Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan tempat kediaman sultan beserta keluarganya dan menjadi simbol pusat kekuasaan Kasultanan Yogyakarta. Kompleks Keraton Yogyakarta terdiri atas beragam bangunan. Setiap bangunan memiliki corak arsitektur yang khas dan mengandung makna simbolik yang berbeda-beda. Beberapa bangunan inti keraton Yogyakarta dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwana I antara lain sebagai berikut.
- Bangsal Manguntur Tangkil
Bangsal Manguntur Tangkil terletak di dalam ruang Bangsal Siti Hinggil sisi selatan atau sebelah utara Bangsal Witana. Manguntur Tangkil bermakna “kawula marak sowan” atau kawula menghadap raja pada saat berada di singgasana. Raja dalam keheningan duduk di singgasana berkonsentrasi menghadap ke utara, sejauh mata memandang tertuju ke Alun-alun, jalan Pangurakan, Margamulya, Malioboro, Margautama, dan Tugu. Secara spiritualitas raja mengajak segenap kawula untuk bersama-sama menghadapkan diri dan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa dalam menapaki jalan kehidupannya. Dengan bersatunya tekad antara raja dengan rakyat (golong-gilig) maka segala nafsu angkara, hambatan, dan dinamika kehidupan akan dapat teratasi.
2. Bangsal Witana
Bangsal Witana didirikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I bersamaan dengan bangunan-bangunan lain di dalam Keraton Yogyakarta tahun 1756. Bangsal Witana berada di sebelah selatan Bangsal Manguntur Tangkil. Nama Witana berarti “wiwitana” atau mulailah untuk mengawali kehidupan sebagai seorang pemimpin. Bangsal Witana menyimbolkan awal atau dimulainya eksistensi seorang Putera Mahkota dinobatkan sebagai raja. Bangsal Witana digunakan untuk menempatkan berbagai atribut atau pusaka kerajaan, khususnya pusaka-pusaka utama sebagai lambang untuk legitimasi raja yang akan naik takhta, antara lain tombak Kiai Ageng Plered, Kiai Baru, Kiai Gada Tapan, dan Gadawahana.
3. Bangsal Kencana
Pada awalnya bangunan ini dikenal bernama Bangsal Alus yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwana I. Bangsal Kencana dibangun tahun 1719 J atau 1792 M dengan candraseng kala Trus Satunggal Panditaning Rat. Di Bangsal Kencana Sultan bertakhta menghadap ke timur atau ke arah matahari terbit yang melambangkan kekuasaan Sultan yang perkasa dan mencerahkan laksana matahari.
Bangsal Kencana berfungsi untuk menyambut tamu agung, menyelenggarakan upacara pernikahan dan khitanan, pementasan wayang orang dan tari. Selain itu juga digunakan untuk menghadap para abdi, pejabat dan kerabat saat menghaturkan sembah dan memohon maaf kepada Sultan seusai perayaan hari raya idulfitri.
4. Gedhong Prabayeksa
Gedhong Prabayeksa merupakan bangunan paling penting, paling besar, dan paling sakral di kompleks Keraton Yogyakarta. Nama Prabayeksa berasal dari kata praba artinya cahaya dan yeksa berarti raksasa atau besar. Jadi Prabayeksa artinya cahaya yang besar atau terang. Gedhong Prabayeksa dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwana I dan digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka milik Kasultanan Yogyakarta. Arsitek pembangunannya yaitu Kiai Riya Sindureja.
Di kayu blandar bangunan ini terdapat tulisan Jawa yang merupakan candrasengkala Kala Jumenenganipun Kagungan Dalem Prabayeksa Sinengkalan Warna Sanga Rasa Tunggal, yang menunjukkan tahun 1694 Jawa atau 1768 M. Angka tersebut menunjukkan tahun pendirian atau selesainya pembangunan Gedhong Prabayeksa.