Beluk Saman, Seni Tradisional dari Provinsi Banten

You are currently viewing Beluk Saman, Seni Tradisional dari Provinsi Banten

Beluk Saman, Seni Tradisional dari Provinsi Banten

Beluk Saman, Seni Tradisional dari Provinsi Banten

 

oleh :

Ria Andayani S.
(BPNB Jabar)

Kesenian beluk saman merupakan salah satu jenis kesenian yang terdapat di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Ada juga yang menyamakan beluk saman dengan dzikir saman. Pada prinsipnya, beluk saman dan dzikir saman adalah sama. Penyebutan dzikir saman umumnya terdapat di wilayah Pandeglang dan Serang, sedangkan penyebutan beluk saman hanya terdapat di wilayah Kabupaten Lebak. Satu-satunya kelompok kesenian beluk saman terdapat di Kampung Sukasari, Desa Kumpay, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Untuk mencapai wilayah tersebut dari ibukota Kabupaten Lebak diperlukan waktu yang relatif lama, sekitar 1 s.d. 2 jam. Lokasi Kampung Sukasari berada jauh dari keramaian.
Mencermati asal-usul kesenian beluk saman tentu tidak lepas dari asal usul kesenian dzikir saman masuk ke wilayah Banten. Konon, dzikir saman dibawa oleh para ulama dan Sultan Banten pada abad ke 18. Pada periode selanjutnya, yakni di wilayah daerah Banten dikenal seorang tokoh yang diyakini sebagai penyebar kesenian tersebut yang bernama Ki Sarimi. Ia menyebarkan kesenian tersebut di daerah Wanagiri Kabupaten Lebak, berdekatan dengan Desa Ciandur. Keterampilan ini kemudian diwariskan kepada Ki Dasik, yang selanjutnya diwariskan lagi kepada Ki Nirman, Ki Jasman, Ki Sarka Apandi, dan Ki Surahman.
Berkaitan dengan keberadaan beluk saman di Kampung Kampung Sukasari, Desa Kumpay, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, para sesepuh beluk saman yakin ada warga mereka yang dulu belajar kesenian tersebut keluar kampung itu sambil mendalami ajaran agama Islam. Jika diurut ke belakang, generasi pertama yang menggeluti kesenian beluk saman di antaranya Kusen dan H. Margawi; generasi kedua di antaranya adalah Madsaleh, Daraman, dan Karna; generasi ketiga adalah Sidik dan kawan-kawan.
Beluk saman yaitu kesenian tradisional yang menggunakan media lagu (vokal) berisi syair-syair yang dilantunkan mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, dan media gerak. Lagu yang dilantunkan tidak menggunakan suara yang datar tetapi meliuk-liuk tinggi, bahkan melengking sangat tinggi. Olah vokal dengan irama seperti itulah yang dinamakan beluk. Adapun kata saman berarti delapan. Pada awalnya kesenian ini memang merupakan tarian yang dimainkan oleh delapan orang penari. Akan tetapi perkembangan selanjutnya, jumlahnya tidak seperti itu lagi. Pola gerak beluk saman juga mengalami perubahan. Perubahan dalam pola gerak terjadi, dengan munculnya tarian dari penonton yang mengikuti irama vokal (beluk). Perubahan pada tarian merupakan desakan dari penonton yang menghendaki tarian Saman lebih variatif. Sehingga sekarang gerakan dalam kesenian beluk saman tidak hanya pada kaki melainkan ditambah dengan gerakan tangan.
Pemain beluk saman terdiri atas 15 s.d. 25 orang. Mereka semuanya laki-laki dan berumur lebih dari 45 tahun. Para pemain tersebut dikelompokkan ke dalam tiga pembagaian tugas, yakni bagian nuskah, bagian tarik suara, dan bagian mulung. Setiap bagian tadi memiliki tugas masing-masing dengan tingkat kesulitan yang berbeda.
