Sistem Religi Masyarakat Nelayan Paoman
Oleh
Ria Andayani S.
(BPNB Jabar)
Masyarakat nelayan di Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu memeluk agama Islam. Di samping itu, mereka memiliki karakteristik sebagai masyarakat nelayan yang juga salah satunya mempercayai kekuatan besar yang tidak bisa divisualisasikan, tapi hanya diyakini dalam hati. Kondisi nelayan yang berbulan-bulan berada di laut, diterpa gelombang, hujan badai, dan bertaruh nyawa membuat para nelayan sadar bahwa laut menyimpan suatu kekuatan besar. Oleh karena itu, mereka memiliki serangkaian ritual tradisi lokal yang berhubungan dengan pekerjaan mereka sebagai nelayan.
a. Bertanya Kepada Orang Pintar Sebelum Melaut
Nelayan di Paoman memiliki tradisi yang selalu bertanya kepada orang pintar sebelum membuat perahu, membuat jaring, hingga waktu keberangkatan untuk pergi melaut. Selain dalam soal pekerjaan, bertanya kepada orang pintar juga dilakukan ketika keluarga nelayan akan melaksanakan hajatan, seperti khitanan anak, pernikahan, dan ketika hendak merantau bekerja di luar negeri. Tujuan mereka bertanya kepada orang pintar adalah untuk keselamatan merka selama bekerja dan agar hasil tangkapan ikan mereka melimpah. Selain itu, nelayan percaya bahwa hal itu membuat mereka tersugesti dan etos kerjanya bisa lebih baik.
Orang pintar yang dimaksud adalah seseorang yang dianggap “mandi” atau sakti ucapannya. Mereka diyakini bisa menerawang dan hanya mau terbuka kepada para nelayan yang hendak meminta petunjuk. Nelayan yang datang kepada orang pintar tersebut biasanya akan mendapat sesuatu, seperti kemenyan atau rokok, doa-doa serta petunjuk untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh orang pintar tersebut. Antarorang pintar yang satu dengan orang pintar lainnya biasanya ada kekhasan masing-masing yang membedakan satu sama lainnya.
Jika nelayan A cocok dengan orang pintar A. Belum tentu nelayan B cocok dengan nelayan A. Kecocokan tersebut biasanya diukur dari hasil tangkapan ikan yang sesuai dengan harapan nelayan yang bersangkutan. Bila ada satu kelompok yang mendapatkan hasil laut melimpah maka kelompok lain akan bertanya, “ Kepada “dukun” siapa nelayan itu meminta doa?”. Bukan tidak mungkin banyak nelayan yang pindah ke orang pintar tersebut karena tergoda melihat hasil tangkapan ikan yang melimpah. Hal itu menandakan nelayan tersebut tidak cocok dengan orang pintar sebelumnya. Itu artinya nelayan bisa saja berganti-ganti orang pintar sampai mendapatkan yang cocok dengannya.
Nelayan umumnya memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan ritual ini. Misalnya, setelah membersihkan perahu, dengan ditemani oleh orang pintar atau paranormal, mereka membakar kemenyan dan membacakan wirid-wirid tersendiri. Mereka beranggapan bahwa asap kemenyan akan menyampaikan doa mereka ke langit. Tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan berkah agar hasil yang diperoleh bisa lebih banyak. Ritual ini diturunkan turun temurun dari para leluhur dan sulit dihilangkan karena mengakar di kalangan nelayan. Selain itu pula, doa membakar kemenyan diambil dari potongan ayat-ayat al-Qur’an atau dzikr-dzikr umat Islam pada umumnya. Namun, jumlah dzikrnya memiliki aturan tersendiri. Seperti “subhanallah” yang dibaca seribu kali dan sebagainya. Masing-masing nelayan memiliki “pakem” tersendiri dalam melaksanakan ritual ini. Ritual ini tidak bisa sembarangan diperlihatkan ke orang selain anggota kelompok si nelayan.
