Upacara Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata atau yang lebih di kenal dengan ritual Pati Ka di selenggarakan oleh Suku Lio. Ritual Pati Ka adalah pemberian Sesajen kepada leluhur di Danau Kelimutu. Hal ini karena masyarakat Lio mempercayai Danau Kelimutu adalah tempat peristirahatan terakhir jiwa-jiwa yang telah pergi.
Suku Lio percaya bahwa Danau Kelimutu adalah tempat peristirahatan terakhir kehidupan. Tempat semua jiwa kembali setelah perjalanan hidup berakhir. Upacara ini dilakukan dengan cara menyajikan makanan khusus setelah panen ( Pati Ka ) kepada arwah leluhur yang konon menghuni 3 Danau : Tiwu Ata Mbupu, Tiwu Nua Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo sebagai bentuk komunikasi dan penjagaan relasi dengan leluhur, alam semesta dan kekuatan Yang kuasa. Masyarakat percaya bahwa jiwa atau arwah akan datang ke Danau Kelimutu setelah ia meninggal dan tinggal di kawah itu untuk selamanya.
Semua peserta prosesi menuju rute prosesi sekitar 700 meter kearah puncak Kelimutu dengan berjalan kaki dan diiringi musik tradisonal I Lio Ende. Semua peserta diharuskan mengenakan pakaian adat Lio Ende. Kaum pria mengenakan kain sarung khusus hasil tenunan untuk lelaki (Luka) dan mengenakan destar dan berbahan batik(Lesu), serta tenun ikat(Semba) atau selendang. Sedangkan kaum perempuan memakai kain sarung tenun ikat (Lawo) dan baju adat (Lambu).
Para tetua adat (Mosalaki Pu’u) memimpin pelaksanaan puncak Ritual Pati Ka dari tempat yang khusus. Ritual diawali dengan pemberian makan kepada leluhur berupa sesajen yang terdiri dari daging babi, nasi beras merah, sirih pinang dan moke. Para Mosalaki Pu’u meletakkan sesajen di atas batu yang menjdi mesbah atau altar sesajian. Ritual di iringi dengan pengucapan do’a oleh seorang perwakilan Mosalaki dan diakhiri dengan tarian Gawi Sodha oleh para Mosalaki Pu’u sambil mengelilingi lokasi altar sesajian. Setelah prosesi selesai, upacara dilanjutkan dengan tari-tarian tradisional dan nyanyian dari sanggar seni yang ada dilingkungan masyarakat Lio Ende. (WN)