Rumah Sakit Petronella (Zendingziekenhuis Petronella) dibangun di daerah Gondokusman oleh seorang dokter bernama dr. Jan Gerrit Scheuer dengan bantuan lahan dari Sultan Hamengkubowono VII. Nama Petronella sendiri diambil dari nama istri seorang pensiunan pendeta bernama Coeverden Andriani yang memberikan bantuan uang untuk membangun rumah sakit tersebut.
Pada 1897 dr. Scheuer dikirim oleh lembaga zending bernama Hollandsch Gereformerde Zendingvereeniging untuk membuka rumah sakit. Dalam catatan pada Repertorium van Nederlandse zendings-en missie-archieven 1800-1960, diterangkan bahwa rumah sakit yang dibangun di Yogyakarta itu merupakan sebuah rumah sakit yang memberikan layanan kesehatan guna mengembangkan misi gereja.
Pada awalnya Scheuer menjalankan praktik dengan membuka klinik sederhana di Bintaran. Pada tahun 1901 ia kemudian pindah ke Gondokusuman karena klinik di Bintaran dirasa kurang memadai. Hal ini disebabkan pertambahan jumlah pasien yang semakin banyak. Pada 1900, Sultan Hamengkubuwono VII kemudian menyediakan sebidang tanah di Gondokusuman, Yogyakarta untuk dibangun kompleks rumah sakit. Rumah sakit tersebut berdaya tampung 150 pasien dan diberi nama Petronella Hospitaal.
Menurut dr. I. Groneman dalam Reisgids Jogjakarta en Omstreken, bangunan rumah sakit ini memiliki 5 ruang rawat inap, 3 untuk pria dan 2 untuk wanita, ruang operasi, apotek, kamar mandi, gudang, dan dapur. Selain itu, juga terdapat kediaman dua kepala perawat yang datang dari Belanda, satu rumah untuk dokter pertama dan keluarganya, dan rumah untuk dokter kedua. Bangunan rumah sakit juga dilengkapi dengan gereja kecil dan pastoran. Rumah Sakit ini juga dikenal dengan Rumah Sakit Tulung atau Pitulungan karena semua pasien di rumah sakit Petronella ini dirawat secara gratis. Terdapat 90 sampai 100 orang yang datang ke rumah sakit ini setiap hari dan mereka tidak hanya berasal dari dua wilayah Vorstenlanden saja tetapi juga dari daerah lainnya.
Dr. Scheurer kemudian kembali ke Belanda pada tahun 1906 dan digantikan oleh H.S. Pruys. Manajemen rumah sakit pun semakin berkembang dengan direkrutnya lebih banyak perawat pribumi. dr. Pruys sendiri merupakan orang pertama yang memperkenalkan sistem rujukan. Ia membangun rumah sakit pembantu di desa-desa dan menjadikan Rumah Sakit Petronella sebagai pusatnya. Pasien yang berpenyakit ringan diberikan perawatan jalan di rumah sakit cabang. Sementara pasien yang membutuhkan penanganan serius dirujuk ke rumah sakit Petronella. Jaringan telepon pun digunakan untuk mempermudah komunikasi antara rumah sakit cabang dan pusat.
Pada tahun 1924-1925 pada masa kepemimpinan dr. J. Offringa, rumah sakit Petronella pun diperbesar. Selain itu juga ditambahkan beberapa peralatan medis modern dan ahli medis. Kapasitas rawat inap rumah sakit juga ditingkatkan menjadi 475 tempat tidur. Ia juga menambahkan fasilitas 4 buah mobil keliling yang digunakan untuk membantu proses rawat jalan. Mobil tersebut membawa 2 sampai 3 orang perawat juga obat-obatan.
Kemerosotan ekonomi yang terjadi pada sekitar tahun 1930 akibat perang dunia juga berdampak pada keberlangsungan rumah sakit ini. Bantuan-bantuan dari pemerintah dan juga perusahaan-perusahaan mulai dikurangi. Pada tahun 1932 operasional mobil rawat jalan juga dihentikan dan rumah sakit pembantu juga ditutup. Sebagai pengganti mobil rawat jalan, didirikanlah poliklinik rawat jalan di Temon, Butuh, dan Sentolo pada Februari 1934. Pada 1936 rumah sakit ini juga membangun sanatorium untuk pasien tuberkulosis yang kasusnya banyak terjadi di Yogyakarta. Pada 1937 juga dibangun bangsal bersalin baru guna memenuhi kebutuhan akan persalinan yang semakin meningkat.
Pada kurun waktu 1930-1936 Rumah Sakit ini memiliki 7 ruangan untuk rawat inap pria, 3 ruangan untuk rawat inap wanita, 1 kamar anak, ruang bersalin, dan ruang isolasi untuk pasien serius. Selain itu, terdapat juga Gedung operasi, Departemen Sinar-x atau rontgen, Laboratorium, Departemen rumah tangga dan teknis, serta asrama.
Pada masa pendudukan Jepang kawasan Kotabaru pun diambil alih oleh Jepang, termasuk juga rumah sakit ini namanya kemudian diubah menjadi Jogjakarta Tjuo Bjoin. Setelah berakhirnya pendudukan Jepang, rumah sakit ini dikembalikan ke asas semula sebagai Rumah Sakit Kristen dan berganti nama menjadi Roemah Sakit Poesat. Pada tanggal 28 Juni 1950 rumah sakit ini kemudian berganti nama lagi menjadi Rumah Sakit Bethesda.
Bangunan berbentuk limasan. Menghadap ke arah utara. Bangunan memanjang ke arah timur dengan kanopi hiasan di depan. Terdapat overslack di antara jendela dan boven di atasnya untuk menahan panas. Pada atap terdapat hiasan rumah-rumahan kecil yang berfungsi sebagai penyejuk udara (uilenzolder).
Bangunan rumah sakit saat ini terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 70, Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta. Rumah Sakit Bethesda ini ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Per.Men Budpar RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011.