Masjid Pura Pakualaman dibangun pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II (1829-1858 M) setelah Perang Diponegoro yaitu pada tahun 1850 M. Pendirian masjid ini ditandai dengan adanya batu tulis yang terdapat pada dinding serambi masjid tersebut. Prasasti berjumlah 4 buah ditulis dalam huruf Arab 2 buah dan dalam huruf Jawa 2 buah. Setelah adanya perbaikan serambi masjid prasati huruf Jawa tetap terletak di sebelah utara dan selatan masjid, sementara prasasti dengan huruf Arab tetap terletak di sebelah utara dan selatan pintu masuk.
Masjid Agung Pura Pakualaman saat ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian utama (untuk sembahyang), serambi, dan teras. Dahulu pada saat dibangun dimungkinkan masjid ini berbentuk segi empat dan hanya terdiri atas ruang untuk sembahyang dan serambi saja yang belum seluas seperti sekarang ini. Di dalam ruang sembahyang saat ini masih terdapat Ma’surah yaitu tempat salat raja yang terletak di shaf paling depan di sebelah selatan pengimaman. Ma’surah tersebut terbuat dari bahan kayu dengan ragam hias ceplok bunga dan stilisasi huruf Arab atau sering disebut mirong, serta di bagian dalam lantainya lebih tinggi daripada lantai bangunan induk. Bagian atap masjid atau mustaka masih berbentuk mahkota. Dahulu saat pembuatan masjid di depan dan kedua sampingnya digenangi blumbangan air yang melimpah. Pada saat ini blumbangan itu sudah tidak ada dan diganti dengan teras di depan, sedangkan di sisi selatan dibangun tempat wudhu dan di sebelah utara dibangun rumah untuk pengurus masjid. (Himawan Prasetyo)