You are currently viewing Raksa Dogar

Raksa Dogar

Raksa Dogar

oleh
Ali Gufron
(BPNB Jabar)

Kabupaten Garut tidak hanya terkenal dengan dodol atau jaket kulitnya saja, tetapi juga dikenal karena keberadaan satu jenis hewan yaitu domba. Bagi masyarakat Garut, keberadaan domba dalam mengisi khasanah kehidupan mereka menarik untuk disimak. Hal ini disebabkan ada kekhasan tersendiri dari sosok domba Garut tersebut. Dengan kata lain, besar kemungkinan bahwa domba Garut merupakan hasil dari persilangan. Terbukti dengan data yang bersumber dari id.wikipedia.org, domba Garut yang awal mulanya dikembangkan di daerah Limbangan merupakan campuran perkawinan antara domba lokal dengan domba jenis capstaad dari Afrika Selatan dan domba Merino dari Australia. Hasilnya, terbentuklah sebuah varietas baru yang besar, gagah, dan bertanduk indah. Namun, vesi lain menurut Suwardi Alamsyah Priarana, dkk (1993:16), mengatakan bahwa domba Garut adalah hasil perkawinan silang segitiga antara domba Merino, domba ekor gemuk yang berasal dari Jazirah Arab dan Australia, serta domba Priangan. Beberapa buktinya dapat terlihat pada ekor, bulu, dan tanduk. Ekornya bercirikan ekor gemuk, bulu dan tanduknya bercirikan domba Merino.

Lepas dari berbagai versi tersebut, domba varietas baru inilah yang kemudian dijadikan sebagai domba aduan oleh orang-orang Cibuluh yang dikenal dengan istilah ngaben/pamidangan/ngadu domba yang biasa dilaksanakan di lapangan Bunisari, Kampung Cibuluh. Seiring berjalannya waktu, permainan rakyat ini tidak hanya dikenal di Garut saja, melainkan menyebar hampir ke seluruh wilayah Jawa Barat. Ngadu domba tidak hanya bertujuan sebagai penyalur kesenangan, tetapi juga sudah merambah ke ajang adu prestasi, dan gengsi para pesertanya.

Bagi masyarakat Garut sendiri, domba Garut telah menjadi suatu ikon yang mengangkat nama daerah hingga ke tingkat nasional. Domba Garut tidak hanya dijadikan sebagai hewan aduan, tetapi dikreasikan sedemikian rupa menjadi beberapa macam kesenian sebagai bentuk perwujudan akan rasa keindahan. Salah satu di antaranya adalah kesenian Raksa Dogar (bandingkan dengan Raja Dogar)

Raksa Dogar adalah istilah yang digunakan untuk menamakan sebuah pertunjukan kesenian atau helaran. Istilah ini berasal dari dua kata, yaitu “Raksa” dan “Dogar”. “Raksa” adalah singkatan dari “Raksasa”, sedangkan “Dogar” adalah akronim dari “Domba Garut”. Jadi, Raksa Dogar dapat diartikan sebagai sebuah pertunjukan yang mempertontonkan sosok domba Garut dalam wujud boneka berukuran raksasa. Dalam pementasannya dua buah raksa dogar diusung oleh delapan orang pemain.

Menurut visitgarut.garutkab.go.id, awal mula terciptanya kesenian ini diilhami oleh domba bernama Naga milik almarhum Aen yang oleh masyarakat Desa Dayeuhmanggung, Kecamatan Cilawu dianggap telah mengangkat nama Dayeuhmanggung di setiap perhelatan pamidangan. Setelah Si Naga mati, untuk mengenangnya, berdasarkan informasi dari situs  sipaku.disparbud.garutkab.go.id disebutkan bahwa pada sekitar tahun 2010 salah seorang warga Dayeuhmanggung bernama Cahya Diningrat beserta masyarakat setempat membuat replika Si Naga dalam bentuk boneka sajodo (sepasang) berukuran tinggi sekitar 2 meter dan panjang sekitar 2,5 meter.

Kedua boneka domba raksasa tersebut kemudian diarak dalam bentuk helaran diiringi oleh sekitar 40 orang pesilat kanak-kanak. Adapun tujuannya tidak hanya untuk mengenang Si Naga, tetapi juga memperkenalkan domba Ciwalu, khususnya Dayeuhmanggung sebagai domba kualitas terbaik. Harapan mereka, masyarakat Garut menjadi tertarik dan turut mengembangkan ternak domba.

Selain itu, sebagai penyemarak, pertunjukan Raksa Dogar diiringi oleh reog dan kendang penca. Kesenian kendang penca sendiri pada mulanya berfungsi sebagai pengiring seni beladiri pencak silat. Namun dalam perkembangan selanjutnya digunakan pula sebagai pengiring permainan ngadu domba/pamidangan dan raksa dogar. Adapun waditra dalam kesenian ini terdiri atas: (1) kendang atau gendang (kendang berukuran besar); (2) dua buah kulanter (kendang kecil); (3) tarompet terbuat dari bahan kayu dan tempurung; dan (4) kempul (canang) merupakan alat musik pukul yang berfungsi sebagai penambah harmonisasi bunyi kendang atau lagu. Lagu-lagu yang sering dibawakan dalam kesenian Kendang Panca khususnya untuk mengiringi Pertunjukan Raksa Dogar diantaranya “Buah Kawung” dan “Bajing Luncat”.

Apabila dicermati, pertunjukan raksa dogar tidak hanya bertujuan sebagai sarana hiburan semata. Ada nilai-nilai budaya tertentu yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu adalah: kreativitas, ketekunan, kesabaran, kerja keras, kerja sama, kekompakan, dan kreativitas. Nilai ketekunan, kesabaran, kerja keras, dan kreativitas tercermin dalam proses pembuatan boneka domba raksasa. Untuk dapat membuatnya tentu diperlukan kreativitas, ketekunan, kesabaran, dan kerja sama. Tanpa itu, mustahil dapat membuat sebuah boneka domba berukuran besar yang terlihat gagah, kuat, dan megah. Nilai kerja sama tercermin dalam proses pementasan raksa dogar itu sendiri. Sebagai sebuah helaran raksa dogar tentu melibatkan berbagai pihak yang satu dengan lainnya saling membutuhkan. Untuk itu diperlukan kerja sama sesuai dengan peran dan kedudukan masing-masing agar pementasan berjalan dengan lancar. Dan, Nilai kekompakan yang tercermin dalam suatu pementasan yang padu sehingga berjalan dengan lancar.

Sumber:
“Domba Garut”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Domba_Garut, tanggal 17 April 2020.
“Kesenian Raksa Dogar”, diakses dari https://visitgarut.garutkab.go.id/id/read/kesenian-raksa-dogar-388, tanggal 17 April 2020.
Priarana, Suwardi Alamsyah, dkk. 1993. Permainan Rakyat Ngadu Domba di Kampung Cibuluh Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia. 1990.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
“Raksa Dogar”, diakses dari https://sipaku.disparbud.garutkab.go.id/raksa-dogar, tanggal 20 April 2020.