Kompleks Candi Prambanan terletak di Dusun Karangasem, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Prambanan merupakan bagian dari gugusan percandian yang mendapat predikat sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage) dengan nama Prambanan Temple Compounds (Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Asu) dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) World Heritage Commiittee pada 13 Desember 1991 dengan Nomor C. 642.

    Candi Prambanan memiliki 3 halaman yang ditata memusat (pola konsentris). Setiap halaman dibatasi pagar keliling. Pada halaman I (pusat) terdapat 16 candi antara lain: 3 candi utama (Candi Brahma, Candi Siwa, Candi Wisnu); 3 candi wahana (Candi Garuda, Candi Nandi, Candi Angsa); 2 Candi Apit (Apit Utara dan Apit Selatan); 4 Candi Kelir; dan 4 Candi Patok. Adapun rincian candi-candi tersebut adalah sebagai berikut.

Susunan keletakkan candi-candi di Kompleks Candi Prambanan (Dok. BPCB DIY. 2019)
  1. Candi Siwa sebagai Candi Induk

    Pada bagian tubuh Candi Siwa terdapat empat bilik. Masing-masing bilik berisi arca. Arca Siwa Mahadewa sebagai arca utama berada di bilik sisi timur. Arca Agastya sebagai Siwa Mahaguru berada di bilik sisi selatan. Arca Ganeça sebagai anak Dewa Siwa berada di bilik sisi barat. Arca Durga Mahisasuramardini sebagai çakti Siwa terdapat pada bilik sisi utara. Atap candi bertingkat-tingkat, masing-masing dihiasi dengan beberapa hiasan ratna.

  1. Candi Brahma

    Bentuk Candi Brahma mirip dengan Candi Siwa, namun ukurannya lebih kecil. Candi Brahma hanya memiliki satu tangga masuk di sisi timur dan satu bilik yang di dalamnya terdapat arca Brahma.

  1. Candi Wisnu

    Bentuk Candi Wisnu mirip dengan Candi Brahma. Candi Wisnu juga memiliki satu tangga masuk di sebelah timur dan satu bilik yang di dalamnya terdapat arca Wisnu.

  1. Candi Nandi

    Candi Nandi berada di depan Candi Siwa. Candi Nandi menghadap ke barat. Memiliki satu bilik yang di dalamnya ada arca Nandi. Selain itu, juga terdapat relief mengenai Dewa Surya dan Candra. Dewa Surya digambarkan mengendarai kereta yang dihela 7 ekor kuda, sedangkan Dewa Surya digambarkan mengendarai kereta yang dihela 10 ekor kuda.

  1. Candi Garuda

    Candi Garuda berada di depan Candi Wisnu. Candi Garuda memiliki satu bilik, namun di dalamnya kosong.

  1. Candi Angsa

    Candi Angsa berada di depan Candi Brahma. Candi Angsa memiliki satu bilik, namun di dalamnya kosong.

  1. Candi Apit

    Candi Apit berjumlah dua buah. Satu berada di dekat pintu masuk sisi utara, dan satunya lagi berada di dekat pintu masuk sisi selatan. Disebut Candi Apit karena berfungsi sebagai pengapit dua deretan candi yang terletak di sebelah timur dan barat.

  1. Candi Kelir

    Jumlah candi kelir ada empat buah. Letaknya di depan pintu masuk di empat sisi, yaitu sebelah utara, selatan, timur dan barat. Secara simbolis berfungsi sebagai penolak bala.

  1. Candi Sudut

    Candi sudut berjumlah empat buah, terletak di setiap sudut halaman utama. Seperti halnya candi kelir, candi sudut berukuran kecil dan tidak memiliki tangga masuk.

    Pada halaman II terdapat Candi Perwara berjumlah 224 dengan rincian: deret pertama 68, deret kedua 60, deret ketiga 52 dan deret keempat 44). Candi-candi tersebut tidak semuanya dalam kondisi utuh. Sebagian besar telah runtuh. Pada halaman III tidak ditemukan candi, hanya terdapat sebagian struktur gapura dan pagar.

