Ayam Bernama

0
3868
Ernatip

Penulis: Ernatip

Diantara sekian banyak binatang ternak, ayam termasuk binatang ternak yang banyak di sukai oleh manusia. Banyak orang beternak ayam apalagi yang masih tinggal di kampung-kampung. Memelihara ayam dapat dilakukan secara sambilan, berbeda dengan hewan peliharaan lainnya seperti kambing, kerbau atau sapi. Hewan peliharaan ini perlu dicarikan makanannya (rumput) atau dibawa ketengah padang lazim disebut dengan istilah bagubalo. Memelihara ayam tidak menyita waktu dan hasilnya cepat dirasakan. Orang memelihara ayam ada untuk dikembangbiakan dan hanya untuk diambil telurnya. Ayam dikembangbiakan menjadi banyak dan setelah cukup besar (pantas untuk dipotong) bisa dijual atau dijadikan sebagai sajian dalam keluarga. Daging ayam dan telurnya dibutuhkan oleh manusia dalam keseharian sebagai sumber protein.

 Boleh dikatakan hampir semua orang mengenal ayam sekaligus telurnya. Daging ayam banyak disukai orang terutama dikalangan anak-anak – remaja, begitu juga orang tua-tua. Masa dahulu daging ayam termasuk sajian istimewa adanya dikala ada perhelatan atau hari besar keagamaan. Dikala itu sulit mendapatkan ayam padahal kebanyakan orang memelihara ayam. Ayam baru bisa dipotong setelah berumur 4 – 6 bulan (besar secara alami) dan itupun beratnya belum mencapai satu kilo. Kondisi seperti ini membuat orang jarang makan daging ayam dan kalau ada dalam keshariannya berarti mereka itu termasuk orang berada.

Kubutuhan terhadap daging ayam dan telur ayam dari hari kehari terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Tingkat pendidikan masyarakat sudah mulai maju dan didukung oleh perekonomian yang mulai membaik. Pandangan masyarakat sudah berorientasi pada kecukupan gizi bagi anak-anaknya. Salah satu sumber protein yang mudah didapatkan adalah telur, daging ayam sehingga bahan ini terus diburu oleh masyarakat di samping bahan lainnya. Kebutuhan terus meningkat sedangkan produksi sumber protein “ayam, telur” belum bisa dipacu.

Kondisi ini tidak berlalu begitu saja, berbagai upaya terus dilakukan terutama oleh para pakar teknologi. Akhirnya ditemukan teknologi baru yang bisa menghasilkan daging ayam dan telur dalam waktu singkat. Rentang waktu 30 -40 hari ayam sudah bisa dipasarkan. Teknologi modern itu menghasilkan ayam yang dikenal dengan ayam buras dan ayam petelur. Ayam buras dikenal juga dengan sebutan ayam potong karena khusus untuk dipotong menjadi konsumsi sehari-hari bagi kebanyakan orang. Sedangkan ayam petelur hanya khusus untuk menghasilkan telur. Ayam ini baru dipotong bila sudah tua atau produksi telurnya mulai menurun/berkurang.

Semenjak ditemukannya teknologi ini muncul istilah baru terhadap penyebutan nama ayam yakni adanya istilah ayam kampung, ayam potong, ayam ras, ayam petelur. Ayam kampung adalah penyebutan terhadap ayam yang selama ini diperlihara oleh masyarakat secara tradisional. Maksudnya ayam dipelihara dengan cara dilepaskan mencari makan sendiri. Pagi hari ayam dilepas kealam terbuka dan sorenya masuk kandang. Berbeda dengan ayam potong – ayam petelur yang terkurung dalam kandang makan diatur oleh pemiliknya. Penyebutan nama ayam kampung tidak mengacu kepada wilayah/daerah tempat ayam itu dipelihara. Penyebutan nama itu lebih kepada untuk membedakan dengan ayam hasil olahan teknologi.

