Gua Sentono merupakan sebuah situs yang terletak dekat dengan Candi Abang. Situs ini sekarang berada di Dusun Sentonorejo, Kalurahan Jogotirto, Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gua Sentono berada sekitar ± 444 meter di sebelah tenggara candi Abang.
Keberadaan situs ini telah tercatat sejak masa Hindia Belanda. Pada saat itu, situs ini belum disebut Gua. Catatan Belanda hanya menyebutnya sebagai ceruk (nissen).
J.W Ijzerman dalam Beschrijving der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta (1891), menuliskan jika bukit tempat Candi Abang memiliki kekhasan yang saat itu belum disebutkan. Kekhasan tersebut berupa keberadaan tiga ceruk yang bersebelahan. Ceruk-ceruk ini dilihat dan dikunjungi Ijzerman saat ia naik dari sisi selatan bukit. Ketiga ceruk tersebut berada di sisi kiri dari bukit candi Abang. Ketiganya dituliskan Ijzerman, dipahatkan di atas batu pasir.
Pada deskripsi tersebut, Ijzerman menyebutkan pada ceruk bagian tengah terdapat arca duduk dalam posisi Buddha, tangan kiri di lutut, (tangan) kanan diangkat di depan dada. Sebuah mahkota menghiasi kepala, dan sejumlah hiasan di sekitar lengan, leher, dan tubuh. Sementara di sebelah kanan dan kiri dari arca tersebut ada dua sosok yang lebih kecil. Keduanya tidak mengenakan atribut apa pun, yang dapat dikenali.
Sementara pada ceruk paling selatan terdapat arca yang menurut Ijzerman, berdasarkan ragam hias dan pakaiannya diidentifikasi sebagai Bodhisatwa. Saat kunjungan Ijzerman tersebut, kondisi arca sudah rusak.
Keberadaan ketiga ceruk ini menurut Ijzerman tidak bisa dilepaskan dari Candi Abang. Ijzerman menganggap bahwa ceruk-ceruk tersebut belum diselesaikan pembuatannya. Ketiga ceruk dan tempat pemujaan di atasnya (Candi Abang) adalah tempat ibadah bagi umat agama Buddha aliran Mahayana.
N.J. Krom dalam Inleiding Tot De Hindoe-Javaansche Kunst (1920) juga memuat deskripsi yang lebih singkat untuk ceruk–ceruk ini. Ceruk pertama, yang terletak paling selatan terdapat arca yang duduk dan memiliki empat lengan dan memakai mahkota di kepala dan dua arca pemujanya. Sementara pada ceruk kedua terdapat arca dalam posisi duduk dengan dua arca pemujanya. Dan di ceruk ketiga, yang paling utara terdapat lambang dari Dewa Siwa yaitu lingga.
Krom berbeda pendapat dengan Ijzerman. Krom tetap menganggap jika ketiga ceruk ini lebih tepat sebagai tempat suci bagi umat agama Hindu. Alasan utamanya ada keberadaan simbol Dewa Siwa, yaitu lingga pada ceruk utara. Maka, arca-arca yang ada di ceruk dua dan tiga lebih tepat jika dihubungkan dengan Dewa Siwa, bukan Bodhisattwa.
Sementara uraian dalam Rapporten Van Den Oudheidkundigen Dienst (ROD) in Nederlandsch-Indie (1915) tidak secara langsung menyebut keberadaan ketiga ceruk ini. Penyebutan ketiga ceruk ada pada deskripsi Candi Abang. Deskripsi ini ada pada kalimat ketiga, “In de nabijheid bevonden zich drie in den zandsteen uitgebeitelde nissen, waarin Buddhistische beelden en een lingga.” Terjemahan bebasnya adalah di dekatnya ada tiga ceruk yang dipahat di batu pasir, berisi arca Buddha dan sebuah lingga. Kalimat ini sesuai dengan catatan Ijzerman dan N.J Krom yang mendeskripsikan tiga ceruk di dekat Candi Abang.
Ceruk yang disebutkan oleh Ijzerman, NJ Krom dan ROD tersebut saat ini oleh masyarakat disebut dengan Gua Sentono. Laporan Kegiatan Pemetaan Kawasan Cagar Budaya Candi Abang, Gua Sentono, Gua Jepang Tahun 2020 menyebutkan bahwa gua ini berupa tiga buah gua yang dipahatkan pada dinding bukit cadas. Ketiganya menghadap ke arah barat. Ketiganya juga berada dalam satu garis berjajar ke arah utara – selatan.
Gua sebelah utara memiliki ukuran panjang 2,85 meter, lebar 1,30 meter, dan tinggi 1,40 meter. Di dalamnya terdapat lingga–yoni yang dipahatkan monolit dengan lantai gua. Pada dinding sisi utara terdapat dua buah relief. Relief sebelah timur menggambarkan tokoh Durga Mahisasuramardhini dan sebelah barat terdapat relief yang diduga menggambarkan Mahakala. Pada dinding selatan juga terdapat dua buah relief, di sebelah timur menggambarkan tokoh Agastya, sedangkan sebelah barat diduga relief Nandiswara. Relief-relief arca tersebut mengalami kerusakan khususnya pada bagian wajah. Pada dinding sisi timur sebagian telah mengalami kerusakan atau runtuh. Pada dinding bagian atas yang tersisa terdapat lukisan dari cat hitam yang menggambarkan seorang tokoh duduk di atas lapik berbentuk segi empat.
Gua bagian tengah memiliki ukuran panjang 1,47 meter, lebar 1,17 meter, dan tinggi 1,25 meter. Di bagian dinding sisi timur gua atau tepatnya di bagian ujung belakang gua terdapat relief yang menggambarkan tiga tokoh. Tokoh yang berada di tengah duduk di atas lapik segi empat dengan darmacakramudra, sedangkan tokoh di kanan kirinya berdiri dengan sikap tribangga. Ketiga tokoh tersebut belum diketahui identitasnya. Di depan tokoh yang di tengah, terdapat relief lingga–yoni. Di depan gua juga terdapat lubang berbentuk segi empat yang kemungkinan berfungsi sebagai penampungan air pada saat pemujaan lingga–yoni.
Gua sebelah selatan memiliki ukuran panjang 1,47 meter, lebar 1,17 meter dan tinggi 1,25 meter. Di bagian dinding sisi timur gua atau tepatnya di bagian ujung belakang gua terdapat relief yang menggambarkan seorang tokoh duduk di atas lapik. Relief ini dalam keadaan belum selesai, sehingga identitas tokoh yang digambarkan belum dapat diketahui. Pada bagian tengah lantai gua, terdapat lubang segi empat yang kemungkinan digunakan untuk menempatkan suatu objek pemujaan.
Berdasarkan deskripsi di atas, Gua Sentono dapat dihubungkan sebagai tempat pemujaan untuk agama Hindu. Hal ini merupakan nilai penting dari Gua Sentono sebagai cagar budaya. Gua Sentono telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Keputusan Bupati Sleman nomor 14.7/Kep.KDH/A/2017.