Sejarah Pendirian Candi Prambanan

    Ditinjau dari arca-arca dewa yang ada di Kompleks Candi Prambanan, dapat disimpulkan bahwa candi ini pada zaman dahulu didirikan bagi umat beragama Hindu. Sebagai bangunan yang bersifat monumental, Kompleks Candi Prambanan menjadi salah satu simbol kejayaan Kerajaan Mataram Kuno. Berkaitan dengan sejarah Kompleks Candi Prambanan, selama ini kita hanya mengetahui informasi “peresmian” candinya saja, tetapi kapan candi tersebut mulai dibangun dan oleh siapa belum diketahui secara pasti. Informasi yang ada hanya sebatas perkiraan dan interpretasi para ahli berdasarkan dari prasasti yang ditemukan. Berkenaan dengan pembangunan Kompleks Candi Prambanan, para ahli arkeologi sering mengkaitkan dengan prasasti Siwagrha yang berangka tahun 778 Çaka atau 856 Masehi.

Prasasti Siwagrha – Angka tahun pada prasasti tersebut berupa sengkalan “wwalung gunung sang wiku”, yang dibaca sebagai angka tahun 778 Çaka. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional, dengan kode D.28, dan tidak diketahui tempat penemuan prasasti tersebut. (Dok. BPCB DIY. 2014)

    Berdasarkan interpretasi J.G de Casparis ada tiga hal penting yang disebutkan dalam prasasti tersebut, yaitu Prasasti Siwagrha merupakan prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno, berisi tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada abad IX Masehi, serta menyebutkan rincian gugusan candi. Informasi penting bagi sejarah yang diketahui dari prasasti Siwagrha tersebut, yaitu peresmian sebuah bangunan suci untuk Dewa Siwa yang disebut Siwagrha atau Siwalaya, yang berarti “Rumah Siwa” atau “Kuil Siwa” yang dikaitkan dengan Candi Prambanan.

    Selain itu disebutkan adanya seorang tokoh bernama Jatiningrat (diidentifikasi sebagai Rakai Pikatan Dyah Saladu) yang harus berperang. Setelah mengalami kemenangan RajaJatiningrat menyerahkan tahtanya (uparata) kepada Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang memerintah pada tahun 855-885 M, kemenangan Rakai Pikatan diperingati dengan membangun candi besar (Casparis, 1956:288). Berbeda dengan pendapat Boechari, dimana kata ”uparata” diartikan sebagai kata mangkat atau wafat, hal ini sesuai dengan isi dari prasasti Wanua Tengah III, yang menyatakan bahwa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala naik tahta pada tanggal 27 Mei 855 M (Kusen, 1994: 83,87). Apabila pendapat Boechari dapat diterima, maka pembangunan candi besar dimaksudkan sebagai dharma bagi ayah Dyah Lokapala, yakni, Dyah Saladu, sehingga peresmian Siwagrha dilakukan oleh Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.Hal ini diperkuat dengan temuan Prasasti Wanua Tengah III (Kusen, 1994: 83-89).

    Uraian pembangunan candi dalam prasasti Siwagrha tidak begitu jelas, sehingga Casparis mencoba membagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berkaitan dengan didirikannya bangunan-bangunan candi (bait 11-23) dan bagian kedua berkaitan dengan peresmian beserta penetapan tanah perdikannya (bait 24-29). Pada bait 11, setelah keadaan damai sang raja menyuruh membangun sebuah dharmma. Menurut Casparis, dharmma tersebut mungkin berarti gugusan candi seluruhnya.

