Situasi Bangunan Cagar Budaya Kantor Kedaulatan Rakyat dilihat dari barat laut. (Dok. BPCB DIY 2012)
Situasi Bangunan Cagar Budaya Kantor Kedaulatan Rakyat dilihat dari barat laut. (Dok. BPCB DIY 2022)

Latar Belakang Berdirinya “Kedaulatan Rakyat”

     Pada saat tentara pendudukan Jepang menguasai Yogyakarta, Barisan Propaganda Jepang (Sendenbu) menerbitkan harian yang dikenal dengan nama Sinar Matahari. Sinar Matahari terbit pertama kali pada 1 Juli 1942.

     Harian Sinar Matahari pernah dipakai sebagai alat perjuangan ketika bangsa Indonesia sedang berupaya mempertahankan kemerdekaan. Harian Sinar Matahari kala itu tidak diterbitkan untuk kepentingan propaganda Jepang, tetapi diterbitkan untuk mengobarkan semangat para pemuda.

     Informasi yang dimuat di Harian Sinar Matahari antara lain: Berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, pernyataan Sultan Hamengku Buwana IX dan Paku Alam VIII yang menyatakan berdiri di belakang pemerintahan Republik Indonesia, dan seruan-seruan yang mengobarkan semangat juang para pemuda dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui pers ini dimotori oleh para pejuang pers dari bekas harian Sedya Tama yaitu Bramono, Soemantoro, Moeljono, Samawi, Djoemadi, dan Moehammad Noer.

     Berita-berita yang dipublikasikan Sinar Matahari tidak disenangi pihak militer Jepang. Untuk mengamankan Sinar Matahari agar tidak dimanfaatkan oleh Jepang, Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta (KNID Yogyakarta) segera menyegel kantor Sinar Matahari. Saat Sinar Matahari disegel, masyarakat Yogyakarta tidak bisa memperoleh informasi tertulis yang memadai tentang keadaan Republik Indonesia. Maka timbulah kebulatan tekad dari Samawi dan kawan-kawan pejuang untuk segera menerbitkan surat kabar sendiri.

     Setelah kantor Sinar Matahari dibuka, persiapan penerbitan koran pengganti Sinar Matahari dimulai. Kemudian dua orang redaktur yaitu Samawi dan Soemantoro menemui Ketua KNID Yogyakarta, yaitu Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo. Oleh Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo koran pengganti Sinar Matahari diberi nama Kedaulatan Rakyat.

     Keesokan harinya, pada Kamis 27 September 1945, tepat pada empat puluh hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, lahirlah harian Kedaulatan Rakyat di tengah kancah revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Nama koran itu, yang kemudian lebih populer dengan inisial Kedaulatan Rakyat, merupakan harian tertua pertama setelah Indonesia merdeka.

     Kantor redaksi Kedaulatan Rakyat saat itu berada di bekas kantor Sinar Matahari, terletak di Jalan Malioboro No. 22, sebelah utara Gedung DPRD DIY. Kedaulatan Rakyat dicetak dan diedarkan ke seluruh wilayah Yogyakarta. Harian Kedaulatan Rakyat berisi artikel-artikel yang mengobarkan semangat perjuangan , rubrik, dan iklan (advertensi). Logo harian Kedaulatan Rakyat masih menggunakan huruf kapital tegak dan pada akhir tahun 1947 menggunakan logo dengan huruf kursif dan ejaan lama.

     Susunan pengelola Kedaulatan Rakyat yang pertama, antara lain: Bramono sebagai pemimpin umum, Soemantoro sebagai pemimpin redaksi, Samawi sebagai wakil pemimpin redaksi, Soeprijo Djojosoepadmo dan Mardisisworo sebagai staf redaksi. Mesin yang digunakan untuk mencetak adalah Snelpress (untuk cetak) dan Intertype (untuk pracetak). Mesin untuk melipat koran didatangkan dari Semarang. Sedangkan, mesin cetak Heidelberg mampu mencetak seribu eksemplar setiap jam.

     Pada akhir tahun 1947, Samawi menggantikan kedudukan Bramono sebagai pemimpin umum merangkap pemimpin redaksi Kedaulatan Rakyat. Samawi kemudian mengajak Madikin Wonohito, yang telah berpengalaman sebagai wartawan di berbagai surat kabar, untuk memajukan Kedaulatan Rakyat. Pada tahun 1948, Madikin Wonohito dipercaya menjadi pemimpin redaksi. Samawi dan Madikin kemudian dikenal sebagai dua serangkai atau dwitunggal Kedaulatan Rakyat. Akhirnya, kerjasama mereka berhasil mengangkat Kedaulatan Rakyat sebagai “Koran Perjuangan” dari Yogyakarta.

Denah Kantor Kedaulatan Rakyat tahun 1925 diambil dari buku ”Djokja en Solo Beeld van de Vorstenden”, karya M.P. van Bruggen (Netherland : 1998)

Kantor Harian Kedaulatan Rakyat

     Bangunan Cagar Budaya Kantor Kedaulatan Rakyat merupakan bangunan bergaya indis. Dalam buku ”Djokja en Solo Beeld van de Vorstenden”, karya M.P. van Bruggen terdapat Peta Yogyakarta tahun 1925 yang menyebutkan bahwa dahulu bangunan kantor Kedaulatan Rakyat pada awalnya adalah Autohandel “Centrum” atau Toko Mobil dan Assesoris “Centrum”. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini digunakan sebagai Kantor Sosial Republik Indonesia. Tahun 1950 digunakan sebagai Kantor PT. BP Kedaulatan Rakyat atas persetujuan Sultan Hamengku Buwana IX sampai sekarang.

     Bangunan Cagar Budaya Kantor Kedaulatan Rakyat berada di Jalan Margo Utomo Nomor 38 dan 40, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Sudah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor. 89/PW.007/MKP/2011.  (jko/fry)