Wisata Halal; Potensi dan Tantangan*

0
1168
Efrianto

Penulis : Efrianto, peneliti pada BPNB Sumatera Barat

Sumatera Barat mengukuhkan diri sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia 2016 di ajang World Halal Tourism Award 2016 setelah menjadi pemenang di kategori World’s Best Halal Culinary Destination dan World’s Best Halal Destination. Penetapan ini sesungguhnya mendatangkan energi tambahan bagi pemerintah, masyarakat dan seluruh stekholder untuk membangun kesadaran bahwa pariwisata di Sumatera Barat sudah saatnya untuk bangkit dan sejajar dengan daerah lain di Indonesia.

Berbicara dalam konteks potensi, hampir seluruh orang mengakui bahwa Sumatera Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki nilai jual lebih. Ditinjau dari aspek keindahan alam, banyak daerah-daerah yang layak untuk dijual seperti keindahan danau kembar di Kabupaten Solok yang sepanjang jalan dari Kota Padang menunjuk ke lokasi wisatawan akan  disungguhkan jalan berliku dan keindahan perkebunan teh dengan suhu udara yang sejuk. Beranjak ke daerah Tanah Datar, ada sebuah nagari yan telah diakui juga oleh dunia sebagai salah satu nagari terindah di dunia. Sebagai orang yang hidup dan besar di Sumatera Barat, banyak tempat daerah yang bisa diceritakan dan digambarkan tentang keindahan dan keelokan alamnya yang bisa dijadikan komoditi wisata.

Di lihat dari aspek sejarah dan budaya Sumatera Barat juga dianugrahkan oleh sang pencipta sebagai kawasan yang di pernah diami oleh orang-orang yang kreaktif dan inovatif di zamannya. Hasil karya merekalah yang sampai hari ini masih bisa dinikmati sebagai sebuah kekayaan budaya yang dibanggakan. Keindahan rumah gadang yang penuh dengan ukiran serta antraksi kesenian randai yang kaya dengan keindahan gerak merupakan bagian kecil dari kekayaan budaya yang bisa dikemas dan di jual kepada wisatawan.

Sejujurnya semua orang mengakui bahwa Sumatera Barat, bukanlah daerah yang kaya akan sumber daya alam yang bisa diekspoltasi untuk meningkatan taraf kehidupan masyarakatnya. Selama ini salah satu sumber utama yang menopang kehidupan ekonomi masyarakatnya adalah hubungan baik antara orang di kampung dengan masyarakat di rantau. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa rantau tidak lagi “sehat” untuk dijadikan sumber penopang kehidupan masyarakat di Sumatera Barat.

Dalam konteks itulah sudah saatnya semua elemen masyarakat yang ada di Sumatera Barat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki untuk dijadikan sumber pendapatan yang akan meningkatkan taraf hidupnya. Keindahan alam, kekayaan sejarah dan budaya serta berbagai pengakuian dari dunia luar yang menyatakan bawah Sumatera Barat menarik untuk dikunjungi merupakan titik awal yang bisa dikembangkan untuk memajukan dunia Pariwisata di Sumatera Barat.

Problem mendasar yang dihadapi dalam pengembangan dunia wisata Sumatera Barat adalah  belum diciptakan pola yang baik tentang dunia pariwisata di Sumatera Barat. Hal ini terlihat belum munculnya ikon-ikon pariwisata dari masing-masing kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Secara budaya kabupaten dan kota di Sumatera Barat (kecuali mentawai) memiliki kekayaan budaya yang hampir sama. Namun pemerintah Propinsi harus mendorong masing-masing kota dan kabupaten membuat ikon-ikon tersendiri yang nanti bisa mereka jual dan promosikan kepada para wisatawan baik lokal dan internasional.

Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatkan kualitas layanan dan akomodasi pariwisata. Pelayanan yang baik dan ramah akan membuat wisatawan menjadi senang dan bukan tidak mungkin mereka akan datang berkunjung lagi. Sudah saatnya cerita lama tentang buruknya kwalitas layanan dan fasilitas penunjang ketika berada di destinasi wisata harus tidak lagi menghiasi pemberitaan, kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan dunia pariwisata di Sumatera Barat.

Stakeholder dan pihak-pihak terkait harus membangun sebuah konsep yang jelas untuk menghubungkan pola prilaku wisatawan dengan adat dan budaya Sumatera Barat. Di sisi adat dan budaya sulit bagi orang di Sumatera Barat membayangkan daerah mereka berkembang seperti Pulau Bali, yang berkembang menjadi daerah yang “bebas” bagi wisatawan untuk menjalankan tradisi dan kebiasan mereka di negara asal. Dalam pengamatan penulis konsep yang menghubungkan antara adat dan budaya Sumatera Barat dengan “prilaku” wisatawan belum teraktualisasikan dengan baik. Dalam konteks itulah pentingnya ikon pariwisata masing-masing kabupaten dan kota diciptakan setelah itu baru dilanjutkan dengan memberikan nuansa adat dan budaya pada masing-masing ikon tersebut diperkuat dan diperjelas.

Kebijakan pemerintah propinsi mengarahkan dunia pariwisata di Sumatera Barat ditujukan ke dunia Islam merupakan sebuah kebijakan yang cukup tepat, sebab adat dan budaya yang terdapat di Sumatera Barat secara teori lebih bisa menerima wisatawan yang berasal dari negara Islam. Di samping itu wisatawan muslim tentu saja lebih bisa menerima dan mengikuti aturan yang sesuai dengan agama mereka. Semua pelaku wisata mengakui bahwa sifat dasar dari wisatawan adalah mencari hal yang baru yang berbeda dari yang mereka rasakan, namun tidak semua wisatawan bisa melupakan dan meninggalkan  tradisi dan kebiasaan mereka di negara asal ketika mereka berada di daerah. Di sinilah titik persoalan yang mesti dicarikan solusi untuk mengatasinya sehingga antara adat dan budaya serta prilaku wisatawan bisa saling menerima dan tidak bertolak belakang. Akhirnya semua masyarakat berharap potensi alam, sejarah dan budaya yang dimiliki Sumatera Barat mampu mendatangkan manfaat yang lebih optimal bagi kehidupan masyarakat di kawasan ini.

 

*Tulisan ini telah dimuat di Harian Singgalang, rubrik Bendang pada 18 Juni 2017