Ritual Mendirikan Rumah Adat Kampung Wana di Lampung Timur
Oleh
Ani Rostiyati
(BPNB Jabar)
Ada beberapa ritual dalam mendirikan rumah adat di Kampung Wana Lampung Timur. Dimulai dengan bacoan, yaitu ritual sebelum mendirikan rumah. Dalam upacara tersebut, mereka menyiapkan hidangan kue sekubal yakni ketupat ketan dicampur dengan kelapa. Ketupat ketan merupakan penggalan dari kata pat (lepat) bermakna salah, sedangkan beras ketan bermakna bersatu atau lengket. Ketupat ketan merupakan simbol supaya yang mendiami rumah akan bersatu atau lengket seperti ketan dan bisa bersosialisasi atau bergotong royong dengan tetangga. Dalam membangun rumah adat di Kampung Wana ini didahului dengan ritual menanam kepala kerbau sebagai penolak bala untuk mencari keselamatan. Setelah itu memilih kayu yang bagus dan keras seperti kayu merbau karena mengandung minyak agar jauh dari hama pemakan kayu. Untuk mendapatkan kayu merbau tersebut warga mencari dan menebang pohon di dalam hutan. Pohon merbau adalah pohon tinggi besar dengan usia diatas 10 tahun berdiameter kurang lebih 4 kali bentangan tangan manusia. Untuk menebang pohon mencari waktu bulan yang baik, yakni akhir bulan Maulud. Setelah kayu dipotong dan dibelah kemudian direndam di sebuah telaga atau sungai agar kayu tersebut kuat tidak mudah pecah. Selain kayu merbau, ada juga bambu betung yang bentuknya lebih besar kuat dan tebal bila dibandingkan dengan bambu lainnya.
Setelah bahan di dapat, mulai membuat umpak. Umpak adalah batu yang akan dijadikan fondasi rumah panggung di Kampung Wana. Cara pemasangan batu umpak sangat sederhana, yaitu tanah yang akan diletakkan batu umpak terlebih dahulu dikeraskan, agar ketika batu umpak dipasang tanah tersebut kuat. Umpak yang dipasang di setiap sudut rumah diberi emas murni dengan cara emas murni dikerik, kemudian di simpan di kapas, dimasukkan ke dalam keong dan diberi benang dari kain tua. Emas murni tersebut merupakan simbol keagungan dan kemuliaan. Apabila tidak ada emas murni dapat diganti dengan perak. Pemasangan kerikan emas murni atau perak tersebut mengandung simbol bahwa nantinya rumah tersebut akan bercahaya bagaikan kilauan emas atau perak dan tidak menunjukkan kesan gelap.
Selesai membuat umpak, mulai memasang tiang, dinding, blandar, atap dan lantai rumah. Di atas blandar digantungkan kain tua milik leluhur yang besarnya menyerupai bendera merah putih, satu tandan pisang lampung mentah (petii mulii), sebutir batang padi, dan kain putih berukuran 50 x 50 cm (seperti saputangan) diberi tulisan huruf Arab gundul, dan satu tangkai pohon beringin. Fungsi benda-benda yang disimpan di atas blandar tersebut sebagai penolak bala, agar yang menempati rumah nantinya dijauhkan dari mara bahaya. Demikian, ritual yang masih dilakukan masyarakat dalam mendirikan rumah adat di Kampung Wana Lampung Timur.