Siwa Plateau atau yang sering diartikan dataran tinggi Siwa, adalah nama dataran tinggi yang terletak di sebelah tenggara kompleks Candi Prambanan, tepatnya di sebelah selatan bukit Ratu Boko. Nama Siwa Plateau, pertama kali dicetuskan oleh N.J. Krom. Penamaan Siwa Plateau didasari bahwa di kawasan tersebut banyak ditemukan tinggalan budaya yang bersifat agama Hindu, khususnya yang berkaitan dengan pemujaan terhadap Dewa Siwa. Beragam tinggalan budaya yang ada di kawasan Siwa Plateau sebagian besar berasal dari peradaban Mataram Kuno yang pernah eksis pada abad 8 – 10 M.
Tidak semua tinggalan budaya yang ada di kawasan Siwa Plateau berkaitan dengan pemujaan terhadap Dewa Siwa saja. Di sana dahulu juga pernah berkembang agama Buddha dan sekte-sekte agama Hindu lainya, seperti aliran Waisnawa, Lingga Kultus, dan pemuja Dewa Ganesa. Candi Dawangsari dan Stupa Sumberwatu menjadi bukti bahwa agama Buddha pernah berkembang di sana. Ditemukannya arca Dewa Wisnu dan arca Dewi Sri di Candi Barong, membuktikan bahwa candi itu merupakan tempat pemujaan para pendukung sekte Waisnawa. Sementara itu di Candi Ijo ditemukan lingga dan yoni menunjukkan bahwa candi tersebut dahulu berfungsi sebagai tempat pemujaan bagi pendukung sekte yang mengkultuskan Lingga. Pemujaan terhadap Dewa Ganesa dibuktikan dengan adanya temuan arca Ganesa. Ada pula tinggalan budaya di kawasan Siwa Plateau yang bercorak agama Hindu dan Buddha, yakni Situs Ratu Boko.
Tinggalan-tinggalan budaya yang ditemukan di kawasan Siwa Plateau memiliki beragam keunikan. Secara fisik keunikan itu tampak pada struktur bangunan candi, seni pahat/ ragam hias candi, serta jenis arca yang ditemukan di sana. Selain keunikan tinggalan budaya yang berwujud fisik, di kawasan Siwa Plateau juga terkandung tinggalan budaya berwujud ide berupa nilai filosofi, ideologi, struktur sosial, dan teknologi yang dipakai pada masa itu. Tinggalan budaya berwujud ide itu dapat diketahui dengan menginterpretasi tinggalan-tinggalan budaya fisik yang ada.