objek pemajuan kebudayaan. Sebagaimana tertera dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan terdapat sepuluh objek pemajuan kebudayaan. Ke sepuluh objek tersebut yakni tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Pada tahun 2019, BPNB Sumbar akan melakukan kajian tentang objek-objek tersebut. Total ada sepuluh kajian yang tersebar di tiga wilayah kerja yakni Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Ke sepuluh kajian tersebut yakni empat kajian di Provinsi Sumatera Barat, tiga Kajian di Provinsi Bengkulu dan tiga kajian di Provinsi Sumatera Selatan. Sementara tahap-tahap pelaksanaan akan dimulai dengan seminar proposal, pengumpulan data, pengolahan data dan seminar hasil.

Baca juga: Pengumuman Program Kerja 2019

Adapun judul kajian yang rencananya akan dilaksanakan sepanjang tahun ini antara lain:

  1. Dinamika Perubahan Nilai Sosial Budaya Masyarakat Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat;
  2. Rumah Kajang Padati pada Masyarakat Padang– Konsep Tata Ruang dan Fungsi Sosial;
  3. Masyarakat Kuranji Kota Padang dalam Perspektif Sejarah dan Budaya (1992-2017);
  4. Padang Pinggir Kota (PAPIKO) dalam Perspektif Sejarah dan Budaya: Studi Kasus Masyarakat Kecamatan Nanggalo Tahun 1990-2017;
  5. Upacara Daur Hidup pada Suku Bangsa Pekal di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu;
  6. Tradisi dan Kearifan Lokal Masyarakat Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu;
  7. Tradisi Bimbang Babelai pada Suku Bangsa Serawai Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu;
  8. Kearifan Lokal Masyarakat Ogan Ilir dalam Cerita Rakyat Jeliheman;
  9. Budaya Masyarakat Banyuasin di Desa Geledak Dalam, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan;
  10. Kearifan lokal Masyarakat Kawasan Danau Ranau Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Provinsi Sumatera Selatan.

Nantinya, hasil kajian-kajian ini dapat dimanfaatkan sebagai dokumen pendukungan pengusulan warisan budaya tak benda nasional maupun dunia. Hasil kajian juga diharapkan dapat ‘menelurkan’ rekomendasi kepada pemerintah daerah perumusan kebijakan pelestarian budaya.

“kajian ditekankan menghasilkan kontribusi kebijakan strategis kebudayaan. Kemasan hal ini dalam bentuk kegiatan pengedukasian dan internalisasi nilai-nilai budaya untuk menguatkan ketahanan budaya masyarakat” terang Suarman

Selain kajian nilai budaya dan sejarah, BPNB Sumbar juga akan mengadakan pencatatan warisan budaya tak benda (WBTB) di tiga wilayah kerja. Disamping juga mengadakan berbagai even internalisasi seperti Jejak Tradisi Daerah, Lawatan Sejarah Daerah, Belajar Bersama Maestro, Dialog Budaya, Dialog Sinergitas dan lain-lain.(FM)

Pengumuman Program Kerja BPNB Sumbar T.A. 2019

0

Padang – Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat mengumumkan Program Kerja 2019. Pengumuman dilakukan pada Selasa, 29 Januari 2019 di Ruang Rapat BPNB Sumatera Barat. Pengumuman ini  sekaligus menetapkan tim pelaksana semua kegiatan yang meliputi kajian, revitalisasi dan internalisasi nilai budaya. Dengan pengumuman ini artinya seluruh kegiatan sudah dapat dimulai.

Kegiatan tahun ini sesungguhnya merupakan terjemahan dari  tugas dan fungsi BPNB Sumbar sebagai pelestarian budaya. Kegiatan-kegiatan tersebut juga sudah rutin dilaksanakan di tiga wilayah kerja BPNB Sumbar yakni Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Beberapa kegiatan unggulan juga sama yakni Belajar Bersama Maestro, Gelar Budaya, Lawatan Sejarah Daerah dan Jejak Tradisi Daerah serta Fasilitasi dan Kemitraan.

Baca juga: Undangan Menulis Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya

Dalam kesempatan pengumuman tersebut, kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman menekankan agar kegiatan 2019 dilaksanakan ke wilayah-wilayah yang sama sekali belum pernah atau jarang dimasuki. Hal ini sesuai dengan arahan Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk menciptakan pemerataan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sehingga kegiatan kali ini akan menyasar daerah-daerah yang sama sekali baru.

Suarman juga menekankan agar setiap pelaksanaan kegiatan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Hal ini untuk memastikan kegiatan berjalan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara administrasi maupun aspek kemanfaatannya.

Bagi pegawai, kegiatan ini menjadi kegiatan pendukung Sasaran Kinerja Pegawai. Walau begitu, kegiatan tersebut sama pentingnya dengan kegiatan utama. Melalui pelaksanaan kegiatan ini diharapkan pegawai dapat mencapai realisasi sasaran kerjanya dengan baik, disamping mencapai tugas dan fungsi kantor sebagai pelestari budaya.

Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan tahun ini antara lain:

  1. Kajian Pelestarian Nilai Budaya di tiga wilayah kerja BPNB Sumbar
  2. Penerbitan Buku, Jurnal, Leaflet dan Booklet
  3. Inventarisasi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di tiga wilayah kerja BPNB Sumbar
  4. Internalisasi Nilai Budaya di tiga wilayah kerja BPNB Sumbar (Jejak Tradisi Daerah, Lawatan Sejarah Daerah, Dialog Budaya, Belajar Bersama Maestro, Bioskop Keliling dan Pameran hasil kajian, Lomba Karya Tulis, Gelar Budaya, Festival Film Pendek serta Fasilitasi dan Kemitraan). (FM)

LAKIP BPNB Sumbar 2018

0

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat tahun 2018 dapat diunduh di LAKIP BPNB SUMBAR 2018

Undangan Menulis Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya

0

Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat akan kembali terbit. Hingga 2019 ini, penerbitan jurnal ini telah memasuki volume lima. Mulai tahun ini, jurnal tidak hanya terbit dalam edisi cetak, tapi juga online. Waktu penerbitan akan tetap dilakukan secara berkala yaitu dua kali setahun. Untuk nomor satu akan terbit di Juni dan nomor dua terbit di Desember.

Redaksi mengundang para peneliti, profesional dan akademisi untuk dapat mensubmit artikel di http://jurnalbpnbsumbar.kemdikbud.go.id/. Redaksi menerima artikel hasil-hasil penelitian bertemakan sejarah dan budaya di seluruh Indonesia, terkhusus di wilayah kerja Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat yakni Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Artikel yang masuk akan direview oleh redaksi dan Mitra Bestari dan hasil/rekomendasi Mitra Bestari akan menjadi pertimbangan utama sebuah artikel layak atau tidak layak dimuat di jurnal ini.

Panduan penulisan sekaligus template dapat diunduh di TEMPLATE PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL.

LAKIP BPNB SUMBAR 2017

0

Terlampir Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat Tahun Anggaran 2017

LAKIP