Pindang Gunung
Oleh:
Irvan Setiawan
(BPNB Provinsi Jabar)
Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu wilayah kab/kota dalam Provinsi Jawa Barat yang diresmikan pada tanggal 25 Oktober 2012. Sebagai wilayah yang identik dengan unsur kepariwisataan, Kabupaten Pangandaran menyimpan beragam kekayaan budaya yang memang ada sejak dahulu. Salah satu dari kekayaan budaya tersebut adalah pindang gunung. Awal mula keberadaan sajian pindang gunung tidak dapat diketahui secara pasti baik melalui pencarian data primer maupun data sekunder. Dari data primer, diperoleh informasi bahwa pindang gunung sudah dikenal dari orangtuanya sejak tahun 1975. Pada waktu itu, pindang gunung masih belum begitu populer pada masyarakat Pangandaran. Awal kepopuleran pindang gunung yaitu sejak berdirinya Kabupaten Pangandaran (2012). Proses pencarian ikon budaya khas Pangandaran menemukan adanya kuliner tradisional bernama pindang gunung yang kemudian diangkat menjadi salah satu ikon budaya khas Pangandaran.
Sebagai salah satu kuliner khas pangandaran, nama pindang gunung kerap disalahartikan. Kata “pindang” dalam definisi umum merupakan jenis ikan yang diawetkan. Berbeda halnya dengan definisi “pindang” dalam pindang gunung yang merupakan sejenis sayur berbahan dasar ikan laut. Jadi, kata “pindang” dalam hal ini dapat diidentikkan dengan kata “angeun” dalam bahasa sunda. Sementara itu, kata “gunung” dalam pindang gunung didasarkan pada bumbu-bumbu kuliner pindang gunung yang diperoleh dari wilayah pinggiran (dataran tinggi/gunung). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa nama pindang gunung merupakan salah satu kuliner yang berbentuk sayur ikan dengan bumbu-bumbu yang berasal dari daerah atau wilayah pegunungan, seperti : daun kedongdong, buah honje (kecombrang), kunyit, dan cabe rawit. Ikan sebagai bahan utama pada waktu itu rata-rata diambil dari hasil laut yang masih segar. Rasa yang ditawarkan kuliner pindang gunung ini adalah kesegaran yang berasal dari paduan rasa asam, gurih, dan pedas.
Pada awalnya, pindang gunung merupakan kuliner yang menjadi konsumsi harian masyarakat pinggiran (dataran tinggi atau pegunungan). Seiring dengan perkembangan zaman, pindang gunung mulai dikenal dan digemari oleh masyarakat di wilayah pesisir. Wilayah pesisir yang identik dengan wilayah pantai membuat sajian pindang gunung mengalami perubahan pada jenis ikan. Masyarakat pantai yang lebih menggemari ikan laut dari jenis tertentu kemudian diadaptasikan pada kuliner pindang gunung. Jenis ikan laut yang disukai dijadikan bahan utama kuliner pindang gunung di antaranya ikan kakap, kue, kerapu, dan tongkol.
Proses pengolahan kuliner pindang gunung pada awalnya hanya menggunakan bumbu yang terdiri dari buah honje, daun kedongdong, kunyit, dan cabe rawit. Seluruh bumbu tersebut berikut dengan ikan sebagai bahan utama dibersihkan tanpa dihaluskan (diulek) terlebih dahulu. Didihkan air dalam panci lalu seluruh bumbu dan ikan di-gebrus (dituangkan semua) kemudian taburi garam secukupnya. Setelah matang lalu sajikan.
Saat ini, banyak inovasi yang dilakukan pada kuliner pindang gunung. Salah satunya adalah dengan cara menggoreng ikan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan kuah bumbu. Inovasi lainnya adalah melalui penggunaan bahan terasi yang diulek bersama dengan garam, cabe rawit, dan buah honje, kemudian masukan ke dalam air mendidih bersama dengan ikan dan daun kedongdong.
Pindang gunung adalah kuliner yang tidak mengandung unsur sakral. Kuliner pindang gunung diciptakan dengan menggunakan bahan-bahan (bumbu) yang diperoleh dari lingkungan alam dan perilaku Keseharian masyarakat (pantai). Dengan demikian, nilai dan makna yang terkandung dalam kuliner pindang gunung hanyalah pada upaya pemanfaatan kekayaan alam. Setelah pindang gunung populer dan menjadi ikon budaya masyarakat Kabupaten Pangandaran pindang gunung memiliki nilai ekonomi. Terlihat dari banyaknya warung makan, restoran dan hotel sepanjang pantai pangandaran yang kerap menyajikan kuliner pindang gunung.
Upaya pemerintah daerah Kabupaten Pangandaran dalam melestarikan kuliner khas Pangandaran ini adalah dengan mengikutsertakannya pada event-event besar, seperti festival kuliner pindang gunung. Bahkan, dalam festival kuliner tersebut telah tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). Acara yang digelar oleh Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) Universitas Padjajaran (UNPAD) Pangandaran, pada tanggal 24 November 2018 berhasil menyajikan 2018 porsi pindang gunung (sindonews, 2018).
Hasil yang diperoleh dari upaya pelestarian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pengandaran dapat dikatakan sangat memuaskan. Saat ini, sajian pindang gunung dapat dengan mudah dijumpai di berbagai warung makan, restorant, dan hotel-hotel di wilayah Kabupaten Pangandaran.
Daftar Sumber:
- Masduki, Aam; dkk. “Pindang Gunung Kuliner Khas Kab. Pangandaran”, Laporan Perekaman Sejarah dan Karya Budaya, Bandung: BPNB Jabar.
- Sindonews, 2018. “Pindang Gunung Pangandaran Raih Rekor MURI ke-8.755”, dalam https://daerah.sindonews.com tanggal 25 November 2018