Pada Rabu, 10 Oktober 2018, bertempat di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen. Kebudayaan), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), telah menggelar Malam Apresiasi Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB Indonesia) 2018. Dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly, para pejabat di lingkungan Ditjen. Kebudayaan, serta perwakilan dari 30 provinsi yang karya budayanya telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia pada tanggal 04 Agustus 2018 yang lalu di Hotel Millenium Sirih, Jakarta Pusat.
Lebih jelas lihat link berikut: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/penetapan-warisan-budaya-takbenda-aceh-dan-sumut-untuk-indonesia/
Sebanyak 225 sertifikat penetapan WBTB Indonesia telah diserahkan kepada 30 dinas pengampu bidang kebudayaan tingkat provinsi yang telah mengajukan karya budayanya untuk ditetapkan sebagai WBTB Indonesia pada bulan Februari 2018 yang lalu. Dari 35 provinsi yang ada di Indonesia, lima diantaranya tidak melakukan pengajuan dengan alasan ketiadaan anggaran. Sangat disayangkan sekali, jika bukan pemerintah daerah yang proaktif, siapa lagi yang akan melakukan perlindungan atas ratusan ribu kekayaan budaya milik kita? Semoga pada APBD 2019 kelima provinsi ini telah menampung anggaran terkait perlindungan atas kekayaan warisan budaya masing-masing. Jangan sampai pada suatu saat nanti mata budayanya diklaim oleh negara tetangga, akhirnya marah-marah dan protes ke pemerintah pusat.
Penetapan ke-225 WBTB Indonesia ini telah melewati proses panjang. Sebanyak 416 pengajuan karya budaya dari 30 provinsi telah masuk ke meja panitia penetapan di Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (WDB) pada bulan Februari 2018 yang lalu. Dari ke-416 karya budaya tersebut, yang lolos dan layak untuk disidangkan pada proses berikutnya hanya sebanyak 264 karya budaya saja.
Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh) telah mengajukan 32 karya budaya dari Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara untuk ditetapkan sebagai WBTB Indonesia pada Februari 2018 yang lalu. Dari ke-32 karya budaya tersebut, setelah melewati tiga kali masa perbaikan, hanya lolos sebanyak 16 karya budaya saja. Delapan karya budaya dari Provinsi Aceh dan delapan lagi dari Provinsi Sumatera Utara. Dan di final, satu dari delapan karya budaya yang diajukan dari Provinsi Aceh ditangguhkan karena dianggap masih kurang lengkap, sedangkan delapan karya budaya yang diajukan dari Provinsi Sumatera Utara lolos dan ditetapkan sebagai WBTB Indonesia.
Sebagaimana yang telah disinggung-singgung pada artikel sebelumnya, terkait WBTB Indonesia, tugas untuk pengajuan ini merupakan kewajiban dari dinas pemangku kebudayaan pada tingkat provinsi. Akan tetapi dikarenakan kurangnya kesadaran dan tiadanya usaha dari dinas terkait, BPNB Aceh mengambil alih tugas ini sambil merangkul dinas terkait dari kedua provinsi agar mau hadir bersidang pada saat sidang penetapan WBTB Indonesia. Sebagaimana yang sering disampaikan oleh Kepala BPNB Aceh, Irini Dewi Wanti, kepada para peneliti dan staf BPNB Aceh, ini merupakan tanggung jawab moral kita (peneliti dan BPNB Aceh) sebagai ASN yang digaji oleh negara untuk bekerja pada bidang pelestarian nilai budaya, maka harus kita kerjakan sambil merangkul dinas bersangkutan sampai mereka bisa.
Tujuh karya budaya dari Provinsi Aceh yang telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia tahun 2018 adalah: Keumamah (Aceh); Tari Laweuet(Aceh); Likee (Aceh); Panglima Laot (Aceh); Kuah Beulangong (Aceh); Keni Gayo (Gayo); dan Pemamanan (Alas). Adapun ke-8 karya budaya dari Sumatera Utara yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia tahun 2018 adalah: Tari Dulang (Melayu); Sinandong Asahan(Melayu); Gendang Guro-guro Aron (Karo); Pelleng (Pakpak); Gotong (Simalungun); Itak Poul Poul (Mandailing): Kalabubu (Nias); dan Mangarontas (Toba). Sertifikat penetapan ke-15 WBTB Indonesia ini telah diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Kebudayaan kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, dan seterusnya sertifikat ini akan diserahkan kepada kabupaten/kota asal karya budaya masing-masing oleh provinsi.
Selain memberikan sertifikat penetapan karya budaya kepada 30 provinsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan turut memberikan penghargaan kepada dua provinsi yang berkontribusi paling baik pada tahun ini. Adapun kedua provinsi itu adalah Provinsi D.I. Yogyakarta sebagai provinsi dengan jumlah karya budaya terbanyak yang ditetapkan, dan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai provinsi dengan jumlah peningkatan WBTB Indonesia terbanyak yang ditetapkan pada tahun 2018.
Penetapan WBTB Indonesia telah memasuki tahun ke-6 sejak tahun 2013 yang lalu hingga kini di tahun 2018. Total sebanyak 819 karya budaya telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia. Semoga di tahun 2019 nanti pemerintah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara bisa meniru D.I. Yogyakarta, atau seminimalnya bisa meniru pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang telah dapat mandiri.
Miftah Nasution
Foto: Lintang Banun/Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan