Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari 1.340 suku bangsa (berdasarkan sensus BPS pada tahun 2010), tentulah memiliki kekayaan budaya yang tak terhingga. Inilah yang mendasari pemerintah melalui Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen. Kebudayaan) Kemendikbud RI melakukan inventarisasi seluruh kekayaan budaya tersebut sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) yang merupakan UPT dari Ditjen. Kebudayaan di daerah merupakan ujung tombak dari inventarisasi tersebut.

Proses inventarisasi ini tidak berhenti sampai disini, setiap tahun beberapa dari mata budaya tersebut akan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTB Indonesia) setelah melewati beberapa kali proses seleksi, mulai dari tahapan pengajuan oleh dinas pemangku kebudayaan pada tingkat provinsi, seleksi kelengkapan, sidang pertama, verifikasi, sidang kedua, dan terakhir sidang penetapan dengan menghadirkan para stakeholder terkait mata budaya yang diajukan. Ini bertujuan agar kekayaan budaya milik Indonesia tidak diklaim sebagai milik negara lain.

Selama sidang penetapan WBTB Indonesia para stakeholder yang berasal dari 35 provinsi ini akan didampingi oleh BPNB dan akan diuji oleh tim penguji yang terdiri dari 15 orang ahli pada bidang kebudayaan. Setiap mata budaya yang tidak memiliki kelengkapan dan meragukan tidak akan ditetapkan sebagai WBTB Indonesia atau ditangguhkan.

Sidang Penetapan

Bertempat di Hotel Millennium Sirih, Jl. Fachruddin No. 3, Jakarta Pusat, sejak hari Rabu tanggal 01 s/d Sabtu tanggal 04 Agustus 2018, telah digelar Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk tahun 2018. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, untuk tahun ini lagi-lagi BPNB Aceh harus mengerjakan seluruh proses pengajuan mata budaya milik Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) untuk ditetapkan sebagai WBTB Indonesia. Mulai dari pengisian formulir, menyiapkan data pendukung, pengajuan, hingga perbaikan pengajuan tersebut.

Sidang Penetapan WBTB Indonesia Tahun 2018
Perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, ibu Cut, didampingi oleh perwakilan BPNB Aceh pada saat bersidang mempertahankan agar ke-8 mata budaya yang berasal dari Sumatera Utara dapat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018.

Dari pengamatan selama sidang penetapan masih ada dinas pemangku kebudayaan di beberapa provinsi yang belum melaksanakan fungsinya, tinggal hitungan jari. Dua diantara provinsi tersebut adalah Aceh dan Sumut. Kepedulian dan kesungguhan dari kedua provinsi ini terlihat belum ada. Paling tidak hal ini dapat dilihat dari pejabat yang diutus untuk menghadiri sidang penetapan WBTB Indonesia. Jika provinsi lain mengutus kepala dinas pemangku kebudayaan di provinsi yang membawa serta bupati/walikota dan kepala dinas pemangku kebudayaan di daerah tingkat II serta stakeholder terkait mata budaya yang diajukan, lain halnya dengan Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara yang hanya mengutus kepala seksi yang berada di bawah kepala bidang yang membawahi kebudayaan, beserta satu ahli dari Aceh. Kedepan semoga kedua provinsi (Aceh dan Sumut) yang masuk kepada wilayah kerja BPNB Aceh bisa lebih peduli dan mandiri dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

Sidang Penetapan WBTB Indonesia Tahun 2018.
Suasana persidangan saat Sidang Penetapan WBTB Indonesia tahun 2018 di Hotel Millennium Sirih Jakarta yang dihadiri hampir seluruh stakeholder kebudayaan di seluruh Indonesia mulai dari daerah tingkat kabupaten/kota hingga provinsi.

Sejak proses pengajuan pertama kali, BPNB Aceh telah mengajukan 14 mata budaya dari Provinsi Aceh dan 14 mata budaya dari Provinsi Sumatera Utara untuk diusulkan masuk sebagai WBTB Indonesia di tahun 2018. Namun setelah melewati beberapa kali proses seleksi akhirnya masing-masing dari kedua provinsi ini hanya diterima sebanyak 8 mata budaya saja.

Adapun ke-8 mata budaya dari Aceh yang disidangkan pada Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 adalah: Keumamah (Aceh); Tari Laweuet (Aceh); Likee (Aceh); Panglima Laot (Aceh); Kuah Beulangong (Aceh); Keni Gayo (Gayo); Silat Pelintau (Tamiang); dan Pemamanan (Alas). Dan yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia hanya 7 saja, adapun untuk Silat Pelintau ditangguhkan sementara dikarenakan adanya kekurangan pada narasinya, belum mencantumkan makna atau nilai dibalik gerakan-gerakan silat tersebut.

Delapan mata budaya dari Provinsi Sumatera Utara yang disidangkan pada sidang penetapan tersebut lolos semua dan telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia tahun 2018. Delapan mata budaya tersebut adalah: Tari Dulang (Melayu); Sinandong Asahan (Melayu); Gendang Guro-guro Aron (Karo); Pelleng (Pakpak); Gotong (Simalungun); Itak Poul Poul (Mandailing): Kalabubu (Nias); dan Mangarontas (Toba).

Selamat buat masyarakat komunitas dari ke-15 mata budaya tersebut. Eksistensi ke-15 mata budaya tersebut kedepannya berada pada genggaman anda, semoga kita bisa lebih peduli lagi dengan mata budaya yang telah dan belum ditetapkan sebagai WBTB Indonesia.

Pada artikel-artikel berikutnya admin akan memposting ke-15 mata budaya tersebut.

🙂