Candi Prambanan mempunyai gugusan 16 bangunan di halaman pusat dan 244 perwara di sekelilingnya. Di halaman pusat terdapat 3 (tiga) buah candi utama, yaitu Candi Brahma, Candi Siwa, dan Candi Wisnu. Ketiga candi itu untuk memuja Dewa Trimurti atau tiga kekuatan Brahman. Dewa Brahma sebagai pencipta dengan sakati Dewi Saraswati atau Dewi Ilmu Pengetahuan; Dewa Wisnu sebagai pemelihara dengan sakti Dewi Laksmi atau Sri; Dewa Siwa sebagai perusak dengan sakti Dewi Durga. Memaknai keberadaan tiga dewa di dalam Trimurti tentu menggambarkan warna-warni kehidupan dan keyakinan yaitu unsur penciptaan, pemeliharaan, dan perusak. Dalam ranah bentuk dan simbol akan mempunyai konfigurasi dan pemaknaan yang berbeda. Sedangkan dalam ranah temporal seolah hal itu menjadi bagian dari putaran roda waktu yang dinamis dalam konteks gerak cakra manggilingan.
Bagi manusia di dalam mengantisipasi berbagai warna kehidupan dalam cakra manggilingan yang dinamis adalah bagaimana dapat mengkonfigurasikan perannya dengan mempertimbangkan asas keseimbangan.Wujud nyata peran manusia dalam kehidupan, seperti dikemukakan Abraham Maslow adalah sejauhmana dapat menunjukkan totalitas hidup sebagai wahana aktualisasi diri. Aktualisasi diri dengan mempertimbangkan asas keseimbangan diperlukan, agar apapun yang tercipta harus dipelihara untuk menjamin keberlanjutan, sehingga proses kerusakan akan dapat dikendalikan. Walaupun rusak itu pasti terjadi, karena sesuatu yang fana akan menjadi rengkuhan ketidakabadian. Terutama hal itu terwakili dalam proses perjalanan daur kehidupan yaitu tata kala matahari yang berjalan sesuai ritmenya. Ritme waktu layaknya perjalanan matahari sebagaimana yang dirasakan manusia, diawali terbit dari ufuk timur, puncak eksis pada siang hari, dan diakhiri surut di barat pada sore hari.
Dalam konteks Manjusrigrha kita akan mendapatkan inspirasi dari seorang Bodhisattwa yang berkuasa dalam membasmi kebodohan (avidya) dan dikaitkan dengan Amittabha dan Aksobhya yang bertangan dua. Tangan kanan membawa pedang untuk menebas kebodohan dan tangan kiri membawa buku atau pustaka sebagai Prajnaparamita sutra lambang kebijaksanaan untuk mengganti avidya menjadi vidya (Magetsari, 1981). Kebijaksanaan hidup yang mengutamakan penguasaan ilmu melalui proses literasi merupakan pijar-pijar kehidupan yang memicu perubahan ke arah kebaikan untuk menggapai perbaikan.