Bagian nuskah dipegang oleh satu orang, biasanya adalah ketua dari kelompok kesenian beluk saman. Tugas dia adalah menjadi komando untuk memberi nada dasar dan alur dari pertunjukan beluk saman. Tentu saja dia harus menguasai seluruh alur pertunjukan juga kitab barjanji, yakni kitab yang berisikan dzikir Maulud berupa syair-syair yang mengagungkan asma Allah SWT dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang terkumpul dalam kitab Barjanji (sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW.). Dia juga menguasai bagian tarik suara dan mulung. Jika ada bagian tarik suara dan mulung yang melenceng nadanya, dia akan segera meluruskannya agar kembali ke nada yang benar. Dengan demikian, kelancaran pertunjukan beluk saman berada dalam komandonya. Pemain yang berada di bagian nuskah disebut ulon
Bagian tarik suara adalah bagian tersulit dalam melantunkan isi dari kitab barjajni. Pemain di bagian tersebut tidak banyak, sekitar 4 s.d. 5 orang. Untuk menempati bagian tarik suara, diperlukan kemampuan khusus berupa kemampuan mengeluarkan suara dengan nada-nada tinggi atau melengking. Bahkan, pemain kerap memegang lehernya untuk memberi tenaga pada suara lengkingannya. Jadi, pemain bagian tarik suaralah yang berperan memainkan nada-nada berirama beluk. Tidak semua pemain dapat melakukan beluk. Artinya ada yang tidak mampu berada di posisi itu, sekalipun dia sudah sama-sama berlatih dan ikut digurah. Istilah gurah dikenal kalangan pesinden, penyanyi, qori, ataupun qoriah untuk merujuk proses menyaringkan suara dengan akar tumbuhan yang telah di ubah menjadi semacam obat cair. Sebetulnya semua pemain wajib digurah. Akan tetapi ada yang berhasil, ada juga yang tidak berhasil. Hal itu juga bergantung pada bakat yang dimiliki oleh pemain. Kalau dia berbakat, akan cepat menangkap ilmu tarik suaranya. Kalau tidak berbakat, mungkin hanya sampai bagian mulung. Pemain di bagian tarik suara memlihara suaranya dengan berpantangan terhadap pepetek, terasi, petai misalnya. Ada kalanya saat pentas, mereka menkonsumsi minuman yang diracik dari cabe rawit, cuka aren, merica, dan air. Hal itu dilakukan untuk memancing suara mereka agar nyaring dan melengking tanpa ada hambatan. Semakin panas badan, akan semakin memuncak suaranya. Begitu juga dengan waktu pentas, yang paling baik bagi tukang tarik suara adalah siang hari, ketika udara panas. Hal itu akan berpengaruh baik pada kondisi suara mereka. Pemain bagian tarik suara disebut tukang beluk.
Bagian mulung adalah bagian yang meramaikan pertunjukan beluk saman dengan suara-suara yang dapat dijangkau, bersamaan, dan kompak. Pemain yang berada di bagian mulung jumlahnya paling banyak, atau sisanya dari keseluruhan pemain setelah dikurangi bagian nuskah dan bagian tarik suara. Mereka mengimbangi lengikngan suara tukang beluk dengan saling bersahutan bersama (koor) sebagai alok. Pemain di bagian mulung disebut pamulung.
Semua pemain biasanya sudah mulai berlatih sejak mereka masih muda. Namun ada kalanya terputus, karena pemuda tersebut harus bekerja ke luar kota misalnya. Oleh karena itu, tak heran kalau para pemain beluk saman kebanyakan sudah tua. Mereka berlatih setelah salat Isa. Mereka tidak bisa berlatih siang hari karena harus bekerja untuk kehidupan mereka sehari-hari. Umumnya, mereka bekerja sebagai petani
