Prof. Lyn Parker: Stigmatisasi Janda Mengakibatkan Wanita Bertahan Pada Perkawinan Buruk

0
1570
Prof. Lyn Parker

Padang (BPNB Sumbar) – Stigma pada perempuan khususnya pada janda dan bercerai di Indonesia masih terjadi. Stigma tersebut bermacam-macam terlebih pada perempuan janda karena perceraian. Stigma tersebut selanjutnya mengakibatkan seorang perempuan bertahan pada perkawinan yang buruk atau  harus rela merahasiakan status jandanya kepada khalayak umum. Setidaknya begitulah simpulan kuliah Prof. Lyn Parker yang disampaikan di Universitas Andalas tentang stigmatisasi Janda.

Prof. Lyn Parker

Prof. Lyn Parker adalah salah satu dosen di University Of Western Australia(UWA). Melalui kerjasama dengan Universitas Andalas, Lyn membawakan kuliah yang berjudul “The Stigmatisation of Widows and Divorcess (Janda) in Indonesia Society”. Sebuah kajian literatur review tentang Stigma atau pelabelan pada perempuan janda di Indonesia. Kuliah tersebut dilaksanakan pada Jumat, 27 January 2017 di Ruang Sidang Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang. Kuliah tersebut dihadiri beberapa peneliti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat.

Artikel “The Stigmatization of Widows and Divorcées (Janda) in Indonesian Society” adalah tulisan Prof. Lyn Parker dalam jurnal edisi khusus yang membahas tentang stigma. Penulis dalam jurnal tersebut terdiri dari berbagai latar belakang ilmu seperti psikologi, hukum, antropologi dll. Tulisan ini sendiri jauh dari kajian-kajian etnografi yang mengandalkan studi lapangan.

Berawal dari perdiskusian dengan seorang wanita yang hingga dua jam tidak mau mengaku sebagai janda, kemudian Lyn memutuskan untuk mengangkat tema tentang stigma yang dihadapi perempuan janda dan sudah bercerai di Indonesia.

Menurut Lyn, konsep tentang stigmatisasi adalah reputasi yang buruk tentang seseorang. Stigma juga identik dengan identitas yang jelek. Beliau mencontohkan bahwa seorang yang sulit untuk belajar disebut ‘lolana’ atau pembelajar yang lambat. Pada awalnya stigma ini dipakai oleh ahli-ahli psikologi kemudian berkembang ke ilmu-ilmu lain dengan tokoh-tokohnya.

Lyn menambahkan Artikel ini memberi sumbangan pada konteks stigmatisasi. Dalam kajiannya stigmatisasi kepada perempuan ditujukan pada beberapa kelompok perempuan seperti: perempuan tidak menikah hingga usia 3o tahun (perawan tua), ibu-ibu yang tidak menikah, pasangan mandul (menyalahkan wanita), perempuan gundik, perempuan yang bekerja di hotel dll.

Dalam berbagai kajian, stigmatisasi atau pelabelan dipakai untuk memisahkan orang dengan orang lain. Biasanya dipakai untuk memberi label pada minoritas. Lebih jauh dia menganalisis bahwa stigmatisasi identik dengan kekuasaan. Stigma oleh orang yang berkuasa digunakan untuk mengukuhkan kekuasaannya.

Sesungguhnya ada apa dibalik stigmatisasi? Menurut Lyn, Stigmatisasi bisa dianalisis dari institusi perkawinan. Insitusi tersebut menstigmakan bahwa idealnya seorang perempuan adalah menikah maka diluar itu adalah orang yang bersalah. Hal ini juga digunakan untuk mengukuhkan UU perkawinan. Dengan adanya berbagai institusi tersebut kemudian menstigmakan bahwa seolah perceraian tidak patut terjadi.

Menurut Lyn stigmatisasi berdampak pada seorang perempuan bertahan pada situasi buruk perkawinan atau merahasiakan status jandanya kepada orang lain. Kajian ini membuka peluang pada kajian-kajian lanjutan di masa yang akan datang.