Masyarakat Jawa sudah mengenal alat musik sejak zaman klasik (Hindu-Buddha). Perkembangan alat musik pada masa itu bisa ditelusuri lewat artefak yang masih bisa kita jumpai sekarang. Beberapa bukti arkeologi yang menunjukkan perkembangan musik pada zaman klasik, khususnya pada era peradaban Mataram Kuno antara lain berupa relief yang tertera di dinding candi dan arca dewa-dewi yang dipuja oleh masyarakat pada masa itu. Ragam artefak itulah yang menjadi sajian Pameran Cagar Budaya “Alat Musik Jawa Kuno” yang diselenggarakan Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta pada 10 s.d. 15 Agustus 2018 di Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta dalam rangka memeriahkan gelaran International Gamelan Festival “HOMECOMING” 2018 di Solo.
Pameran yang digelar dalam bingkai tema “Arkeologi Gamelan” ini mengulik beberapa warisan budaya dari masa Hindu-Buddha yang menjadi bukti terjadinya proses dinamika perkembangan alat musik dalam masyarakat peradaban Mataram Kuno, khususnya yang ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain sebagai berikut.
Pertama, relief Siwa Tandawa yang dipahatkan di sisi luar pagar langkan Candi Siwa sebanyak 62 panel. Relief tersebut menggambarkan adegan pertunjukan musik dan pertunjukan tari. Relief Siwa Tandawa mengabadikan beberapa orang sedang memainkan alat musik gendang (damaru), alat musik petik (vina), alat musik tiup (seruling atau murali).
Adegan pertunjukan tari pada relief Siwa Tandawa melukiskan Dewa Siwa menari dalam berbagai gerakan antara lain: 1) Dewa Siwa menari dalam posisi janghasvastika (kaki kanan ditekuk dan kaki kiri diangkat dan dilipat dengan tumit ditekuk); 2) Dewa Siwa menari dengan sikap tangan dandahasta, yaitu tangan dengan bagian atas diajukan ke depan dada, sehingga menyerupai belalai gajah. Sikap ini menunjukkan Dewa Siwa sebagai raja penari (nataraja); 3 Dewa Siwa sedang menari dalam posisi aviddhacari, tangan kanan Dewa Siwa memegang damaru (sejenis alat musik pukul) dan posisi kaki bersilang (parsva);
Kedua, relief Kala Candi Kalasan. Candi yang terletak di Desa Tirtomartani, Kalasan, Sleman itu memiliki relief Kala yang istimewa. Relief Kala dipahat dengan halus dan detail pada relung sisi selatan. Relief Kala tersebut berukuran besar, dipahat tanpa memiliki rahang bawah, dan berhiaskan beberapa ornamen berupa pohon dewata yang ada di kahyangan, miniatur bangunan, panorama alam dan beberapa makhluk kahyangan yang memainkan alat musik tiup (sangkha) dan alat musik petik (vina).
Ketiga, replika arca kelompok dewi kesenian dalam agama Buddha. Masing-masing arca dewi diwujudkan dalam posisi sedang memainkan alat musik dan menari. Arca dewi-dewi tersebut antara lain:
- Mukunda adalah dewi musik yang memainkan alat musik jenis membranophone tipe gendang.
- Muraja adalah dewi musik yang memainkan alat musik jenis membranophone yaitu tamborin (India: tabla).
- Vajragiti atau Gita (dewi nyanyian) yang memainkan instrumen berdawai jenis cordophone (vina/harpa).
- Vamsa adalah salah satu dari empat dewi pemusik yang memainkan alat musik jenis aerophone dari bambu yaitu seruling.
- Vajranrtya adalah dewi tari kesuburan (exuberant dance). la termasuk salah satu dewi penjaga mandala, yang menempati arah mata angin timur laut.
- Vajradhupa adalah salah satu dari empat dewi wewangian dan juga termasuk dalam kelompok delapan dewi puja, yang berkedudukan di arah tenggara.
Arca kelompok dewi kesenian yang asli terbuat dari perunggu, berukuran kecil, dan ditemukan di Desa Surocolo, Pundong, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kini, arca-arca tersebut disimpan di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Diperkirakan arca-arca tersebut berasal dari zaman klasik (Hindu-Buddha).
Keempat, naskah rontal asli yang terbuat dari daun tal, dibuat sekitar abad 14 Masehi. Naskah ini terdiri dari 127 helai dan berisi 33 pupuh, ditulis dengan huruf Jawa Pertengahan. Berisi cerita Panji yaitu kisah percintaan Raden Panji Asmarabangun dari kerajaan Kuripan dengan Dewi Sekartaji dari kerajaan Daha. Dalam naskah rontal ini menceritakan pertemuan keduanya yang diwarnai iringan seni musik.
Dari aneka rupa artefak yang menjadi bukti perkembangan alat musik yang ditampilkan dalam Pameran Cagar Budaya “Alat Musik Jawa Kuno” dapat disimpulkan bahwa, alat musik yang ada dalam alam pikiran masyarakat pada masa itu telah diabadikan menjadi karya seni untuk berbagai keperluan, baik yang bersifat estetis maupun religius. Sekaligus menegaskan bahwa manusia sejatinya tidak bisa dipisahkan dari alat musik. Daya cipta, rasa, dan karsa manusia telah melahirkan alat musik untuk mengiringi perjalanan hidupnya sebagai sarana pemenuhan keperluan sakral dan sekulernya. (Ferry A.)