    Bagian kedua berkaitan dengan pembangunan candi yang selesai pada hari Kamis Wage tanggal 11 bulan Margasirsa tahun 778 Çaka (dengan sengkalan: Wwalung Gunung Sang Wiku) dan diresmikannya arca dewa (pada akhir bait 24 adalah: “…yatekana tewek bhatara ginawai sinangskaraweh”). Setelah kuil Siwa (Siwalaya) selesai dibangun, dilakukan pengalihan aliran sungai, sehingga aliran sungai menelusuri sisi-sisi halaman candi,disebutkan juga bahwa telah diresmikan tanah yang menjadi batas-batas percandian dan penetapan sawah-sawah menjadi swah darmma bagi rumah Siwa (Siwagrha) (Casparis,1956: 323).

    Gambaran yang disebutkan dalam Prasasti Siwagrha oleh beberapa ahli diidentifikasikan sebagai Kompleks Candi Prambanan. Gugusan candi hindu yang bangunan pusatnya dipagari dengan tembok keliling dan dikelilingi deretan candi-candi perwara yang disusun bersap hanya terdapat di Kompleks Candi Prambanan. Keterangan gugusan candi yang terletak di dekat sungai mengingatkan pada Kompleks Candi Prambanan dengan Sungai Opak di sebelah baratnya.

Riwayat Penemuan dan Pemugaran Candi Prambanan

    Kompleks Candi Prambanan ditemukan dalam kondisi runtuh oleh pegawai kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berkebangsaan Belanda bernama C.A. Lons pada 1733. Sejak ditemukan sampai dengan 1864, Candi Prambanan belum mendapat perhatian dari pemerintah Hindia-Belanda. Baru pada 1885, J.W. Ijzerman yang telah mendirikan “Archaelogische Vereeniging Van Jogja”, mulai melakukan pembersihan terhadap Kompleks Candi Prambanan.

Candi Prambaan dalam kondisi runtuh. (Dok. Oudheidkundige Dienst . 1880)

    Pemugaran Kompleks Candi Prambanan dimulai pada 1918 dengan memugar Candi Siwa oleh Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala Hindia-Belanda) atas prakarsa F.D.K. Bosch. Ia menugaskan P.J. Perquin untuk menyusun kembali Candi Siwa. Pemugaran Candi Siwa diteruskan oleh Van Romondt pada 1935.

    Selama tiga tahun masa pendudukan Jepang, pemugaran Candi Siwa dilakukan oleh Samingun dan Suwarno. Pemugaran Candi Siwa sempat terhenti selama masa revolusi fisik (1946-1950).  Dalam kurun waktu tersebut situasi tidak kondusif. Rakyat Indonesia menentang pendudukan kembali oleh Belanda, akibatnya meletus perlawanan fisik di berbagai wilayah di Indonesia.

Pemugaran Candi Siwa. (Dok. Oudheidkundige Dienst . 1920)

    Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 19 Desember 1948, kondisi bangsa kembali tenang. Pemugaran Candi Siwa dilanjutkan lagi. Pemugaran Candi Siwa selesai pada 1953, diresmikan oleh Presiden Sukarno.

    Candi-candi lainnya yang berada di halaman I juga dipugar antara lain: Candi Brahma (1977-1987), Candi Wisnu (1982-1991), ketiga Candi Wahana yaitu Candi Garuda, Candi Nandi, dan Candi Angsa (1991-1993).

Pemugaran Candi Brahma. (Dok. Oudheidkundige Dienst )
Pemugaran Candi Wisnu. (Dok. Oudheidkundige Dienst )

    Dari 224 buah Candi Perwara yang ada di halaman II, yang sudah dipugar ada lima candi. Dua buah candi dipugar pada tahun 1937, yaitu Candi Perwara Sudut Deret I No. 39 timur laut dan Candi Perwara Deret II No 1 sisi Timur. Tiga buah buah candi lainnya yaitu Candi Perwara Deret I No. 43 sisi timur dipugar pada 2015, Candi Perwara Deret II No. 35 dipugar pada 2017, dan Candi Perwara Deret II No. 14 dipugar pada 2019.