Kegiatan ekskavasi penyelamatan Situs Candi Abang yang berada di  Dusun Blambangan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta telah selesai dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta selama sepuluh hari, mulai tanggal 18 – 27 Maret 2017. Kegiatan ini merupakan bagian program kerja Unit Kerja Penyelamatan dan Pengamanan – BPCB DIY pada tahun 2017.

Situasi Situs Candi Abang sebelum dilakukan kegiatan ekskavasi penyelamatan

     Kegiatan ekskavasi penyelamatan Candi Abang dilakukan oleh tim ekskavasi Unit Kerja Penyelamatan dan Pengamanan – BPCB DIY bekerja sama dengan dosen dan mahasiswa dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Masyarakat lokal juga ikut terlibat dalam kegiatan ini sebagai tenaga dalam penggalian kotak ekskavasi. Kegiatan ini diketuai oleh Kepala Unit Kerja Penyelamatan dan Pengamanan – BPCB DIY, Dendi Eka Hartanto, dan selaku penanggung jawab yakni Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan BPCB DIY, Wahyu Astuti.

       Berdasarkan penuturan arkeolog tim ekskavasi BPCB DIY, Yudhistiro Tri Nugroho, tujuan dilakukannya kegiatan ekskavasi adalah untuk menyelamatkan data-data arkeologi yang berkaitan dengan Situs Candi Abang guna dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait upaya penyelamatan dan pelestariannya. “Kegiatan ekskavasi penyelamatan dilakukan guna mengungkapkan data-data arkeologis terbaru berkaitan dengan Situs Candi Abang, seperti sebaran data arkeologis, bentuk denah, ukuran keluasan candi, dan latar belakang keagamaannya. Data yang terkumpul dari hasil ekskavasi itulah yang nantinya diharapkan dapat dijadikan acuan untuk mengetahui gambaran rencana pelestarian bagi situs tersebut di masa mendatang,” ungkapnya.

Kegiatan penggalian pada saat ekskavasi penyelamatan di Situs Candi Abang
Kegiatan penggalian pada saat ekskavasi penyelamatan di Situs Candi Abang
Mata uang VOC yang ditemukan pada saat kegiatan ekskavasi penyelamatan di Situs Candi Abang

      Dari kegiatan ekskavasi diperoleh sejumlah temuan antara lain: 1) Stuktur bangunan, yakni berupa struktur bata yang diduga sebagai bagian dari sudut lantai batur bangunan Candi Abang; 2) Temuan lepas (artefaktual) berupa beberapa fragmen gerabah, satu buah uang logam VOC, dan beberapa temuan lepas bata dan batu andesit yang membentuk bagian profil candi.

      Berdasarkan data-data arkeologi yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa di Situs Candi Abang terdapat satu bangunan candi tunggal yang sekaligus sebagai bangunan utama. Bangunan ini terbuat dari susunan bata berukuran 40 x 20 x 6 cm; 40 x 20 x 8 cm; dan 36 x 22  7 cm. Selain bata, di lokasi ekskavasi juga ditemukan struktur batu putih (tufa) dan beberapa batu andesit berbentuk profil yang diduga bagian dari bangunan Candi Abang.

      Sementara itu dilihat dari temuan lainnya berupa sudut lantai batur hasil ekskavasi pada sisi tenggara dan sisi timur, diperkirakan bahwa Candi Abang berdenah persegi berukuran 46, 9 x 46, 9 m, sedangkan secara vertikal ke atas bangunan Candi Abang belum dapat diketahui bentuk keseluruhannya.

    Di samping merujuk pada hasil temuan yang didapat dari hasil ekskavasi, untuk mendapatkan keterangan mengenai Candi Abang juga dilakukan dengan melihat laporan ROD (Rapporten van de Oudheidkundige Dienst) tahun 1905. Dalam laporan itu disebutkan bahwa di Situs Candi Abang pernah ditemukan sebuah lingga dan arca Buddha (Bosch, 1915: 43).

     Sumber lain yang memberikan informasi terkait Candi Abang adalah temuan prasasti pendek yang pernah ditemukan di Situs Candi Abang pada 1932 (Sutherheim, 1932). Pada baris pertama dalam prasasti tersebut bertuliskan paki hum jah, diperkirakan mengacu pada pemujaan salah satu dewa-dewa dalam panteon agama Buddha. Hasil transkripsi dan interpretasi Rita Margareta terhadap prasasti tersebut menujukkan bahwa prasasti itu berisi pertanggalan dengan angka tahun 794 Saka atau 872 Masehi.

     Berdasarkan keterangan yang tertulis dalam ROD dan prasasti pendek, dapat ditarik kesimpulan bahwa Candi Abang diduga berlatar belakang agama Buddha dan berasal dari abad 9 M. Namun, interpretasi tersebut perlu dikaji lebih lanjut mengingat data-data yang terkait Candi Abang masih sangat minim. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan lagi upaya pencarian data-data mengenai Candi Abang agar dapat mengungkap fakta Candi Abang secara akurat dan komprehensif.

      Selama pelaksanaan kegiatan ekskavasi penyelamatan, Situs Candi Abang masih bisa dikunjungi oleh masyarakat. Justru kegiatan itu dimanfaatkan oleh BPCB DIY untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang arti penting pelestarian cagar budaya. “Selama proses ekskavasi masyarakat boleh masuk ke lokasi situs. Harapannya kegiatan tersebut bisa mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian cagar budaya, sekaligus memberikan informasi secara langsung mengenai Situs Candi Abang,” kata Yudhistiro. (Ferry A.)