Pada tahun 1911 masyarakat Yogyakarta masih menggunakan minyak jarak sebagai sumber penerangan. Pada akhir abad 19 sampai dengan tahun 1919, Keraton Yogyakarta sudah menggunakan gas sebagai sumber penerangan. Sumber penerangan bertenaga listrik di Yogyakarta mulai diusahakan oleh perusahaan kelistrikan ANIEM. Perusahaan ANIEM (Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij) merupakan perusahaan yang berada di bawah NV Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co yang berdiri pada tahun 1897. Pada awal abad 19 ANIEM merupakan perusahaan paling sukses dan paling besar di Hindia Belanda. Induk perusahaan ini berkedudukan di Kota Amsterdam, Belanda. Dengan adanya perkembangan di dunia industri, berbagai usaha yang ada di tanah jajahan, dan kepentingan masyarakat, maka pihak Kasultanan (Sultan HB VII) dengan Residen Yogyakarta (Barend Leonardus van Bijlevelt) mulai mengusahakan adanya jaringan instalasi kelistrikan.
Mulai tahun 1909 dimulai pembangunan jaringan kelistrikan di seluruh Jawa, termasuk menyasar ke Kasultanan Yogyakarta. Pada bulan Februari 1914, ANIEM mendapat hak untuk mengusahakan jaringan listrik untuk Kota Yogyakarta. Dalam proses pengerjaan infrastruktur jaringan diperlukan waktu kira-kira empat tahun. Pada tahun 1918 ANIEM selesai membangun infrastruktur dasar kelistrikan dan siap beroperasi secara optimal. Pembangunan instalasi yang pertama adalah pembangunan gedung pabrik ANIEM di Wirobrajan kemudian dibangun transformator (gardu atau babon Aniem) di beberapa daerah di Yogyakarta seperti sekitar benteng baluwarti keraton, Danurejan Malioboro, Pengok, Pingit, Kotabaru, dan Kotagede. Pada tahun 1919 wilayah Yogyakarta yang teraliri listrik meliputi njeron beteng, Malioboro, dan Kotabaru. Tahun 1922 seluruh wilayah kota Yogyakarta telah teraliri listrik, dan tahun 1939 seluruh wilayah Karesidenan Yogyakarta telah teraliri listrik.
Gardu ANIEM atau orang Jawa menyebut babon ANIEM berfungsi sabagai salah satu transformasi pendistribusian jaringan listrik di beberapa wilayah. Bentuk bangunannya dominan empat persegi panjang, secara keseluruhan dengan model dinding batu bata. Keletakkannya berada di tempat-tempat strategis, baik berada di titik simpul jejalur maupun berada di pinggir utama. Keberadaan bangunan ini tentu menjadi bagian penanda momentum hadirnya kelistrikan yang ada di Kota Yogyakarta. Di beberapa sudut kota saat ini bangunan gardu ANIEM hanya sedikit yang tersisa. Beberapa yang masih dapat dilihat adalah di Danurejan Malioboro atau simpul Jalan Mataram, Kotabaru, dan Kotagede (hasil rekostruksi pascagempa bumi 2006).