Di beberapa wilayah di Yogyakarta, khususnya daerah dataran rendah di selatan Prambanan dan lembah di sekeliling Bukit Boko, terdapat bukti yang cukup kuat bahwa kawasan itu pernah dihuni oleh masyarakat Jawa Kuna yang hidup sebagai petani. Bukti-bukti tersebut meliputi sisa-sisa struktur bangunan dan benda-benda (relik) dalam jumlah cukup banyak, baik merupakan temuan penduduk maupun hasil ekskavasi. Sebagai contoh, di Dusun Gatak, Bokoharjo, ditemukan reruntuhan struktur bangunan dari batu putih, sumur kuna, fragmen gerabah, keramik asing dari abad VII – X Masehi, dan fragmen batu gandik. Di Desa Madurejo beberapa kali ditemukan artefak berupa guci dan alat-alat upacara dari perunggu antara lain talam, periuk, dan genta. Sementara itu, di Dusun Jobohan, Bokoharjo, ditemukan beberapa umpak batu di atas batur seluas 30 x 20 m2. Bentuk umpak-umpak batu tersebut menyerupai bisul (gudig, bahasa Jawa), sehingga lokasi penemuannya disebut sebagai Situs Watugudig. Temuan-temuan tersebut diperkirakan merupakan umpak suatu bangunan dari kayu, seperti terlihat pada beberapa relief candi. Selama ini sisa-sisa bangunan dari kayu tidak pernah ditemukan karena kayu mudah mengalami pelapukan.
Di sebelah barat Kompleks Ratu Boko yang sering disebut dengan Bukit Boko Barat, juga ditemukan beberapa data arkeologis yang diidentifikasikan sebagai sisa pemukiman kuna. Data arkeologis tersebut berupa jalan kuna, sejumlah kolam, lubang-lubang pada batuan induk, pecahan gerabah dan keramik Cina dari Dinasti T’ang abad VIII – IX Masehi. Jalan kuna terletak di punggung bukit sepanjang sekitar 300 meter. Jalan ini dibuat dengan cara memahat batuan induk secara memanjang dari timur ke barat, kemudian membelok ke arah barat daya dan berakhir di dataran seluas 14 m x 4 m. Di sebelah selatan dataran ini terdapat tiga teras yang diperkuat dengan talud. Di teras kedua terdapat kolam berbentuk bulat dengan diameter 1,5 m. Di sepanjang sisi timur dan selatan jalan terdapat beberapa kolam penampung air hujan yang saat ini tertutup tanah dan digunakan untuk lahan pertanian. Di beberapa lokasi yang berdekatan dengan kolam ditemukan lubang-lubang kecil dengan diameter 10-20 cm, yang dipahat di atas batuan induk. Lubang-lubang tersebut membentuk denah persegi panjang, diduga berfungsi untuk menempatkan tiang-tiang bangunan dari kayu.
Relik-relik lain yang menjadi bukti keberadaan pemukiman Jawa kuna di kawasan Yogyakarta, antara lain berupa peralatan rumah tangga (batu pipisan, talam, mangkuk, lampu, enthong, dan cermin), peralatan pertanian, senjata, perlengkapan upacara, perhiasan, dan mata uang. Beberapa relik dapat dipakai untuk merunut kegiatan ritual atau kepercayaan tertentu, khususnya yang berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat Jawa kuna sebagai petani. Dilihat dari jenis bahannya, relik-relik yang ditemukan di Yogyakarta ada yang terbuat dari logam (perunggu, besi, dan emas), keramik, dan batu. Beberapa di antara relik-relik tersebut, seperti keris, topeng emas, enthong berprasasti, stempel, dan mata uang, menarik untuk dibahas lebih lanjut.