Tenun geringsing berasal dari kata gering berarti penyakit dan sing berarti tidak. Dengan demikian kain geringsing merupakan kain yang digunakan supaya tidak sakit. Pada masa lampau kain geringsing merupakan kain sakral yang digunakan sebagai penolak bala dan dikenakan pada saat upacara-upacara tertentu.
Kain gringsing merupakan hasil tenunan khas masyarakat Tenganan Pegringsingan dengan menggunakan system ikat ganda. Bahan kain berasal dari kapas yang diperoleh dari daerah sekitarnya yang kemudian diproses menjadi benang. Demikian pula pewarnaan hanya menggunakan bahan-bahan pewarna alami yang berasal dari pepohonan. Warna hitam diperoleh dari pohon tarum dan warna kuning dari akar pohon mengkudu. Jenis warna yang digunakan pada kain geringsing terdiri atas tiga warna yakni merah (merah kecoklatan), hitam (hitam kebiru-0biruan), dan kuning (putih kekuning-kuningan).
Jenis motif kain geringsing sangat beragam berjumlah sekitar 24 motif misalnya; cemplong, lubeng, wayang kebo, dan sebagainya. Masing-masing motif memiliki makna filosofis tertentu dan masing-masing motif kain digunakan sesuai tingkatan usia, jenis kelamin, dan tingkatan posisi sosial seseorang di masyarakat.
Sebagai tenunan yang khas, keberadaan kain gringsing patut dilestarikan. Hingga kini jumlah penenun sendiri mengalami penurunan, oleh karenanya perlu kaderisasi penenun-penenun terutama kalangan generasi muda. Tidak hanya itu, kesadaran masyarakat khususnya penenun gringsing sendiri untuk melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga diperlukan, mengingat saat ini ada kecenderungan komersialisasi tenun gringsing. (WN)