Untuk sebuah pertunjukan seni beluk saman diperlukan sejumlah perlengkapan, yang terdiri atas buku kitab barjanji, kostum pentas, dan hihid. Kitab barjanji dipakai sebagai pegangan pemain bagian nuskah dalam memandu pertunjukan beluk saman. Kostum adalah pakaian yang akan dikenakan pemain ketika tampil dalam suatu pertunjukan. Para pemain menggunakan pakaian seragam pada saat melakukakan pertunjukan. Mereka menggunakan celana pangsi hitam, baju kampret, dodot dengan motif kain batik, ikat kepala batik, dan ikat pinggang dari batik pula. Hihid merupakan alat bantu yang digunakan pada kesenian beluk saman saat mereka menari, yakni berupa benda menyerupai kipas yang terbuat dari kulit kerbau berukuran 40X40 cm, dengan tangkai pegangan dari rotan sepanjang 70 cm. Hihid dimainkan dengan cara dipukulkan pada hihid lainnya oleh sepasang pemain yang sedang memegang hihid. Beradunya kedua hihid akan menghasilkan sebuah irama.
Waktu pertunjukan saman mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya, kesenian beluk saman tumbuh dan berkembang dibawa oleh para ulama ketika sedang menyebarkan agama Islam di Banten. Namun dalam pertumbuhan dan perkembangannya kemudian, sampai sekarang, kesenian ini sudah banyak mengalami perubahan. Dulu, pada awal pertumbuhannya, kesenian beluk saman hanya dipertunjukkan pada saat memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. (Muludan). Pentas tersebut dilakukan dari pagi hingga sore. Kini, beluk saman berkembang dengan tampil pada acara sunatan, perkawinan, dan syukuran rumah. Tentu saja waktunya bisa dipangkas, disesuaikan dengan permintaan pemesan.
Sebelum melakukan pertunjukan seni beluk saman, para pemain mengadakan ritual salsilah. Ritual itu juga disebut hadorot atau hadiah. Ritualnya adalah berdoa untuk kelancaran pertunjukan mereka. Mereka melakukan hal itu sambil duduk bersama sebelum kegiatan dimulai. Jika waktunya mendesak, mereka bisa melaksanakan salsilah di dalam mobil. Mereka juga menyiapkan kelengkapan ritual tersebut berupa sesaji yang terdiri atas kopi pahit, kopi manis, air putih, rurujakan, dan lain-lain. Mereka mengirim doa kepada Syekh Saman Albagdadi, para wali, para leluhur yang membidangi seni beluk saman. Yang paling utama mereka memohon doa kepadda Allah SWT agar diberi keselamatan dan kelancaran selama pertunjukan berlangsung. Jika salsilah yang dilakukan oleh mereka lengkap, pada saat pertujnjukan nanti mereka akan merasakan suara yang bagus, gerakan yang ringan dan bagus, dan tenaga yang kuat. Membaca silsilah biasnya dipimpin oleh ketuanya atau yang menguasai hal itu.
Pola pertunjukan kesenian beluk saman, khususnya pada acara Muludan, dilakukan sehari penuh dengan tiga babakan (episode), yaitu: Babak Dzikir, Babak Asroqol, dan Babak Saman.
Episode pertama:, rnelaksanakan dzikir dari mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 1200. Pada episode ini para pemain menyamakan nada lagu, melakukan perembahan dan perkenalan, berdzikir, berdoa, membacakan puji-pujian, dan salawat kepada Rasul. Mereka duduk berhadapan sambil memegang hihid dan tampaklah suasana khidmat dan sakral.
Episode kedua dimulai dari pukul 12.00 sampai dengan pukul 15.00. Episode ini dinamakan asroqol yaitu babak yang menonjolkan lengkingan vokal (beluk). Para pemain membentuk formasi berhadapan dengan teknik berdiri dan jongkok silih berganti. Para pemain satu dengan yang lain memukulkan hihid lalu terdengar sayup-sayup dilantunkan syair berisi sejarah kelahiran Nabi Muhammad saw.
Episode yang ketiga dinamakan saman. Episode ini dilakukan dari mulai pukul 5.00 sampai selesai. Para pemain tidak menggunakan hihid lagi, mereka menari dengan menggerakkan tangan dan kakinya mengikuti alunan suara vokal dan koor. Selanjutnya, penonton ikut menari sambil melakukan alok. Tak ketinggalan mereka juga melakukan saweran yaitu melemparkan sejumlah uang kepada para pemain. Acara ditutup dengan pembacaan doa.