Megibung merupakan tradisi makan bersama dalam satu wadah yang dilakukan pada masyarakat di Kabupaten Karangasem. Megibung sebagai acara makan bersama sudah dilaksanakan secara turun-temurun, tanpa diketahui dengan pasti awal mula berjalannya tradisi megibung.
Megibung dilaksanakan pada saat-saat tertentu, terutama pada saat pelaksanaan suatu upacara. Sejalan dengan perkembangan zaman, tradisi megibung relatif mengalami penurunan entensitas pelaksanaan. Meskipun demikian, di beberapa wilayah pedesaan termasuk di Desa duda Timur, tradisi megibung masih dilaksanakan pada saat upacara piodalan di pura desa.
Perlengkapan, tata cara, dan tata tertib megibung diatur sedemikian rupa. Diantaranya:
- Nasi Gibungan (berupa gundukan nasi) yang ditata di atas sebuah alas berukuran 60×60 cm ditutup daun pisang.
- Garam, merupakan perlengkapan nasi gibungan yang tidak boleh dilupakan. Biasanya diletakkan di sudut nasi gibungan.
- Sekar gibungan, berupa sayur daun belimbing dan lawar (lauk berupa campuran daging, sayur, kelapa parut) diletakkan di atas nasi gibungan.
- Air minum, ditempatkan dalam satu caratan (ceret).
- Tuak, merupakan minuman tradisional yang ditawarkan kepada peserta megibung. Bagi yang tidak mau minum tuak berhak menolak tawaran minum tuak tersebut.
Anggota satu nasi gibungan berjumlah 6-8 orang, dikomando seorang yang paling tua dalam kelompok tersebut. Peserta megibung yang sudah merasa kenyang, bisa berhenti makan tetapi tidak boleh meninggalkan kelompok sebelum semua anggota selesai makan. Dalam tradisi megibung menonjolkan rasa kebersamaan dan kedisiplinan.
Menurut informasi kepala Desa Duda Timur, tidak satu pun anggota masyarakat yang berani mengubah apalagi menghilangkan tradisi megibung ini. Apabila tradisi megibung tidak melaksanakan , masyarakat desa merasa tidak puas dan orang yang mempunyai ide tidak melaksanakan tradisi megibung akan mendapat cercaan masyarakat. (WN)
Sumber: Pencatatan Warisan Budaya TakBenda-Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali