Ade irma yuni.sa
Arkeologi Universitas jambi
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat
Masa Kolonial di indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat, dalam perkembangannya selama bangsa asing di indonesia mereka mulai membangun sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan nyaman tinggal di indonesia, mereka mulai membangun sarana dan prasarana yang bercermin dengan negara asal mereka. Zaman kedatangan bangsa eropa tidak luput meninggalkan jejaknya di kota sumatera barat, Setelah sumatera barat banyak didominisasi pada masa kolonialisme belanda, pada masa itu nama sumatera barat muncul sebagai suatu unit administratif sosial budaya , dan politik.
Nama sumatera barat adalah terjemahan dari bahasa belanda yaitu de weskut van sumatra atau sumatra’s weskust. Bangunan tinggalan kolonial belanda berupa bangunan gedung controlleur buo merupakan saksi bisu adanya tinggalan belanda yang dibangun di kota sumatera barat khususnya di kabupaten tanah datar. Bangunan ini berfungsi sebagai kantor asisten wedana di buo, bangunan ini masih tetap kokoh berdiri kokoh sesuai dengan bentuk aslinya.
Pelestarian bangunan kolonial sudah sering di lakukan di indonesia, untuk memperpanjang usia bangunan serta menjadi bukti adanya tinggalan kolonial di indonesia, upaya pelestarian bangunan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Adapula instansi yang terkait pelestarian yaitu Balai pelestarian cagar budaya yang tersebar luas hampir di semua kota indonesia. Pelestarian cagar budaya merupakan upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memafaatkannya. Salah satu cagar budaya yang terdapat di kab tanah datar sumatera barat menjadi topik tulisan ini mengenai pelestariannya.
Gedung controlleur terletak di jalan kompleks kecamatan lintau buo nagari pangian kecamatan lintau buo kabupaten tanah datar, dengan letak astronomis S 00°28’ 17.5” E 100° 45’ 29.9”. dikelola oleh Bpcb sumatera barat. Gedung dibangun pada tahun 1890, bangunan ini pada masa pemerintahan kolonial belanda merupakan kantor pejabat controlleur untuk wilayah lintau buo. Jabatan controlleur merupakan jabatan terendah yang dipegang seorang belanda. Pejabat controlleur pada saait itu bernama J. Bastian. Gedung ini dialihkan fungsi menjadi kantor asisten wedana buo, namun pada masa pendudukan jepang bangunan ini dikuasi oleh pihak jepang dan berfungsi sebagai kantor militer. Pada masa pergerakan kemerdekaan difungsikan sebagai asrama PDRI, setelah itu dipergunakan sebagai kantor kecamatan lintau buo, dan sampai sekarang digunakan sebagai gedung pertemuan.
Gedung controlleur memiliki denah bangunan berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran luas bangunan 16.7 m x 5.1 ( 85.17 m²) dan lahan 21.7 m x 10 ( 217 m²). Gedung ini terbuat dari bahan mortal dan bata, memiliki pilar pilar besar di sekeliling gedung, pilar berukuran dengan tinggi 270 cm dan diameter 50 cm. Pada bagian depan juga terdapat pilar. Memiliki tiga pintu yang terdapat pada sebelah, barat, selatan dan utara dengan ukuran tinggi 2,10 m dan lebar 1,05 m. Memiliki dinding yang terbuat dari batu berlepa. Memiliki jendela dengan jumlah delapan, masing masing empat buah pada sisi utara dan sisi selatan.serta memiliki plafon yang terbat dari papan triplek. Memiliki lantai dengan bahan dasar semen pada pada bagian dalam dan luar gedung. Atap bangunan ini terbuat dari seng.
Gedung controlleur secara fisik masih kuat, tetapi beberapa komponen bangunan telah mengalami kerusakan seperti : dinding, lantai, plafon, jendela, pintu dan atap. Maka dari itu perlu di lakukan penanganan pelestarian baik secara perlindungan, penyelamatam, pengamanan, zonasi, pemeliharaan dan pemugaran. Hal yang sering dilakukan untuk pelstarian bangunan ini berupa pemugaran yang telah dilakukan sebanyak 4 kali pemugaran.
Pemugaran pertama yang dilakukan suaka peninggalan purbakala sumatera barat pada tahun 1998 dengan capaian pemugarannya berupa pergantian atap seng, pemasangan kuda”, pengecetan kozen pintu, pemasangan dinding bata, pemasangan kaca jendela, plesteran dinding, pemasangan papan plafon dan les plafon. Pada tahap pemugaran kedua kembali dilakukan oleh suaka peninggalan sejarah dan purbakala pada tahun 1999 dengan capaian pemugaran berupa pembuatan urugan tanah untuk tangga, pengecetan dinding, tiang dengan cat air, pengecetan plafon kuzen dengan cat minyak, pemasangan kawat dinding. Pada tahap pemugaran ketiga dilakukan secara swakelola oleh pihak cv.ilham pada tahun 2006 dengan capaian pemugaran berupa pengecetan dinding bangunan, pengecetan jendela, pintu, serta pengecetan bagian seng. Pada tahap ke empat dilakukan kembali oleh balai pelestarian cagar budaya sumatera barat tahun 2007 dengan capaian pemugaran berupa pengecoran lantai, plesteran dinding, lantai, dan pengectan dinding.
Pemugaran gedung ini dilakukan seling satu tahun selanjutnya, hasil pemugaran yang sering dilakukan berupa pengecetan, plesteran dan pergantian seng. Untuk tahap pemamfaatan, sementara gedung ini masih digunakan sebagai gedung pertemuan. Sedangkan untuk bagian pemeliharaan, pengamanan dan pengembangan dilakukan juga untuk gedung ini baik oleh pemerintah maupun instansi yang terkait pelestarian cagar budaya. Pelestarian bangunan cagar budaya haruslah dilakukan untuk mempertahankan bangunan tersebut sehingga bisa disaksikan oleh generasi selanjutnya. Kunjungi,lindungi dan lestarikan.