Sebelum adanya presean di Pulau Lombok dahulu terdapat suatu budaya yang digelar masyarakat yang dinamakan ’Beladukan’ atau ’Begelebungan’. Beladukan/begelebungan adalah suatu ajang uji coba ilmu kanuragan (kekebalan) antara dua petarung dengan memakai senjata tajam (pedang) dan permainan ini dipimpin juga oleh beberapa orang wasit yang mengawasi jalanannya pertarungan.
Permainan ini bukan untuk dipertontonkan tetapi hanya untuk menguji ilmu kekebalan yang dipelajarinya, oleh sebab itu permainan ini dilaksanakan pada malam hari, biasanya pada saat bulan Purnama.
Melihat ini sangat berbahaya, maka penguasa pada saat itu melarang permainan ini dan diganti permainan Presean dengan menggunakan /penyalin/ (rotan) dilengkapi dengan ’tameng’ (prisai) dari kulit lembu.
Sejak saat itu presean menjadi banyak digemari masyarakat dan merupakan atraksi seni budaya yang hingga saat ini masih berkembang dengan baik di kalangan masyarakat Suku Sasak (Lombok) dan merupakan warisan budaya yang sudah cukup dikenal hingga ke mancanegara.
Pagelaran presean yang sebelumnya digelar pada saat-saat tertentu, tetapi kini presean sudah menjadi icon budaya dan telah menajdi salah satu obyek daya tarik wisata selain budaya lainnya di daerah ini, maka tidak dipungkiri lagi setiap ada event pariwisata presean selalu tampil dan banyak mendukung kehadiran wisatawan.
Masyarakat Suku Sasak (Lombok) mempunyai sejumlah tradisi budaya yang cukup unik dan menarik serta berkembang dengan baik hingga kini, slah satu diantaranya adal;ah tradisi Presean. Tradisi Presean yan gtak lain merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Lombok digelarkan sebagai ajang adu ketengkasan lambang kejantanan pria-pria Suku Sasak. Presean secara kasat mata jika kita lihat cenderung mempertontonkan kekerasan. Namun demikian jika kita gali lebih dalam bahwa budaya presean mengandung makna dan nilai budaya sportivitas yang tinggi. Hal ini menandakan bahwa Suku Sasak sejak dahulu sudah menanamkan jiwa sportivitas yang tinggi dalam budaya kesehariannya.
Dalam atraksi budaya presean terlihat dua pepadu berduel untuk saling pukul menggunakan tongkat penaylin dari rotan berperisaikan ‘ende’ tameng dari kulit lembu dan dipimpin oleh seorang juri (wasit) dibantu dua orang pekembar.
Sebelum dimulainya laga presean ini, terlebih dahulu para pekembar dan kedua kubu memilih lawan tanding. Jika lawan tanding ini dianggap seimbang dan disepakati, maka kedua pakembar akan memukul ende dengan penyalin secara bersamaan tandanya jadi dan di mulailah pertarungan.
Pertarungan digelar selama tiga ronde dan apabila dalam pertarungan terjadi bocor di kepala sampai mengeluarkan darah, maka yang bocor tadi dinyatakan kalah. Untuk mengobati pepadu yang bocor dari pihak panitia menyediakn juga petugas kesehatan biasanya petugas dari Puskesmas setempat.