Situs Watugudig merupakan nama sebuah situs yang berada di Dusun Jobohan, Kalurahan Bokoharjo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman. Situs Watugudig berada di sekitar permukiman penduduk dan persawahan. Situs ini tercatat dalam buku Beschrijving der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta yang terbit 1891, karya J.W. Ijzerman. Ijzerman menuliskan jika situs ini berada di desa bernama Batoe Goedik. Di rumpun bambu yang ada di desa Batoe Goedik, terdapat sisa-sisa struktur yang diduga sebuah pendopo. Batu-batu itu berbaris teratur di tengah puing-puing batu merah yang dibakar. Pada bagian tengah terletak potongan tiang. Ijzerman memperkirakan bahwa struktur pendopo dahulunya merupakan ruangan tertutup ini berukuran 12 meter kali 16 meter. Data ini juga menyebutkan bahwa bahan penyusun bangunan ini adalah batu bata.
Ijzerman menyebutkan bahwa sekitar 50 meter sebelah barat laut pendopo, dekat tugu di tengah sawah terdapat reruntuhan. Reruntuhan ini nampaknya adalah sebuah kuil kecil. Di sana juga dijumpai arca Dhyani Buddha Amitabha tanpa kepala.
Candi Ngaglik sendiri dalam catatan Ijzerman disebutkan berada seratus meter di sebelah barat dari reruntuhan di desa Batoe Goedik. Candi ini berada di lapangan terbuka di utara desa Ngaglik. Ijzerman memperkirakan bahwa candi ini terdiri dari dua sampai tiga bangunan, dengan arah hadap utara-selatan. Reruntuhan Candi Ngaglik sudah tidak ditemukan lagi sisa-sisanya. Desa Ngaglik yang disebut dalam catatan Ijzerman pun sekarang sudah tidak ditemukan lagi.
Sementara catatan N.J.Krom dalam Inleiding Tot De Hindoe-Javaansche Kunst (1920) juga menegaskan deskripsi yang telah dibuat Ijzerman. Krom juga memperkirakan bahwa serakan batu bata yang ada di sekitar candi tersebut memiliki hubungan dengan struktur yang berupa pendopo yang berada di desa Batoe Goedik. Krom membuat interpretasi bahwa Candi Ngaglik adalah tempat suci yang sebenarnya. Sedangkan yang disebut pendopo mungkin merupakan sisa dari sebuah biara terkait yang dibangun dari kayu dan batu bata.
Nama desa Batoe Goedik saat ini sudah tidak dijumpai lagi. Nama Batoe Goedik hanya menjadi nama dari sebuah situs dan berubah menjadi Watugudig. Penyebutan ini diberikan oleh masyarakat karena sejumlah tinggalan arkeologis yang ada di lokasi. Berdasarkan ekskavasi yang dilakukan BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tinggalan arkeologis yang ada di situs ini adalah sebuah batur segi empat.
Batur segi empat tersebut memiliki ukuran panjang 30 m, lebar 20 m dan tinggi 0,5 m. Batur tersebut sebagian besar tersusun dari batu bata. Ukuran rata-rata batu bata pada batur tersebut adalah panjang 25 cm, lebar 20,5 cm dan tebal 6,5 cm. Di atas permukaan batur tersebut terdapat sejumlah umpak dari batu andesit. Umpak-umpak itu oleh penduduk setempat disebut dengan Watugudig. Sementara temuan arca yang dicatat oleh Ijzerman dan N.J Krom berada di kantor BPCB DIY. Situs Watugudig saat ini juga menampung sejumlah temuan yang berasal dari daerah di sekitarnya.
Referensi :
Laporan Ekskavasi Penyelamatan Situs Guling dan Watugudig Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta 1989