Ayam kampung dan ayam buras/petelur ada perbedaannya, pertama dari segi bulunya. Bulu ayam buras/ayam potong umumnya berwarna putih dan bulu ayam petelur umumnya berwarna kemerah-merahan. Sedangkan ayam kampung warna bulunya beragam ada hitam, putih, kuning, merah. Satu ekor ayam memiliki bulu 2 – 4 warna dan bahkan ada yang hanya satu warna yakni warna hitam, putih. Keanekaragaman warna bulu ayam itu mempunyai filosopi bagi masyarakat, sehingga ada yang menyebutnya dengan istilah ayam bernama. Maksud bernama tersebut ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terutama yang berkaitan dengan mistik (alam gaib).

Peninggalan kepercayaan animisme dan dinamisme masih dipercayai oleh  masyarakat hingga saat ini. Kelompok masyarakat ini memang tidak banyak tetapi masih ada pada daerah-daerah tertentu salah satunya di Kota Prabumulih yakni masyarakat Suku Rambang. Masyarakat Suku Rambang masih ada yang melaksanakan ritual-ritual yang diwarisi dari para leluhur misalnya ritual sedekah bumi. Ritual ini dilakukan dalam suatu upacara besar dalam artian memotong hewan berkaki empat (kambing, kerbau atau sapi). Waktu pelaksanaan ritual berdasarkan petunjuk yang diterima oleh “tua menyan” selaku pemimpin upacara tersebut. Selain itu kelompok masyarakat ini masih mempercayai bahwa setiap anak yang lahir itu ada “ayam bawaannnya”, misalnya ayam burek emas, ayam putih kuning dan lainnya. Ini merupakan istilah karena setiap orang itu sepanjang hidupnya ada sedekahan/sesajen untuk persembahan kepada leluhurnya. Untuk sedekahan/sesajen itu ia menggunakan ayam sesuai dengan ayam bawaannnya sejak lahir. Penentuan ayam bawaan itu oleh “tua menyan” melalui petunjuk yang ia terima.

Menurut mereka ayam bernama terbagi dalam 6 kelompok dengan istilanya tersendiri yakni (1) ayam putih kuning, ayam ini bulunya berwarna putih, kakinya berwarna kuning, (2) ayam putih pucat, ayam ini bulunya berwarna putih kakinya pucat. (3) ayam kumbang, ayam ini bulunya berwarna hitam selalu, (4) ayam bulu cahu, ayam ini bulunya 3 warna yakni kuning, hitam dan putih. (5) ayam burek emas yakni ayam jago dan (6) ayam biriang. Masing-masing ayam ini merupakan simbol atau peruntukan khusus untuk hal tertentu. Ayam putih kuning simbol kemakmuran, digunakan untuk mendarahi rumah. Sebelum rumah dibanggun terlebih dahulu lokasinya didarahi dengan darah ayam sebagai bentuk komunikasi dengan makhluk yang ada dilokasi itu agar tidak mengganggu pembangunan tersebut. Ayam putih pucat simbol kekayaan. Ayam kumbang digunakan untuk mengusir makhluk halus (setan) berupa sesajen. Ayam bulu cahu digunakan untuk pengobatan tradisional terhadap penyakit yang berbahaya seperti santet dan lainnnya. Ayam burek emas atau ayam jago simbol karisma atau panutan bagi orang banyak. Ayam biriang simbol kepatuhan, digunakan untuk menutup kesalahan.

Perbedaan kedua antara ayam kampung dan ayam potong/petelur adalah cita rasa dagingnya. Olahan daging ayam bisa menghasilkan beraneka sajian dengan berbagai cita rasa. Saat ini daging ayam termasuk sajian harian karena ayam mudah mendapatkannya seperti ayam potong. Berkaitan dengan rasa ada orang yang mengatakan lebih enak daging ayam kampung dari pada daging ayam potong. Tetapi dalam kenyataan sehari-hari orang lebih banyak mengkonsumsi ayam potong karena harganya terjangkau. Sedangkan ayam kampung populasinya terbatas dan harganya lebih tinggi.

