Pola tata kota kerajaan-kerajaan di Jawa berlandaskan konsep Catur Gatra Tunggal. Konsep tersebut memandang bahwa pemerintahan tidak bisa dipisahkan dari aspek ekonomi, religius, dan sosial. Konsep penataan ibu kota di Kasultanan Yogyakarta juga disusun berdasarkan konsep Catur Gatra Tunggal yang terdiri atas empat elemen yang menjadi satu kesatuan ruang bersama antara sultan dengan rakyat meliputi:
- Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan tempat kediaman sultan beserta keluarganya dan menjadi simbol pusat kekuasaan Kasultanan Yogyakarta.
- Alun-alun sebagai pusat kegiatan masyarakat dan ruang interaksi bersama raja. Alun-alun Lor (utara) terletak di depan Keraton Yogyakarta, sedangkan Alun-alun Kidul (selatan) berada di belakang Keraton Yogyakarta. Di tengah kedua alun-alun tersebut, masing-masing terdapat sepasang pohon beringin yang dipagari keliling, sehingga disebut ringin kurung. Pohon beringin yang ada di tengah Alun-alun Utara sebelah timur bernama Kyai Janadaru/ Wijayadaru dan di sebelah barat bernama Kyai Dewandaru. Kedua pohon beringin melambangkan konsep Manunggaling Kawula lan Gusti dan prinsip Hablun min annas dan Hablun min Allah.
- Masjid Gedhe Kauman melambangkan aspek religius. Masjid Gedhe Kauman merupakan tempat ibadah kasultanan di Keraton Yogyakarta. Secara simbolis Masjid Gedhe menunjukkan bahwa Sultan tidak hanya sebagai penguasa pemerintahan (senapati ing ngalaga), tapi juga berperan sebagai wakil Allah (sayidin panatagama khalifatullah) di dunia.
- Pasar Beringharjo menyimbolkan pusat perekonomian masyarakat. Pasar merupakan salah satu komponen utama di dalam tata kota lama. Lahirnya pasar seiring dengan keberadaan keraton. Pasar yang berada di kota dan menjadi pusat perekonomian di lingkungan keraton disebut Pasar Gedhe. Pada masa Sultan Hamengku Buwono I pendirian Pasar Gedhe berada di sebelah utara Alun-alun Utara yang dikenal dengan nama Pasar Beringharjo.