Wayang kulit merupakan salah satu bentuk kebudayaan tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Peranannya sangat penting dalam memperkokoh pilar-pilar kebudayaan nasional karena mengandung nilai seni yang tinggi. Disamping itu mengandung nilai-nilai luhur yang dapat mendukung pembangunan nasional serta pembangunan manusia seutuhnya.
Dewasa ini pementasan wayang kulit kurang diminati oleh generasi muda. Pagelaran wayang kulit lebih dominan dinikmati oleh generasi tua. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena wayang merupakan warisan asli kebudayaan Indonesia yang telah diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu. Sebagai warisan asli kebudayaan Indonesia, sudah selayaknya patut kita jaga agar kebudayaan tersebut tidak punah begitu saja dan diklaim oleh bangsa lain.
Berkenaan dengan hal tersebut, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali selaku UPT dari Direktorat Jenderal Kebudayaan yang memiliki tugas dan fungsi dalam bidang perlindungan tradisi menyelenggarakan kegiatan peragaan tradisi lisan dalam bentuk pementasan wayang kulit. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada hari minggu (23/8) di Taman Mayura Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Pesertanya terdiri dari siswa-siswi SMA/SMK di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat. Adapun tema yang diambil dalam kegiatan tersebut yaitu “Melalui Pementasan Tradisi Lisan Wayang Kulit, Kita Perkuat Jatidiri dan Kepribadian Bangsa“.
Wayang kulit yang dipentaskan dalam kegiatan ini mengambil lakon “Negare Bangsinah”. Menceritakan tentang kehidupan Raja Negare Bangsinah yang bernama Tanjung Mas Mertawati. Raja memiliki anak perempuan yang bernama Dewi Timur Hulan. Pada jaman dahulu kala Raja Tanjung Mas Mertawati pernah dikalahkan oleh Wonk Menak (Raja Mekah) sehingga Negare Bangsinah menjadi wilayah kekuasaan Wonk Menak. Dalam kekalahannya tersebut Raja berjanji pada Wonk Menak untuk menyerahkan putrinya setelah dewasa. Namun pada kenyataannya, setelah putri Raja Tanjung Mas Mertawati dewasa, ia ingkar janji. Sang Raja justru menerima lamaran raja muda dari negeri seberang yang kaya raya. Salah satu patihnya kemudian mengingatkan akan janji Raja tersebut. Raja marah dan terjadilah pertarungan antar keduanya. Dalam pertarungan patih cidera dan ia melarikan diri ke Mekah. Patih bertemu dengan Wonk Menak. Sebelum menghembuskan nafas terakhir Patih menceritakan pada Wonk Menak bahwa rajanya ingkar janji. Atas peristiwa tersebut, akhirnya Wonk Menak berangkat ke Negare Bangsinah membawa pasukannya untuk memerangi Raja Tanjung Mas Mertawati. Demikian cuplikan dari pementasan wayang kulit yang ditampilkan dalam peragaan tradisi lisan yang diselenggarakan oleh BPNB Bali.
Dari hasil kegiatan ini nantinya peserta akan membuat karya tulis ilmiah hasil pengamatan pertunjukan wayang kulit. Karya tulis ilmiah tersebut kemudian akan dipresentasikan dalam kegiatan dialog budaya yang akan diselenggarakan akhir agustus ini. (WN)