Pada tanggal 28 September 2017 di Plaza Insan Berprestasi Gedung A Kemdikbud, para insan berprestasi di bidang kebudayaan menerima penghargaan yang diserahkan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ada sejumlah insan berprestasi dari wilayah BPNB Jawa Barat yang menerima penghargaan, yaitu
Ato Hermanto (Wilayah Jawa Barat)
(Kategori Pelestari)
Salah satu impian Ato Hermanto, pria kelahiran 2 Mei 1960 adalah dodol menjadi ikon Kota Garut. “Begitu orang menyebut dodol, orang akan langsung teringat Garut,” katanya berapi-api. Oleh karena itu, ia tak pernah kenal lelah berjuang melestarikan dan mengembangkan dodol agar tetap eksis dan cocok dengan selera zaman.
Toety Heraty Rooseno (Wilayah DKI Jakarta)
(Kategori Bintang Budaya Paramadharma)
Toety Heraty Rooseno lahir di Bandung, 27 November 1933 dari seorang ayah bernama Rooseno dan ibunya bernama RA Oentari. Kebesaran sang ayah yang merupakan guru besar di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pernah menjadi Menteri Perhubungan dalam kabinet Ali Sastroamidjojo, serta beberapa pejabat penting lainnya tidak menjadikan Toety kecil manja, apalagi bermalas-malasan untuk pergi bersekolah. Ia menempuh pendidikan sarjana muda kedokteran di Universitas Indonesia (UI) tahun 1955. Kemudian melanjutkan studi di Fakultas Psikologi UI tahun 1962. Dan, pada tahun 1974, ia menjadi sarjana filsafat dari Rijk Universiteit, Leiden – Belanda. Pada tahun 1979 ia dapat menuntaskan program studi doktornya di UI. Di dunia pemikiran filsafat di Indonesia, nama Toey Heraty sudah menjadi legenda. Siapapun yang pernah bersentuhan dengan filsafat dapat dipastikan tidak akan pernah luputdari nama tersebut. Ia adalah sosok perintis filsafat di Indonesia, seorang aktivis feminis, seorang seniman yang sayapnya sudah berkibar sampai ujung Eropa.
Abisin Abbas / Andjar Asmara (Wilayah DKI Jakarta)
(Kategori Satyalancana Kebudayaan)
Andjar Asmara lahir di Alahan Panjang, 26 Februari 1902. Tidak hanya dikenal sebagai Seorang wartawan dan pekerja teater, ia juga dikenal sebagai sutradara filmdan penulis naskah. Ia putra Indonesia yang menjadi sutradara Tahun 1925, ia memberikan banyak masukan kepala kelompok orkestra Padangsche Opera. Bahkan, ia melakukan perubahan drastis dalam cara pementasan group ini; dari oprea yang biasanya selalu menampilkan dialog dengan menyanyi atau dialog seperti orang membacapuisi ke dialog seperti orang berbicara sehari—ari. Perubahan yang dilakukan oeh Andjar Asmarajuga sampai pada naskah yang dipakai. Naskah yang dipentaskan tidak lagi cerita tentang pangeran atau stambul, tetapi kisah kejadian sehari-hari.
J. Maria Pattinaja Seda (Wilayah DKI Jakarta)
(Kategori Satyalancana Kebudayaan)
Bu Jo Seda, demikian sapaan akrabnya. Ia lahir di Malang, 12 Mei 1937. Hampir seluruh hidupnya didedikasikannya untuk mengumpulkan kain-kain tenun dari berbagai daerah. “Sepanjang pengetahuan saya, mulai mengoleksi kain tenun sejak awal menikah, yaitu tahun 1961”. Selain memang tertarik pada tenun ikat, ia mengoleksi kain-kain itu supaya tetap berada di Indonesia, tidak keluar ke tangan orang asing. Selain untuk melestarikan, Jo Seda juga punya harapan agar generasi muda dapat belajar banyak dari koleksinya. Ia memberdayakan kain tenun pada para pengrajin tenun di NTT.
Hafiz Rancajale (Wilayah DKI Jakarta)
(Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu)
Hafiz Rancajale merupakan pendiri dan penggiat inisiatif seni kontemporer Indonesia: Ruang Rupa dan Forum Lenteng yang merupakan pusat kajian dan aktivitas seni komunitas terdepan di Indonesia saat ini. Pria kelahiran 4 Juni 1971 ini, selain sebagai pelopor festival film eksperimental Indonesia Arkipel, juga merupakan pencipta seni rupa, seni video, danpembuat film yang telah diundang di berbagai festival film, atara lain Oberhaussen, Glasgow, dan Dubai, serta pameran seni rupa tingkat internasional, antara lain Istambul Biennale dan Image Festival Toronto.
Marzuki Hasan (Wilayah DKI Jakarta)
(Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu)
Di tangan Marzuki Hasan, tari tradisi Aceh berhasil menjumpai penonton di empat benua. Sementara tari kontemporer karyanya memberikan dampak pemulihan pada anak-anak pengungsi akibat tsunami di Aceh dan mendekatkan kebudayaan Indonesia dengan penduduk di Namibia. Pria asal Aceh yang lahir di Blang Pidie, Aceh Barat Daya, 3 Mei 1943 ini, melalui tarian, ia dapat mengungkapkan rasa beragama, etika, kritik dan semangat pembangunan bangsanya. Melalui tarian, dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini mengungkapkan rasa cintanya pada budaya Indonesia yang ia siarkan ke berbagai negara.
Endi Agus Riyono (Wilayah Jawa Barat)
(Kategori Pelestari)
Kecintaan – Endi yang lahir di Blora, 29 Agustus 1963 – terhadap gasing dan permainan anak nusantara luar biasa. Endi Agus Riyono yang populer dengan nama panggilan Endi Aras tidak bisa dilepaskan dari permainan tradisional anak nusantara, khususnya gasing. Koleksinya berupa aneka gasing berasal berbagai pelosok nusantara.
Addie MS (Wilayah DKI Jakarta)
(Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu)
Addie MS bersama dengan Oddie Agam dan Indra Bakrie mendirikan Twilite Orchestra and Choir sebagai wadah bagi musisi dan penyanyi muda pada musik orkestra dan paduan suara. Pria kelahiran 7 Oktober 1959 ini menggarap lagu-lagu Indonesia untuk Garuda Indonesia, melakukan rearansemen lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan mengantar Indonesia pertama kali menjadi menjadi conductor termuda dalam World Music Festival di Chile pada usia 22 tahun, serta produktif dalam kegiatan rekaman.(irvan)