Sejarah bangunan Majelis Ibu Pawiyatan tidak dapat dilepaskan dari seorang tokoh pendiri Tamansiswa, yaitu Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Mulai tahun 1926, Ki Hadjar Dewantara menulis buku “ Sariswara” uang berisi tentang metode ilmu karawitan Jawa dimana nada dasarnya bisa berpindah-pindah. Metode ini dikenal dengan nama Metode Sariswara. Tahun 1930, hasil royalti dari penjualan buku Sariswara oleh Ki Hadjar Dewantara digunakan untuk membeli tanah dan bangunan di Wirogunan.
Pada awalnya bangunan bermodel indis ini merupakan bangunan pegawai Penjara Wirogunan. Bangunan ini merupakan bagian dari sistem pengajaran Perguruan Tamansiswa yang dikenal dengan nama schoolwoning type. Schoolwoning type adalah bentuk pendidikan dengan wiyatagriya dan pondok asrama sebagai kelengkapan pelaksanaan, mengembangkan kebudayaan, sosial kemasyarakatan dan usaha perekonomian sesuai dengan asas dan ajaran Tamansiswa. Konsep wiyatagriya dimaksudkan bahwa setiap sekolah harus dilengkapi rumah bagi guru sebagai bagian pembelajaran Tamansiswa. Setelah digunakan sebagai rumah dinas guru Tamansiswa, pada tahun 1950 bangunan ini digunakan sebagai Taman Madya. Seiring dengan perkembangan jumlah murid Tamansiswa, tahun 1970 Taman Madya dipindahkan ke sebelah barat lapangan dimana lokasi ini sampai sekarang merupakan komplek terpadu pengajaran Tamansiswa. Pada tahun 1990 sampai sekarang bangunan ini dipakai sebagai kantor Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
( Himawan Prasetyo, S.S. / Staf BPCB Yogyakarta )