b. Menggunakan Jimat Untuk Menguatkan Fisik
Nelayan di Paoman biasa menggunakan jimat-jimat tertentu ketika bekerja. Jimat tersebut didapatkan dari orang pintar yang dipilihnya, seperti secarik kertas bertuliskan al-qur’an gundul yang dibungkus kain putih, batu alam, dan keris. Hal ini juga tak jarang mereka dapat dari hasil ziarahnya ke Cirebon. Jimat tersebut ditengarai dapat memberi kekuatan yang tidak bisa dicerna oleh akal.
c. Melekan dan Sambetan
Kawin dengan kapal (melekan) merupakan tradisi nelayan sebelum melaut. Nakhoda kapal berjaga sepanjang malam, berbaring di atas kapal dengan mata terbuka. Ritual ini biasa disebut dengan melekan. Di waktu subuh mereka akan berangkat, setelah sebelumnya melakukan ritual sambetan, yaitu mencipratkan air ke tubuh perahu sambil mengucapkan dzikr selamatan yang dipetik dari ayat-ayat al-Qur’an. Air sambetan dibuat dari air ditambah cabe kunyit lalu direbus. Jika mereka gagal, perahu yang akan disalahkan.
d. Ngalap Berkah ke Makam Wali dan Makam Orangtua
Banyak nelayan yang meminta berkah ke makam wali di Cirebon, yaitu makam Sunan Gunung Djati. Mereka biasa berziarah di sana dan memanjatkan doa di depan makam. Wali, dalam hal ini diyakini sebagai orang suci atau seseorang yang memiliki kharisma di masanya. Ziarah ke makam nenek atau kakek juga menjadi tradisi masyarakat setempat. Mereka biasa menyediakan dan makan sesajen di samping makam sambil berbicara di depan kuburan siang hari. Tujuannya adalah meminta restu untuk melakukan serangkaian aktivitas, seperti anak nelayan yang hendak pergi merantau ke luar negeri sebagai TKW.
e. Sesajen di Perempatan dan Waktu Malam Takbiran
Seperti kebanyakan masyarakat pesisir lainnya, kaum nelayan Indramayu juga masih mempercayai adanya makhluk halus. Di desa Limbangan, setiap malam takbiran, para keluarga nelayan bisa menaruh sesajen di suatu ruangan tertentu, seperti nasi, kembang tujuh rupa, buah-buahan, dan lain-lain. Mereka percaya bahwa setiap malam takbiran, orangtua mereka yang sudah meninggal mengunjungi rumah mereka, berkumpul di malam takbiran. Sesajen itu kadang dibiarkan hingga membusuk, kadang juga esok paginya dimakan bersama-sama. Ritual ini tidak pernah ketinggalan dilakukan. Dengan demikian, ada komitmen religius yang kuat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.
Selain malam takbiran, terutama banyak yang masih mempercayai makhluk halus di perempatan jalan. Biasanya, jika ada anak yang sakit, mereka akan menaruh sesajen di perempatan jalan dan dibiarkan begitu saja. Namun, semakin zaman berkembang, sebagian sudah menyadari bahwa pergi ke dokter lebih baik ketimbang menaruh sesajen di perempatan.
f. Melaksanakan Upacara Nadran atau Pesta Laut
Masyarakat nelayan di Kelurahan Paoman melaksanakan upacara nadran di Kerangsong, bergabung dengan nelayan lainnya yang menggunakan Tempat Pelelangan Ikan Kerangsong untuk menjual hasil tangkapan. Nadran atau pesta laut merupakan salah satu tradisi yang dilestarikan oleh para nelayan di tengah berbagai gelombang perubahan dengan caranya tersendiri. Kata “nadran” sendiri, menurut para nelayan, berasal dari kata “nazar” yang dalam agama Islam berarti “pemenuhan janji”.
Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, dan merupakan ritual tolak bala (keselamatan). Menariknya, upacara tersebut setiap tahunnya menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta karena masyarakat pesisir meyakininya sebagai suatu ritual wajib yang apabila tidak dikerjakan maka akan menimbulkan berbagai marabahaya.