Untuk konsumsi sehari-hari posisi ayam kampung bisa tergantikan oleh ayam potong tetapi untuk keperluan tertentu tidak bisa. Misalnya untuk pengobatan tradisional seperti orang terkena penyakit diganggu oleh makhluk halus, biasanya menggunakan ayam berbulu hitam, disebut juga dengan ayam hitam. Jenis ayam seperti ini termasuk langka, oleh sebab itu harganya mahal. Sekalipun harganya mahal masih saja dibeli orang karena dipercayai mempunyai kekuatan tersendiri sehingga menjadi syarat pengobatan. Selain itu ada lagi untuk mendarahi rumah, biasanya sebelum mendirikan rumah terlebih dahulu lokasi itu didarahi. Darah yang digunakan adalah darah ayam yakni ayam putih kuning. Jenis ayam yang digunakan terhadap hal seperti ini berbeda-beda setiap daerah, tergantung pada permintaan melalui orang pintar (dukun).

Perbedaan ketiga, ayam kampung ada yang namanya ayam jago, disebut juga ayam jantan, apak ayam. Ayam jago mempunyai kelebihan yakni bisa berkokok dan dijadikan sebagai sarana bermain yakni bermain adu ayam atau sabung ayam. Ayam berkokok pertanda hari telah pagi, sebelum masuk waktu subuh kokok ayam sudah mulai terdengar membangunkan orang. Permainan adu ayam cukup terkenal dimasyarakat terutama dikalangan kaum laki-laki. Pada masa dahulu hingga saat ini permainan adu ayam masih dilakukukan orang. Oleh sebab itu harga ayam jago sangat mahal. Selain permainan adu ayam, kokok ayam pun menjadi ajang permainan. Setiap ayam jago mempunyai kokok yang berbeda-beda menghasilkan bunyi yang merdu enak didengar.

Terlepas dari kegunaan ayam untuk kesenangan dan cita rasa, ayam juga sebagai atribut adat oleh kelompok masyarakat tertentu seperti Minangkabau. Di dalam adat Minangkabau sajian yang bersumber dari ayam termasuk adat seperti singgang ayam. Singgang ayam yang dipasangkan dengan nasi lamak adalah bawaan pada prosesi adat bertunangan (di Kota Padang), prosesi adat manjalang mintuo di Kabupaten Lima Puluh Kota (Pangkalan Koto Baru). Hal ini jelas bahwa ayam yang menjadi barang bawaan telah diolah dan siap untuk dinikamti bersama. Berbeda halnya dengan ayam bawaan yang masih hidup seperti pada acara mancaliak anak yang dilakukan oleh pihak bako. Barang bawaan itu selain ayam yang masih hidup juga disertai dengan kain panjang, emas, dan bahan makanan lainnya. Barang bawaan berupa ayam hidup pada prosesi adat ini mempunyai makna, ayam untuk dipelihara, dikembangbiakan sehingga menjadi banyak. Hasilnya bisa untuk keperluan sehari-hari. Dalam hal ini sudah jelas bahwa ayam yang dibawa adalah ayam kampung karena untuk dikembangbiakan.

Mencermati kegunaan ayam bagi manusia sepanjang perjalanan hidupnya, ayam terus digunakan. Dalam keseharian maupun dalam aktivitas yang berkaitan dengan adat ayam pun masih menempati posisi yang dipentingkan. Lebih khusus lagi  ayam kampung merupakan media bagi manusia untuk kepentingan tertentu seperti pengobatan tradisional. Di sini, ayam yang digunakan tidak bisa diganti dengan ayam potong, seberapapun sulit mendapatkannya tetap diusahakan oleh orang yang berkepentingan [Penulis adalah peneliti di kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat].

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Bendang pada Minggu, 28 April 2019