Masyarakat memiliki andil besar dalam menyingkap keberadaan cagar budaya. Sebagian besar cagar budaya ditemukan masyarakat dalam kondisi terpendam tanah. Banyak masyarakat menemukannya secara tidak sengaja ketika sedang beraktivitas menggali tanah, misalnya saat membuat saluran air, membuat pondasi, membuat kolam, dan lain-lain.
Tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk melaporkan cagar budaya yang ditemukannya, mustahil keberadaan cagar budaya dapat diketahui dan dimanfaatkan publik. Kepedulian penemu cagar budaya untuk menyerahkan temuannya kepada pihak berwenang harus diapresiasi. Terlebih lagi para penemu tidak bernafsu untuk memiliki dan menjualnya demi keuntungan pribadi.
Pada Rabu (18/3/2020), Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Zaimul Azzah, memberikan kompensasi dan piagam penghargaan kepada Yulianto, penemu cagar budaya dan Suprihatin selaku pemilik lahan–lokasi ditemukannya cagar budaya.
Cagar budaya yang ditemukan Yulianto, warga Magelang-Jawa Tengah ini berupa arca Agastya dan arca Nandi. Ia menemukannya saat menggali tanah untuk membuat pembuangan limbah kotoran ternak sapi di sebuah lahan milik Suprihatin di Dusun Kalijeruk II, Desa Widodomartani, Ngemplak, Sleman pada (28/1/2020). Kedua arca tersebut sekarang berada di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Bogem, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemberian kompensasi dan piagam penghargaan kepada para penemu berdasarkan atas hasil kajian yang dilakukan oleh tim penilai benda temuan cagar budaya. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa Arca Agastya dan Arca Nandi memenuhi kriteria sebagai cagar budaya dan perlu dikuasai negara. Oleh karena itu, penemu berhak memperoleh kompensasi dan piagam penghargaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (fry)
Foto : Dok. BPCB DIY 2020