Berbentuk seperti huruf L atau J, Badik adalah salah satu senjata tradisional lampung yang umum dikenal oleh masyarakat Lampung baik di kalangan masyarakat kota maupun desa. Senjata tradisional ini sekilas tidak jauh berbeda dengan pisau biasa namun diberi sarung dan gagang yang membengkok serta mata pisau meruncing ke atas.
Penyebutan badik pada senjata ini mengingatkan kita pada senjata tradisional dari Provinsi Sulawesi Selatan. Tidak jelas asal usulnya apakah Badik lampung terinspirasi dari senjata tradisional masyarakat Sulawesi Selatan? atau sebaliknya? Sampai saat ini belum dapat dipastikan. Asumsi sementara menyatakan bahwa Kerajaan Bone dan Gowa (Sulawesi Selatan) memperkenalkan senjata tersebut (badik) pada kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Yang menarik, banyak pernyataan dari kalangan tua Lampung yang mengatakan bahwa Badik Lampung memang senjata asli masyarakat Lampung..
Terlepas dari masalah asal usul, penggunaan Badik pada sebagian masyarakat Lampung lebih banyak digunakan sebagai lambang kejantanan. Tidak heran bahwa masih ada dari mereka yang kerap membawa badik dalam kegiatan sehari-hari. Meskipun pada akhirnya, sedikit demi sedikit badik yang terselip di pinggang para laki-laki Lampung sudah mulai ditinggalkan karena himbauan pemerintah untuk tidak membawa senjata tajam di tempat-tempat umum sudah sangat tersosialisasi hingga ke pelosok daerah.
Penamaan Badik Lampung tidak merujuk pada satu bentuk senjata tajam tradisional. Ada dua jenis senjata yang masuk kategori Badik Lampung, yaitu Badik Kecil dan Siwokh. Dinamakan Badik kecil karena jenis badik tersebut berukuran kecil, sekitar 11 x 2 cm bilah tajamnya. Siwokh adalah badik berukuran besar dengan ukuran 19 x 2 cm. Siwokh terbagi menjadi dua jenis: Siwokh Bebai (Bebai = perempuan) dan Siwokh Ragah (Raga = laki-laki). Secara keseluruhan tidak ada perbedaan di antara kedua Siwokh tersebut. Perbedaannya hanya terletak pada lubang yang hanya ada pada Siwokh Bebai.
Bahan yang digunakan untuk membuat Badik Lampung terdiri dari bahan logam dan kayu. Logam digunakan untuk membuat senjata sedangkan bahan kayu digunakan sebagai gagang senjata dan sarung. Logam yang dipilih biasanya dari baja berkualitas. Kayu yang digunakan sebagai gagang dan sarung tidak secara spesifik harus dari jenis kayu tertentu. Pemillihan kayu hanya didasarkan pada guratan, mudah dibentuk, dan awet. Pada zaman kerajaan, bahan kayu hanya dipergunakan oleh masyarakat biasa. Para sesepuh, bangsawan, dan raja menggunakan bahan gading yang dilapis emas.
Proses pembuatan Badik Lampung secara umum tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan senjata tajam di daerah lainnya, yaitu dengan cara ditempa. Zaman dahulu, Proses penempaan diyakini lebih rumit dan memerlukan ketelitian, jiwa seni, dan pengetahuan tentang pamor/warangan. Hal tersebut teridentifikasi dari keberadaan badik-badik tua yang rata-rata memiliki pamor/warangan. Tidak hanya itu, diyakini bahwa goresan akibat sabetan Badik Lampung zaman dahulu sangat sulit untuk disembuhkan. Apabila obyek terkena sabetan adalah pohon, dapat dipastikan pohon tersebut akan mengering dan mati. Zaman dahulu, para pemakai Badik Lampung kerap melumuri bilah tajamnya dengan bacem kodok, yaitu semacam racun yang berasal dari jenis kodok tertentu.
Saat ini, proses pembuatan Badik Lampung secara umum sudah sangat jarang menggunakan motif pamor/warangan. Dengan demikian, penentuan berkualitas atau tidaknya sebuah Badik Lampung tidak dilihat dari pamor/warngkanya. Apalagi pengetahuan tentang arti dibalik pamor/warangan yang sudah sangat jarang diketahui masyarakat. Kriteria Badik Lampung yang berkualitas cukup dilihat dari suara yang dihasilkan ujung badik tatkala disentil dengan kuku jari. Semakin nyaring suaranya maka Badik tersebut akan semakin berkualitas.
Sumber:
“Badik Lampung”, Rumusan Forum Grup Disccusion (FGD) Badik Lampung
Tanggal 20 Desember 2017 oleh Bidang Kebudayaan
Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Lampung.
Badik Lampung Senjata Tradisional yang Beracun,
dalam https://asyraafahmadi.com/in/pengetahuan/
spesialisasi/persenjataan/senjata-tradisional/badik-lampung/
April 9, 2018