Pada saat kegiatan Sekolah Cagar Budaya di Candi Ijo, narasumber dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta melontarkan pertanyaan kepada peserta, “Mengapa candi yang adik-adik lihat ini dinamakan Candi Ijo?” Seorang peserta dengan lantang menjawab, “Karena tubuhnya berwarna hijau ditumbuhi lumut.” Jawaban pelajar tersebut merujuk pada arti nama candi tersebut, Ijo (bahasa Jawa) berarti hijau.
Lumut yang tumbuh subur di sekujur tubuh Candi Ijo tentu saja tidak ada kaitannya dengan nama candi bercorak Hindu yang dibangun pada abad 9 Masehi tersebut. Keberadaan lumut tersebut justru menjadi salah satu dari faktor biotik penyebab kerusakan Candi Ijo. Penyebab kerusakan lainnya adalah aktivitas manusia, perilaku hewan, dan mikroorganisme lainnya yang tumbuh pada permukaan batu Candi Ijo yaitu ganggang (algae) dan jamur kerak (lichen). Lumut merupakan tumbuhan perintis yang dapat menyebabkan pelapukan pada struktur batuan Candi Ijo sehingga mengancam kelestariannya.
Untuk melestarikan kompleks percandian yang terdiri atas 17 struktur bangunan dan 11 teras yang terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Prambanan tersebut, Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan pemeliharaan melalui kegiatan pembersihan secara berkala. Pada tahun 2018, pembersihan Candi Ijo dilakukan secara mekanis dengan sasaran candi induk dan candi perwara yang berada di teras teratas, yaitu teras 11 dan di Candi F yang berada di teras 8. Pembersihan dilakukan sebanyak tiga kali pada 19 s.d. 27 Februari, 30 s.d. 8 Juni, dan 19 s.d. 28 November.
Pembersihan mekanis Candi Ijo dilakukan dengan menggunakan alat sederhana berupa kuas, sikat ijuk, dan sapu lidi untuk menghilangkan tumbuhan penggangu dan kotoran-kotoran yang menempel pada batuan Candi Ijo. Kuas dipakai untuk membersihkan debu yang menempel pada batu. Sikat ijuk dipakai untuk menghilangkan tumbuhan penggangu yang melekat kuat pada batu dengan cara menggosoknya. Sapu lidi digunakan untuk membersihkan kotoran yang berada di nat antara batu-batu candi.
Pembersihan Candi Ijo dilakukan untuk melestarikan keberadaannya dan nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya sebagai sumber belajar bagi generasi muda. Candi yang ditemukan oleh orang berkebangsaan Belanda bernama H.E. Dorrepaal pada 1886 itu juga dijaga kebersihannya, agar keindahannya dapat dinikmati oleh setiap pasang mata yang memandang. Apalagi keindahan Candi Ijo juga didukung oleh pemandangan indah berupa lanskap hamparan hijau Yogyakarta yang dapat dilihat dari candi tersebut, karena Candi Ijo merupakan candi yang letaknya paling tinggi di Yogyakarta.
Satu hal penting tujuan membersihkan wajah Candi Ijo dari segala macam kotoran yang menutupinya adalah agar tidak terjadi salah persepsi seperti yang dikatakan peserta Sekolah Cagar Budaya, yang menganggap nama Candi Ijo karena lumut yang tumbuh di permukaan batu-batu candi tersebut. Sebenarnya nama Candi Ijo berasal dari pemberian masyarakat sekitar, karena candi tersebut berada di atas sebuah bukit bernama Gumuk Ijo yang berarti bukit yang hijau.
Teks: Ferry A.
Foto: Dok. BPCB DIY. 2018/Inggir Soeryanto