Ada beberapa rangkaian ritual dalam pesta laut ini. Sewaktu pergelaran tari jaipong dilakukan oleh puluhan penari, para juru kunci membakar kemenyan dan menyiapkan sebutir telur ayam kampung. Sebelum dilarung ke laut, perahu terlebih dahulu diberkati. Proses dimulai ditandai dengan pelemparan telur ayam kampung ke perahu. Perahu yang telah diisi sesajen kemudian dilarung ke laut. Sesajen yang diberikan oleh masyarakat disebut ancak, yaitu anjungan berbentuk replika perahu yang berisi kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan khas, dan lain-lain.
Sebelum dilepaskan ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang telah ditentukan sambil diiringi dengan berbagai suguhan seni tradisional, seperti tarling, genjring, bouroq, barongsai, telik sandi, jangkungan, ataupun seni kontemporer. Para nelayan sangat memegang teguh aspek spiritual mereka melalui penyelenggaraan nadran. Mereka rela tidak melaut selama satu hingga dua bulan demi melaksanakan nadran yang menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta.
g. Mempercayai pantangan-pantangan dan tempat angker
Ada beberapa pantangan yang dipercaya oleh masyarakat nelayan di Kelurahan, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, yakni:
– Dilarang menangkap hiu paus atau lebih dikenal ikan geger lintang
Ikan tersebut dipercaya oleh mereka sebagai mbahnya, dewanya, atau bibit dari segala ikan. Kalaupun ikan geger lintang masuk dalam jaring atau jala mereka, biasanya ikan tersebut akan dilepaskan lagi ke laut.
– Dilarang berbicara sembarangan dan tertawa lepas di wilayah Pantai Song.
Konon penghuni Pantai Song itu sumbing. Jadi, kalau hal itu dilakukan, dipercaya akan membuat penghuni Pantai Song tersinggung. Seolah-olah, mereka sedang mentertawakan dia. Selain itu, konon pPantai Song juga tidak bisa dikeruk. Sekali waktu pernah dicoba untuk mengeruk Pantai Song, yang ada justru alat keruknya yang amblas.
– Dilarang berbicara sembarangan atau berbuat yang tidak baik
Pelarangan ini diperuntukan bagi mereka yang berada di sekitar jembatan Raja Gumiwang. Konon menurut para orang tua, tempat tersebut ditunggui oleh seekor ular yang sangat besar. Oleh karena itu, dulu mereka melaksanakan upacara baritan di tempat tersebut. Kepercayaan itu masih ada sampai sekarang.
– Anak-anak dilarang keluar setelah magrib
Penduduk asli Paoman biasanya akan melarang anak-anaknya keluar setelah magrib, karena pada saat itulah makhluk halus keluar dan berbahaya bagi anak-anak. Apalagi ketika berlangsung hari pasar, konon dipercaya makhluk halus pun ikut keramaian dalam hari pasartermasuk ketika hari pasaran tiba. Konon, makhluk halus pun ikut meramaikan hari pasar pada malam hari.
– Tidak melaut saat ada orang meninggal
Waktu yang dipilih oleh nelayan untuk pergi melaut tidak boleh sama dengan hari meninggal orang tuanya. Jika yang mencari ikan di laut menggunakan kapal besar, yang jadi jadi larangannya adalah hari meninggalnya orang tua kapten kapal tersebut.
– Dilarang melaut di tempat-tempat yang dianggap angker
Pulau Cantiang dan Pasir Tiris masih dipercaya merupakan tempat yang angker. Banyak nelayan yang melihat pulau tersebut pada malam hari tampak seperti pelabuhan. Tak heran, ada juga di antaranya nelayan yang terkecoh sehingga mengarahkan perahunya atau kapalnya ke tempat tersebut. Padahal, pada kenyataannnya kapal atau perahu tersebut terdampar di batu karang. Oleh karena itu, banyak kapal yang terdampar di tempat tersebut.