Judul
Edisi
Penerbit
Unduh
Catatan Redaksi
: Jurnal Widya Prabha
: No. 09/IX/2020
: Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D.I. Yogyakarta
: Pengembangan sebagai Wahana Pengubah Citra Cagar Budaya
Kita sepakat bahwa Cagar Budaya merupakan warisan budaya Bangsa Indonesia, yang keberadaannya perlu dilestarikan. Merujuk pada pasal 4 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, lingkup pelestarian adalah pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Namun keberadaan Cagar Budaya hingga sekarang ini masih kurang dipahami oleh masyarakat. Kalaupun ada pemahaman masyarakat tentang Cagar Budaya, yang muncul adalah citra negatif, misalnya: kuno, kumuh, kotor, menyeramkan dan/atau sifat tidak menarik lainnya. Untuk itu informasi yang dikandung Cagar Budaya perlu dipublikasikan kepada masyarakat dengan berbagai cara dan berbagai media.
Cagar Budaya merupakan produk kebendaan dari beberapa jenis objek pemajuan kebudayaan. Dalam pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, terdapat sepuluh jenis objek pemajuan kebudayaan, antara lain: ritus, adat istiadat, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, manuskrip, seni, bahasa, permainan rakyat, olahraga tradisional dan tradisi lisan. Salah satu dan/atau beberapa jenis dari sepuluh objek pemajuan kebudayaan ini, sangat dimungkinkan menghasilkan benda yang menjadi warisan budaya, hingga akhirnya berstatus sebagai Cagar Budaya.
Cagar Budaya yang sekarang kita nikmati, mestinya tidak hanya dilihat sebagai suatu bentuk fisik dari sebuah produk budaya bendawi saja. Akan tetapi harus kita pandang, pahami dan hayati nilai-nilai budaya yang dikandungnya. Terkait dengan nilai, Cagar Budaya bisa jadi merupakan sebuah simbol yang diakui, diikuti, serta dihormati oleh masyarakat di masa tertentu atau Cagar Budaya mempunyai makna bagi masyarakat dari dulu bahkan sampai sekarang. Cara pandang semacam ini merupakan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya. Sekaligus merupakan upaya menghidupkan ekosistem Kebudayaan serta meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan Kebudayaan. Hal ini sejalan dengan regulasi pengembangan Cagar Budaya dan Objek Pemajuan Kebudayaan.
Para pemilik, pengguna, pihak yang menguasai dan/atau pihak yang mengelola Cagar Budaya tidak perlu ragu-ragu, khawatir atau takut melakukan pengembangan Cagar Budaya, karena diakui dan dilindungi oleh Undang-undang selama tetap dalam koridor pelestarian. Justru sebaliknya kegiatan pengembangan Cagar Budaya dapat mengubah mindset masyarakat tentang citra negatif Cagar Budaya menjadi citra positif. Para pemilik, pengguna, pihak yang menguasai dan/atau pihak yang mengelola Cagar Budaya dapat menjadi “public relations” keberadaan Cagar Budaya. Citra positif dapat terbentuk bila masyarakat mempunyai persepsi yang positif terhadap Cagar Budaya. Persepsi ini harus lengkap dan tidak sepotong-sepotong. Agar hal itu dapat dicapai, maka masyarakat harus dalam kondisi kecukupan informasi (well-informed) tentang Cagar Budaya. Artinya, tidak ada kesenjangan informasi antara Cagar Budaya dengan masyarakatnya dan sebaliknya.